UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 32 TAHUN 2004
TENTANG
PEMERINTAHAN DAERAH
DENGAN RAHMAT
TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan
pemerintahan daerah sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, pemerintahan daerah, yang mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, diarahkan untuk
mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan,
pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya
saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan,
keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik
Indonesia;
b.
bahwa
efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah perlu
ditingkatkan dengan lebih memperhatikan aspek-aspek hubungan antarsusunan
pemerintahan dan antarpemerintahan daerah, potensi dan keanekaragaman daerah,
peluang dan tantangan persaingan global dengan memberikan kewenangan yang
seluas-luasnya kepada daerah disertai
dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam
kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara;
c. bahwa
...
c.
bahwa
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah tidak sesuai
dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan
otonomi daerah sehingga perlu diganti;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan pada huruf a,
huruf b, dan huruf c perlu ditetapkan Undang-Undang tentang Pemerintahan
Daerah;
Mengingat : 1. Pasal
1, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 18B, Pasal 20, Pasal 21, Pasal
22D , Pasal 23E ayat (2), Pasal 24A ayat (1), Pasal 31 ayat (4), Pasal 33, dan
Pasal 34 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang
Penyelenggara Negara yang Bersih dan
Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851);
3.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
4.
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang
Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4310);
5. Undang-
...
5.
Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4355);
6.
Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4389);
7.
Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan
Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400);
Dengan
Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH.
Dalam
Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Pemerintah ...
1. Pemerintah pusat,
selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang
memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Pemerintahan daerah
adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD
menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya
dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
3. Pemerintah
daerah adalah Gubernur, Bupati, atau
Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
4. Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah
sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
5. Otonomi daerah adalah
hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
6. Daerah otonom,
selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai
batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan
dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
7. Desentralisasi ...
7. Desentralisasi adalah
penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
8. Dekonsentrasi adalah
pelimpahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi
vertikal di wilayah tertentu.
9. Tugas pembantuan adalah
penugasan dari Pemerintah kepada daerah dan/atau desa dari pemerintah provinsi
kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada
desa untuk melaksanakan tugas tertentu.
10. Peraturan daerah
selanjutnya disebut Perda adalah peraturan daerah provinsi dan/atau peraturan
daerah kabupaten/kota.
11. Peraturan kepala daerah
adalah peraturan Gubernur dan/atau peraturan Bupati/Walikota.
12. Desa atau yang disebut
dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum
yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat
setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
13. Perimbangan keuangan
antara Pemerintah dan pemerintahan daerah adalah suatu sistem pembagian
keuangan yang adil, proporsional, demokratis, transparan, dan bertanggung jawab
dalam rangka pendanaan penyelenggaraan desentralisasi, dengan mempertimbangkan
potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah serta besaran pendanaan penyelenggaraan
dekonsentrasi dan tugas pembantuan.
14. Anggaran ...
14. Anggaran pendapatan dan
belanja daerah, selanjutnya disebut APBD, adalah rencana keuangan tahunan
pemerintahan daerah yang ditetapkan dengan peraturan daerah.
15. Pendapatan daerah
adalah semua hak daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih
dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan.
16. Belanja daerah adalah
semua kewajiban daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih
dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan.
17. Pembiayaan adalah
setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan
diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada
tahun-tahun anggaran berikutnya.
18. Pinjaman daerah adalah semua transaksi yang
mengakibatkan daerah menerima sejumlah uang atau menerima manfaat yang bernilai
uang dari pihak lain sehingga daerah tersebut dibebani kewajiban untuk membayar
kembali.
19. Kawasan
khusus adalah bagian wilayah dalam provinsi dan/atau kabupaten/kota yang
ditetapkan oleh Pemerintah untuk menyelenggarakan fungsi-fungsi pemerintahan
yang bersifat khusus bagi kepentingan nasional.
20. Pasangan calon kepala daerah dan calon wakil
kepala daerah yang selanjutnya disebut
pasangan calon adalah bakal pasangan calon yang telah memenuhi
persyaratan untuk dipilih sebagai kepala daerah dan wakil kepala daerah.
21. Komisi ...
21. Komisi Pemilihan Umum
Daerah yang selanjutnya disebut KPUD adalah KPU Provinsi, Kabupaten/Kota
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 yang diberi
wewenang khusus oleh Undang-Undang ini untuk menyelenggarakan pemilihan kepala
daerah dan wakil kepala daerah di setiap provinsi dan/atau kabupaten/kota.
22. Panitia Pemilihan
Kecamatan, Panitia Pemungutan Suara, dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan
Suara yang selanjutnya disebut PPK, PPS, dan KPPS adalah pelaksana pemungutan
suara pemilihan kepala daerah dan wakil
kepala daerah pada tingkat kecamatan, desa/kelurahan, dan tempat
pemungutan suara.
23. Kampanye
pemilihan kepala daerah dan wakil
kepala daerah yang selanjutnya disebut kampanye
adalah kegiatan dalam rangka meyakinkan para pemilih dengan menawarkan visi,
misi, dan program pasangan calon.
Pasal
2
(1) Negara Kesatuan Republik
Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi
atas kabupaten dan kota yang masing-masing mempunyai pemerintahan daerah.
(2) Pemerintahan daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
(3) Pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang
menjadi urusan Pemerintah,
dengan tujuan
meningkatkan ...
meningkatkan kesejahteraan masyarakat,
pelayanan umum, dan daya saing daerah.
(4) Pemerintahan daerah dalam menyelenggarakan
urusan pemerintahan memiliki hubungan dengan Pemerintah dan dengan pemerintahan
daerah lainnya.
(5) Hubungan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
meliputi hubungan wewenang, keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya
alam, dan sumber daya lainnya.
(6) Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan
sumber daya alam, dan sumber daya lainnya dilaksanakan secara adil dan selaras.
(7) Hubungan wewenang, keuangan, pelayanan umum,
pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya menimbulkan hubungan
administrasi dan kewilayahan antarsusunan pemerintahan.
(8) Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan
pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur
dengan undang-undang.
(9) Negara mengakui dan menghormati
kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya sepanjang
masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Pasal 3
(1) Pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (3) adalah:
a.
pemerintahan
daerah provinsi yang terdiri atas pemerintah daerah provinsi dan DPRD provinsi;
b.
pemerintahan ...
b.
pemerintahan
daerah kabupaten/kota yang terdiri atas pemerintah daerah kabupaten/kota dan
DPRD kabupaten/kota.
(2) Pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas
kepala daerah dan perangkat daerah.
BAB II
PEMBENTUKAN
DAERAH DAN KAWASAN KHUSUS
Bagian Kesatu
Pembentukan Daerah
Pasal 4
(1) Pembentukan daerah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) ditetapkan dengan undang-undang.
(2) Undang-undang pembentukan daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain mencakup nama, cakupan wilayah,
batas, ibukota, kewenangan menyelenggarakan urusan pemerintahan, penunjukan
penjabat kepala daerah, pengisian keanggotaan DPRD, pengalihan kepegawaian,
pendanaan, peralatan, dan dokumen, serta perangkat daerah.
(3) Pembentukan daerah dapat berupa
penggabungan beberapa daerah atau bagian daerah yang bersandingan atau
pemekaran dari satu daerah menjadi dua daerah atau lebih.
(4) Pemekaran dari satu daerah menjadi
2 (dua) daerah atau lebih sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan
setelah mencapai batas minimal usia penyelenggaraan pemerintahan.
Pasal 5 ...
Pasal 5
(1) Pembentukan daerah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 harus memenuhi syarat administratif, teknis, dan fisik kewilayahan.
(2) Syarat administratif sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) untuk provinsi meliputi adanya persetujuan DPRD kabupaten/kota dan
Bupati/Walikota yang akan menjadi cakupan wilayah provinsi, persetujuan DPRD
provinsi induk dan Gubernur, serta rekomendasi Menteri Dalam Negeri.
(3) Syarat administratif sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) untuk kabupaten/kota meliputi adanya persetujuan DPRD kabupaten/kota
dan Bupati/Walikota yang bersangkutan, persetujuan DPRD provinsi dan Gubernur
serta rekomendasi Menteri Dalam Negeri.
(4) Syarat teknis sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi faktor yang menjadi dasar pembentukan daerah yang mencakup faktor kemampuan ekonomi, potensi daerah,
sosial budaya, sosial politik, kependudukan, luas daerah, pertahanan, keamanan,
dan faktor lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah.
(5) Syarat fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi paling sedikit 5 (lima) kabupaten/kota untuk pembentukan provinsi dan
paling sedikit 5 (lima) kecamatan untuk pembentukan kabupaten, dan 4 (empat)
kecamatan untuk pembentukan kota, lokasi calon ibukota, sarana, dan prasarana
pemerintahan.
Pasal 6
...
Pasal 6
(1) Daerah dapat dihapus dan digabung
dengan daerah lain apabila daerah yang bersangkutan tidak mampu
menyelenggarakan otonomi daerah.
(2) Penghapusan dan penggabungan daerah otonom
dilakukan setelah melalui proses evaluasi terhadap penyelenggaraan pemerintahan
daerah.
(3) Pedoman evaluasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 7
(1) Penghapusan dan penggabungan daerah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) beserta akibatnya ditetapkan dengan
undang-undang.
(2) Perubahan batas suatu daerah, perubahan nama
daerah, pemberian nama bagian rupa bumi serta perubahan nama, atau pemindahan
ibukota yang tidak mengakibatkan penghapusan suatu daerah ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.
(3) Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan atas usul dan persetujuan daerah yang bersangkutan.
Pasal 8
Tata cara pembentukan, penghapusan, dan penggabungan
daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4,
Pasal 5, dan Pasal 6 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian
...
Bagian Kedua
Kawasan Khusus
Pasal 9
(1) Untuk menyelenggarakan fungsi pemerintahan tertentu yang bersifat khusus
bagi kepentingan nasional, Pemerintah dapat menetapkan kawasan khusus dalam
wilayah provinsi dan/atau kabupaten/kota.
(2) Fungsi pemerintahan tertentu
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk Perdagangan bebas dan/atau pelabuhan
bebas ditetapkan dengan undang-undang.
(3) Fungsi pemerintahan tertentu selain
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(4) Untuk membentuk kawasan khusus sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), Pemerintah mengikutsertakan daerah yang
bersangkutan.
(6) Tata cara penetapan
kawasan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5)
diatur dalam Peraturan Pemerintah.
BAB III ...
BAB III
PEMBAGIAN URUSAN
PEMERINTAHAN
Pasal
10
(1) Pemerintahan daerah menyelenggarakan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh
Undang-Undang ini ditentukan menjadi urusan Pemerintah.
(2) Dalam
menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya
untuk mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan.
(3) Urusan pemerintahan yang
menjadi urusan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a.
politik
luar negeri;
b.
pertahanan;
c.
keamanan;
d.
yustisi;
e.
moneter
dan fiskal nasional; dan
f. agama.
(4) Dalam
menyelenggarakan urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
Pemerintah menyelenggarakan sendiri atau dapat melimpahkan sebagian urusan
pemerintahan kepada perangkat Pemerintah atau wakil Pemerintah di daerah atau
dapat menugaskan kepada pemerintahan daerah dan/atau pemerintahan desa.
(5)
Dalam ...
(5) Dalam
urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah di luar urusan
pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemerintah dapat:
a.
menyelenggarakan
sendiri sebagian urusan pemerintahan;
b.
melimpahkan
sebagian urusan pemerintahan kepada Gubernur selaku wakil Pemerintah; atau
c.
menugaskan
sebagian urusan kepada pemerintahan daerah dan/atau pemerintahan desa berdasarkan
asas tugas pembantuan.
Pasal
11
(1) Penyelenggaraan urusan pemerintahan dibagi
berdasarkan kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi dengan
memperhatikan keserasian hubungan antar susunan pemerintahan.
(2) Penyelenggaraan urusan pemerintahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) merupakan pelaksanaan hubungan kewenangan antara
Pemerintah dan pemerintahan daerah provinsi, kabupaten dan kota atau
antarpemerintahan daerah yang saling terkait, tergantung, dan sinergis sebagai
satu sistem pemerintahan.
(3) Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
pemerintahan daerah, yang diselenggarakan berdasarkan kriteria sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan.
(4) Penyelenggaraan urusan pemerintahan
yang bersifat wajib yang berpedoman pada standar pelayanan minimal dilaksanakan
secara bertahap dan ditetapkan oleh Pemerintah.
Pasal 12 ...
Pasal 12
(1) Urusan pemerintahan yang diserahkan kepada
daerah disertai dengan sumber pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana, serta
kepegawaian sesuai dengan urusan yang didesentralisasikan.
(2) Urusan pemerintahan yang
dilimpahkan kepada Gubernur disertai dengan pendanaan sesuai dengan urusan yang
didekonsentrasikan.
Pasal 13
(1) Urusan wajib yang menjadi
kewenangan pemerintahan daerah provinsi merupakan urusan dalam skala provinsi
yang meliputi:
a. perencanaan dan pengendalian pembangunan;
b. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;
c. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;
d. penyediaan sarana dan prasarana umum;
e. penanganan bidang kesehatan;
f. penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial;
g. penanggulangan masalah sosial lintas kabupaten/kota;
h. pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota;
i. fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah termasuk lintas kabupaten/kota;
j. pengendalian lingkungan hidup;
k. pelayanan pertanahan termasuk lintas kabupaten/kota;
l. pelayanan kependudukan, dan catatan sipil;
m. pelayanan ...
m. pelayanan administrasi umum pemerintahan;
n. pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas kabupaten/kota;
o. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang belum dapat dilaksanakan oleh kabupaten/kota; dan
p. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.
(2) Urusan pemerintahan
provinsi yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata
ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan
kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.
Pasal 14
(1) Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota meliputi:
a. perencanaan dan pengendalian pembangunan;
b. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;
c. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;
d. penyediaan sarana dan prasarana umum;
e. penanganan bidang kesehatan;
f. penyelenggaraan pendidikan;
g. penanggulangan masalah sosial;
h. pelayanan bidang ketenagakerjaan;
i. fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah;
j. pengendalian lingkungan hidup;
k. pelayanan pertanahan;
l. pelayanan ...
l. pelayanan kependudukan, dan catatan sipil;
m. pelayanan administrasi umum pemerintahan;
n. pelayanan administrasi penanaman modal;
o. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; dan
p. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.
(2) Urusan pemerintahan kabupaten/kota
yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan
berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi,
kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.
(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 dan Pasal 14 ayat (1) dan
ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 15
(1) Hubungan dalam bidang
keuangan antara Pemerintah dan pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (4) dan ayat (5) meliputi:
a.
pemberian sumber-sumber keuangan untuk menyelenggarakan
urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah;
b.
pengalokasian
dana perimbangan kepada pemerintahan daerah; dan
c.
pemberian
pinjaman dan/atau hibah kepada pemerintahan daerah.
(2) Hubungan ...
(2) Hubungan dalam bidang
keuangan antarpemerintahan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4)
dan ayat (5) meliputi:
a.
bagi
hasil pajak dan nonpajak antara pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan
daerah kabupaten/kota;
b.
pendanaan
urusan pemerintahan yang menjadi tanggung jawab bersama;
c.
pembiayaan
bersama atas kerja sama antardaerah; dan
d.
pinjaman
dan/atau hibah antarpemerintahan daerah.
(3) Hubungan dalam bidang keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Pasal 16
(1) Hubungan dalam bidang pelayanan umum antara Pemerintah dan pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) dan ayat (5) meliputi:
a. kewenangan, tanggung jawab, dan penentuan standar pelayanan minimal;
b. pengalokasian pendanaan pelayanan umum yang menjadi kewenangan daerah; dan
c. fasilitasi pelaksanaan kerja sama antarpemerintahan daerah dalam penyelenggaraan pelayanan umum.
(2) Hubungan dalam bidang pelayanan umum antarpemerintahan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) dan ayat (5) meliputi:
a. pelaksanaan bidang pelayanan umum yang menjadi kewenangan daerah;
b. kerja ...
b. kerja sama antarpemerintahan daerah dalam penyelenggaraan pelayanan umum; dan
c. pengelolaan perizinan bersama bidang pelayanan umum.
(3) Hubungan dalam bidang pelayanan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Pasal 17
(1) Hubungan dalam bidang pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara Pemerintah dan pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) dan ayat (5) meliputi:
a. kewenangan, tanggung jawab, pemanfaatan, pemeliharaan, pengendalian dampak, budidaya, dan pelestarian;
b. bagi hasil atas pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya; dan
c. penyerasian lingkungan dan tata ruang serta rehabilitasi lahan.
(2) Hubungan dalam bidang pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya
lainnya antarpemerintahan daerah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) dan ayat (5) meliputi:
a. pelaksanaan pemanfaatan sumber daya alam dan
sumber daya lainnya yang menjadi
kewenangan daerah;
b. kerja sama dan bagi hasil atas pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antarpemerintahan daerah; dan
c. pengelolaan perizinan bersama dalam pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya.
(3) Hubungan ...
(3) Hubungan dalam bidang
pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Pasal 18
(1) Daerah yang memiliki wilayah laut diberikan kewenangan untuk mengelola sumber daya di wilayah laut.
(2) Daerah mendapatkan bagi hasil atas pengelolaan sumber daya alam di bawah dasar dan/atau di dasar laut sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Kewenangan daerah untuk mengelola sumber daya
di wilayah laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a.
eksplorasi,
eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut;
b.
pengaturan
administratif;
c.
pengaturan
tata ruang;
d.
penegakan
hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh daerah atau yang dilimpahkan
kewenangannya oleh Pemerintah;
e.
ikut
serta dalam pemeliharaan keamanan; dan
f.
ikut
serta dalam pertahanan kedaulatan negara.
(4) Kewenangan untuk mengelola
sumber daya di wilayah laut sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling jauh 12
(dua belas) mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke
arah perairan kepulauan untuk provinsi dan 1/3 (sepertiga) dari wilayah
kewenangan provinsi untuk kabupaten/kota.
(5) Apabila ...
(5) Apabila wilayah laut
antara 2 (dua) provinsi kurang dari 24 (dua puluh empat) mil, kewenangan untuk
mengelola sumber daya di wilayah laut dibagi sama jarak atau diukur sesuai prinsip garis
tengah dari wilayah antar 2 (dua) provinsi tersebut, dan untuk kabupaten/kota
memperoleh 1/3 (sepertiga) dari wilayah kewenangan provinsi dimaksud.
(6) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
dan ayat (5) tidak berlaku terhadap penangkapan ikan oleh nelayan kecil.
(7) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur lebih lanjut dalam peraturan perundang-undangan.
BAB IV
PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN
Bagian Kesatu
Penyelenggara Pemerintahan
Pasal 19
(1) Penyelenggara pemerintahan adalah Presiden dibantu oleh 1 (satu) orang wakil Presiden, dan oleh menteri negara.
(2) Penyelenggara pemerintahan daerah adalah pemerintah daerah dan DPRD.
Bagian Kedua
Asas
Penyelenggaraan Pemerintahan
Pasal 20
(1) Penyelenggaraan pemerintahan berpedoman pada Asas Umum Penyelenggaraan Negara yang terdiri atas:
a. asas ...
a.
asas kepastian hukum;
b.
asas tertib penyelenggara negara;
c.
asas kepentingan umum;
d.
asas keterbukaan;
e.
asas proporsionalitas;
f.
asas profesionalitas;
g.
asas
akuntabilitas;
h.
asas
efisiensi; dan
i.
asas
efektivitas.
(2) Dalam menyelenggarakan pemerintahan, Pemerintah mengguna-kan asas desentralisasi, tugas pembantuan, dan dekonsentrasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah, pemerintahan daerah menggunakan asas otonomi dan tugas pembantuan.
Bagian Ketiga
Hak dan Kewajiban Daerah
Pasal 21
Dalam menyelenggarakan otonomi, daerah
mempunyai hak:
a. mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahannya;
b. memilih pimpinan daerah;
c. mengelola aparatur daerah;
d. mengelola kekayaan daerah;
e. memungut pajak daerah dan retribusi
daerah;
f. mendapatkan bagi hasil dari
pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya lainnya yang berada di daerah;
g. mendapatkan
...
g. mendapatkan sumber-sumber
pendapatan lain yang sah; dan
h. mendapatkan hak lainnya yang diatur
dalam peraturan perundang-undangan.
Pasal 22
Dalam menyelenggarakan otonomi, daerah
mempunyai kewajiban:
a. melindungi masyarakat, menjaga
persatuan, kesatuan dan kerukunan nasional, serta keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia;
b. meningkatkan kualitas kehidupan
masyarakat;
c. mengembangkan kehidupan demokrasi;
d. mewujudkan keadilan dan pemerataan;
e. meningkatkan pelayanan dasar
pendidikan;
f. menyediakan fasilitas pelayanan
kesehatan;
g. menyediakan fasilitas sosial dan
fasilitas umum yang layak;
h. mengembangkan sistem jaminan
sosial;
i.
menyusun
perencanaan dan tata ruang daerah;
j.
mengembangkan
sumber daya produktif di daerah;
k. melestarikan lingkungan hidup;
l.
mengelola
administrasi kependudukan;
m. melestarikan nilai sosial budaya;
n. membentuk dan menerapkan peraturan
perundang-undangan sesuai dengan kewenangannya; dan
o. kewajiban lain yang diatur dalam
peraturan perundang-undangan.
Pasal 23 ...
Pasal 23
(1) Hak dan kewajiban daerah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 22 diwujudkan dalam bentuk
rencana kerja pemerintahan daerah dan dijabarkan dalam bentuk pendapatan,
belanja, dan pembiayaan daerah yang dikelola dalam sistem pengelolaan keuangan
daerah.
(2) Pengelolaan keuangan daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara efisien, efektif,
transparan, akuntabel, tertib, adil, patut, dan taat pada peraturan
perundang-undangan.
Bagian Keempat
Pemerintah Daerah
Paragraf Kesatu
Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah
Pasal 24
(1) Setiap daerah dipimpin oleh kepala
pemerintah daerah yang disebut kepala daerah.
(2) Kepala daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) untuk provinsi disebut Gubernur, untuk kabupaten disebut bupati,
dan untuk kota disebut walikota.
(3) Kepala daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dibantu oleh satu orang
wakil kepala daerah.
(4) Wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) untuk provinsi disebut wakil Gubernur, untuk kabupaten disebut wakil bupati
dan untuk kota disebut wakil walikota.
(5) Kepala ...
(5) Kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dan ayat (3) dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat di
daerah yang bersangkutan.
Paragraf Kedua
Tugas dan Wewenang
serta Kewajiban
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
Pasal 25
Kepala
daerah mempunyai tugas dan wewenang:
a. memimpin penyelenggaraan
pemerintahan daerah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD;
b.
mengajukan rancangan Perda;
c. menetapkan
Perda yang telah mendapat persetujuan
bersama DPRD;
d.
menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang APBD
kepada DPRD untuk dibahas dan ditetapkan bersama;
e. mengupayakan terlaksananya
kewajiban daerah;
f.
mewakili
daerahnya di dalam dan di luar pengadilan, dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk
mewakilinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan
g.
melaksanakan
tugas dan wewenang lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 26
(1) Wakil kepala daerah mempunyai tugas:
a. membantu kepala daerah dalam
menyelenggarakan pemerintahan daerah;
b.
membantu ...
b.
membantu
kepala daerah dalam mengkoordinasikan kegiatan instansi vertikal di daerah,
menindaklanjuti laporan dan/atau temuan hasil pengawasan aparat pengawasan,
melaksanakan pemberdayaan perempuan dan pemuda, serta mengupayakan pengembangan
dan pelestarian sosial budaya dan lingkungan hidup;
c.
memantau
dan mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan kabupaten dan kota bagi wakil
kepala daerah provinsi;
d.
memantau
dan mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan di wilayah kecamatan, kelurahan
dan/atau desa bagi wakil kepala daerah kabupaten/kota;
e.
memberikan
saran dan pertimbangan kepada kepala daerah dalam penyelenggaraan kegiatan
pemerintah daerah;
f.
melaksanakan
tugas dan kewajiban pemerintahan lainnya yang diberikan oleh kepala daerah; dan
g.
melaksanakan
tugas dan wewenang kepala daerah apabila kepala daerah berhalangan.
(2) Dalam melaksanakan tugas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
wakil kepala daerah bertanggung
jawab kepada kepala daerah.
(3) Wakil kepala daerah menggantikan
kepala daerah sampai habis masa jabatannya apabila kepala daerah meninggal
dunia, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya selama
6 (enam) bulan secara terus menerus dalam masa jabatannya.
Pasal 27
(1) Dalam melaksanakan tugas
dan wewenang sebagaimana
dimaksud
...
dimaksud
dalam Pasal 25 dan Pasal 26, kepala daerah dan wakil kepala daerah mempunyai
kewajiban:
a. memegang teguh dan mengamalkan
Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia;
b. meningkatkan kesejahteraan rakyat;
c. memelihara ketenteraman dan
ketertiban masyarakat;
d. melaksanakan kehidupan demokrasi;
e. menaati dan menegakkan seluruh
peraturan perundang-undangan;
f. menjaga etika dan norma dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah;
g. memajukan dan mengembangkan daya saing daerah;
h. melaksanakan prinsip tata
pemerintahan yang bersih dan baik;
i.
melaksanakan
dan mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan daerah;
j.
menjalin
hubungan kerja dengan seluruh instansi vertikal di daerah dan semua perangkat
daerah;
k. menyampaikan rencana strategis
penyelenggaraan pemerintahan daerah di hadapan Rapat Paripurna DPRD.
(2) Selain mempunyai kewajiban
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepala daerah mempunyai kewajiban juga
untuk memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada Pemerintah,
dan memberikan laporan keterangan
pertanggungjawaban kepada DPRD,
serta menginformasikan
laporan
...
laporan
penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada masyarakat.
(3) Laporan penyelenggaraan
pemerintahan daerah kepada Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
disampaikan kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri untuk Gubernur, dan
kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur untuk Bupati/Walikota 1 (satu)
kali dalam 1 (satu) tahun.
(4) Laporan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) digunakan Pemerintah sebagai dasar
melakukan evaluasi penyelenggaraan pemerintahan daerah dan sebagai bahan
pembinaan lebih lanjut sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(5) Pelaksanaan
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4)
diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Paragraf Ketiga
Larangan bagi Kepala Daerah dan
Wakil
Kepala Daerah
Pasal 28
Kepala
daerah dan wakil kepala daerah dilarang:
a. membuat keputusan yang secara
khusus memberikan keuntungan bagi diri, anggota keluarga, kroni, golongan
tertentu, atau kelompok politiknya yang
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, merugikan kepentingan
umum, dan meresahkan sekelompok masyarakat, atau mendiskriminasikan warga
negara dan/atau golongan masyarakat lain;
b. turut serta dalam suatu perusahaan,
baik milik swasta maupun milik negara/daerah, atau dalam yayasan bidang apapun;
c.
melakukan ...
c. melakukan pekerjaan lain yang
memberikan keuntungan bagi dirinya, baik secara langsung maupun tidak langsung,
yang berhubungan dengan daerah yang bersangkutan;
d. melakukan korupsi, kolusi,
nepotisme, dan menerima uang, barang dan/atau jasa dari pihak lain yang
mempengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya;
e. menjadi advokat atau kuasa hukum dalam suatu perkara di
pengadilan selain yang dimaksud dalam Pasal 25 huruf f;
f.
menyalahgunakan wewenang dan melanggar sumpah/janji
jabatannya;
g.
merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya,
sebagai anggota DPRD sebagaimana yang ditetapkan dalam peraturan
perundang-undangan.
Paragraf
Keempat
Pemberhentian
Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah
(1) Kepala daerah dan/atau wakil kepala
daerah berhenti karena:
a.
meninggal
dunia;
b.
permintaan
sendiri; atau
c.
diberhentikan.
(2) Kepala daerah dan/atau wakil kepala
daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diberhentikan karena:
a.
berakhir
masa jabatannya dan telah dilantik pejabat yang baru;
b. tidak ...
b. tidak dapat melaksanakan tugas secara
berkelanjutan atau berhalangan tetap secara berturut-turut selama 6 (enam)
bulan;
c. tidak lagi memenuhi
syarat sebagai kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah;
d. dinyatakan melanggar
sumpah/janji jabatan kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah;
e. tidak melaksanakan
kewajiban kepala daerah dan/atau wakil
kepala daerah;
f. melanggar larangan bagi kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah.
a.
Pemberhentian
kepala daerah dan wakil kepala daerah diusulkan kepada Presiden berdasarkan
putusan Mahkamah Agung atas pendapat DPRD bahwa kepala daerah dan/atau wakil
kepala daerah dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan dan/atau tidak
melaksanakan kewajiban kepala daerah dan wakil kepala daerah;
b.
Pendapat
DPRD sebagaimana dimaksud pada huruf a diputuskan melalui Rapat Paripurna DPRD
yang dihadiri oleh
sekurang- ...
sekurang-kurangnya 3/4
(tiga perempat) dari jumlah anggota DPRD dan putusan diambil dengan
persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 (dua
pertiga) dari jumlah anggota DPRD yang hadir.
c.
Mahkamah
Agung wajib memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat DPRD tersebut paling
lambat 30 (tigapuluh) hari setelah permintaan DPRD itu diterima Mahkamah
Agung dan putusannya bersifat final.
d.
Apabila
Mahkamah Agung memutuskan bahwa kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah
terbukti melanggar sumpah/janji jabatan dan/atau tidak melaksanakan kewajiban,
DPRD menyelenggarakan Rapat Paripurna DPRD yang dihadiri oleh
sekurang-kurangnya 3/4 (tiga perempat) dari jumlah anggota DPRD dan putusan
diambil dengan persetujuan
sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota DPRD yang hadir
untuk memutuskan usul pemberhentian kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah
kepada Presiden.
e.
Presiden
wajib memroses usul pemberhentian kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah
tersebut paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak DPRD menyampaikan usul
tersebut.
Pasal 31
Pasal 32
(1)
Dalam hal kepala
daerah dan/atau wakil kepala daerah
menghadapi krisis kepercayaan publik yang meluas karena dugaan melakukan tindak
pidana dan melibatkan tanggung jawabnya, DPRD menggunakan hak angket untuk
menanggapinya.
(2) Penggunaan hak angket sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan setelah mendapatkan persetujuan Rapat
Paripurna DPRD yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3/4 (tiga perempat) dari
jumlah anggota DPRD
dan putusan diambil
dengan ...
dengan persetujuan
sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota DPRD yang hadir untuk
melakukan penyelidikan terhadap kepala
daerah dan/atau wakil kepala daerah.
(3) Dalam hal ditemukan bukti melakukan
tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), DPRD menyerahkan proses
penyelesaiannya kepada aparat penegak hukum sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(4) Apabila kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah dinyatakan bersalah karena
melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana penjara paling singkat 5 (lima)
tahun atau lebih berdasarkan putusan pengadilan yang belum memperoleh kekuatan
hukum tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (3), DPRD mengusulkan pemberhentian
sementara dengan keputusan DPRD.
(5) Berdasarkan keputusan DPRD
sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Presiden menetapkan pemberhentian sementara
kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah.
(6) Apabila kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah
dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (4), pimpinan DPRD
mengusulkan pemberhentian berdasarkan keputusan Rapat Paripurna DPRD yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3/4
(tiga perempat) dari jumlah anggota DPRD dan putusan diambil dengan persetujuan
sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota DPRD yang hadir.
(7) Berdasarkan keputusan DPRD
sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Presiden memberhentikan kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah.
Pasal 33 ...
Pasal 33
dilaksanakan ...
(4) Tata cara penetapan, kriteria
calon, dan masa jabatan penjabat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
Pasal 35
(3) Dalam ..
(3) Dalam hal kepala daerah dan wakil kepala daerah
berhenti atau diberhentikan secara bersamaan dalam masa jabatannya, Rapat
Paripurna DPRD memutuskan dan menugaskan KPUD untuk menyelenggarakan pemilihan
kepala daerah dan wakil kepala daerah paling lambat 6 (enam) bulan terhitung
sejak ditetapkannya penjabat kepala daerah.
(4) Dalam hal terjadi
kekosongan jabatan kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (3), sekretaris daerah melaksanakan tugas sehari-hari kepala daerah
sampai dengan Presiden mengangkat penjabat kepala daerah.
(5) Tata cara pengisian kekosongan,
persyaratan dan masa jabatan penjabat
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Paragraf Kelima
Tindakan Penyidikan
terhadap Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah
Pasal 36
(1) Tindakan penyelidikan dan
penyidikan terhadap kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah dilaksanakan
setelah adanya persetujuan tertulis dari Presiden atas permintaan penyidik.
(2) Dalam hal persetujuan
tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diberikan oleh Presiden dalam
waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari terhitung sejak diterimanya
permohonan, proses penyelidikan dan penyidikan dapat dilakukan.
(3) Tindakan ...
(3) Tindakan penyidikan yang
dilanjutkan dengan penahanan diperlukan persetujuan tertulis sesuai dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
(4) Hal-hal yang dikecualikan dari
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a.
tertangkap
tangan melakukan tindak pidana kejahatan; atau
b.
disangka
telah melakukan tindak pidana kejahatan yang
diancam dengan pidana mati, atau telah melakukan tindak pidana kejahatan
terhadap keamanan negara.
(5) Tindakan penyidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) setelah dilakukan wajib dilaporkan kepada Presiden
paling lambat dalam waktu 2 (dua) kali 24 (dua puluh empat) jam.
Paragraf Keenam
Tugas Gubernur sebagai Wakil Pemerintah
(1) Gubernur yang karena jabatannya
berkedudukan juga sebagai wakil Pemerintah di wilayah provinsi yang
bersangkutan.
(2) Dalam kedudukannya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Gubernur bertanggung jawab kepada Presiden.
Pasal 38
(1) Gubernur dalam kedudukannya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 memiliki tugas dan wewenang:
a. pembinaan dan pengawasan
penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota;
b. koordinasi ...
b. koordinasi penyelenggaraan urusan
Pemerintah di daerah provinsi dan kabupaten/kota;
c. koordinasi pembinaan dan pengawasan
penyelenggaraan tugas pembantuan di daerah provinsi dan kabupaten/kota.
(2) Pendanaan tugas dan wewenang
Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan kepada APBN.
(3) Kedudukan keuangan Gubernur
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
(4) Tata cara pelaksanaan tugas dan
wewenang Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
Bagian Kelima
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Paragraf
Kesatu
Umum
Pasal 39
Ketentuan
tentang DPRD sepanjang tidak diatur dalam Undang-Undang ini berlaku ketentuan Undang-Undang tentang
Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD.
Paragraf Kedua
Kedudukan dan Fungsi
DPRD merupakan
lembaga perwakilan rakyat daerah dan berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan
pemerintahan daerah.
Pasal 41 ...
Pasal 41
DPRD
memiliki fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan.
Paragraf Ketiga
Tugas dan Wewenang
Pasal 42
(1) DPRD mempunyai
tugas dan wewenang:
a.
membentuk
Perda yang dibahas dengan kepala daerah untuk mendapat persetujuan bersama;
b.
membahas dan menyetujui rancangan Perda tentang APBD bersama dengan kepala daerah;
c.
melaksanakan
pengawasan terhadap pelaksanaan Perda dan peraturan perundang-undangan lainnya,
peraturan kepala daerah, APBD, kebijakan pemerintah daerah dalam melaksanakan
program pembangunan daerah, dan kerja sama internasional di daerah;
d.
mengusulkan
pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah/wakil kepala daerah kepada
Presiden melalui Menteri Dalam Negeri bagi DPRD provinsi dan kepada Menteri
Dalam Negeri melalui Gubernur bagi DPRD kabupaten/kota;
e.
memilih
wakil kepala daerah dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil kepala daerah;
f.
memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah
daerah terhadap rencana perjanjian internasional di daerah;
g.
memberikan persetujuan
terhadap rencana kerja sama internasional yang dilakukan oleh pemerintah
daerah;
h. meminta ...
h.
meminta laporan keterangan pertanggungjawaban kepala
daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah;
i.
membentuk panitia pengawas pemilihan kepala daerah;
j.
melakukan pengawasan dan meminta laporan KPUD dalam
penyelenggaraan pemilihan kepala daerah;
k.
memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama
antardaerah dan dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah.
(2) Selain tugas
dan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), DPRD melaksanakan tugas dan
wewenang lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Paragraf Keempat
Hak dan Kewajiban
Pasal 43
(1) DPRD
mempunyai hak:
a.
interpelasi;
b. angket; dan
c. menyatakan pendapat.
(2) Pelaksanaan hak angket sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan setelah diajukan hak interpelasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan mendapatkan persetujuan dari
Rapat Paripurna DPRD yang dihadiri sekurang-kurangnya 3/4 (tiga perempat) dari
jumlah anggota DPRD dan putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya
2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota DPRD yang hadir.
(3) Dalam ...
(3) Dalam menggunakan hak angket
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibentuk panitia angket yang terdiri atas
semua unsur fraksi DPRD yang bekerja dalam waktu paling lama 60 (enam puluh)
hari telah menyampaikan hasil kerjanya kepada DPRD.
(4) Dalam melaksanakan tugasnya,
panitia angket sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat memanggil, mendengar,
dan memeriksa seseorang yang dianggap mengetahui atau patut mengetahui masalah
yang sedang diselidiki serta untuk meminta menunjukkan surat atau dokumen yang
berkaitan dengan hal yang sedang diselidiki.
(5) Setiap orang yang dipanggil,
didengar, dan diperiksa sebagaimana dimaksud pada ayat (5) wajib memenuhi
panggilan panitia angket kecuali ada alasan yang sah menurut peraturan
perundang-undangan.
(6) Dalam hal telah dipanggil dengan patut secara
berturut-turut tidak memenuhi panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (5),
panitia angket dapat memanggil secara paksa dengan bantuan Kepolisian Negara
Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(7) Seluruh hasil kerja panitia angket
bersifat rahasia.
(8) Tata cara penggunaan hak
interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat diatur dalam Peraturan
Tata Tertib DPRD yang berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
Pasal 44
(1) Anggota
DPRD mempunyai hak:
a.
mengajukan rancangan Perda;
b.
mengajukan pertanyaan;
c.
menyampaikan ...
c.
menyampaikan usul dan pendapat;
d.
memilih dan dipilih;
e.
membela
diri;
f.
imunitas;
g.
protokoler;
dan
h.
keuangan
dan administratif.
(2) Kedudukan protokoler dan
keuangan pimpinan dan anggota DPRD diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 45
Anggota DPRD mempunyai kewajiban:
a. mengamalkan Pancasila, melaksanakan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan menaati segala
peraturan perundang-undangan;
b.
melaksanakan
kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah;
c.
mempertahankan
dan memelihara kerukunan nasional serta keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia;
d.
memperjuangkan peningkatan kesejahteraan rakyat di
daerah;
e.
menyerap, menampung, menghimpun, dan menindaklanjuti
aspirasi masyarakat;
f.
mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan
pribadi, kelompok, dan golongan.
g.
memberikan pertanggungjawaban atas tugas dan kinerjanya
selaku anggota DPRD sebagai wujud tanggung jawab moral dan politis terhadap
daerah pemilihannya.
h.
menaati Peraturan Tata Tertib, Kode Etik, dan sumpah/janji anggota
DPRD;
i. menjaga …
i.
menjaga norma dan etika dalam hubungan kerja dengan
lembaga yang terkait.
Paragraf Kelima
Alat Kelengkapan DPRD
Pasal 46
(1) Alat
kelengkapan DPRD terdiri atas:
a.
pimpinan;
b.
komisi;
c.
panitia musyawarah;
d.
panitia anggaran;
e.
Badan Kehormatan; dan
f.
alat kelengkapan lain yang diperlukan.
(2) Pembentukan, susunan, tugas, dan
wewenang alat kelengkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam
Peraturan Tata Tertib DPRD dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
Pasal 47
(1) Badan Kehormatan DPRD dibentuk dan
ditetapkan dengan keputusan DPRD.
(2) Anggota Badan Kehormatan DPRD
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih dari dan oleh anggota DPRD dengan
ketentuan:
a. untuk
DPRD kabupaten/kota yang beranggotakan sampai dengan 34 (tiga puluh empat)
berjumlah 3 (tiga) orang, dan untuk DPRD yang beranggotakan 35 (tiga puluh
lima) sampai dengan 45 (empat puluh lima) berjumlah 5 (lima) orang.
b. untuk ...
b. untuk
DPRD provinsi yang beranggotakan sampai dengan 74 (tujuh puluh empat) berjumlah
5 (lima) orang, dan untuk DPRD yang beranggotakan 75 (tujuh puluh lima) sampai
dengan 100 (seratus) berjumlah 7 (tujuh) orang.
(3) Pimpinan Badan
Kehormatan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas seorang Ketua
dan seorang Wakil Ketua yang dipilih dari dan oleh anggota Badan Kehormatan.
(4) Badan
Kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibantu oleh sebuah sekretariat
yang secara fungsional dilaksanakan oleh Sekretariat DPRD.
Pasal 48
Badan
Kehormatan mempunyai tugas:
a.
mengamati,
mengevaluasi disiplin, etika, dan moral para anggota DPRD dalam rangka menjaga
martabat dan kehormatan sesuai dengan Kode Etik DPRD;
b.
meneliti
dugaan pelanggaran yang dilakukan anggota DPRD terhadap Peraturan Tata Tertib
dan Kode Etik DPRD serta sumpah/janji;
c.
melakukan
penyelidikan, verifikasi, dan klarifikasi atas pengaduan Pimpinan DPRD,
masyarakat dan/atau pemilih;
d.
menyampaikan
kesimpulan atas hasil penyelidikan, verifikasi, dan klarifikasi sebagaimana dimaksud pada huruf c sebagai
rekomendasi untuk ditindaklanjuti oleh DPRD.
Pasal
49
(1) DPRD wajib menyusun kode etik untuk menjaga
martabat dan kehormatan anggota DPRD dalam menjalankan tugas dan wewenangnya.
(2) Kode
...
(2) Kode
etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya meliputi:
a.
pengertian kode etik;
b.
tujuan kode etik;
c.
pengaturan sikap, tata kerja, dan tata hubungan
antarpenyelenggara pemerintahan daerah dan antaranggota serta antara anggota
DPRD dan pihak lain;
d.
hal yang baik dan sepantasnya dilakukan oleh anggota
DPRD;
e.
etika dalam penyampaian pendapat, tanggapan, jawaban,
sanggahan; dan
f.
sanksi dan rehabilitasi.
Pasal 50
(1) Setiap anggota DPRD wajib berhimpun
dalam fraksi.
(2) Jumlah anggota setiap fraksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya sama dengan jumlah komisi
di DPRD.
(3) Anggota DPRD sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dari 1 (satu) partai politik yang tidak memenuhi syarat untuk
membentuk 1 (satu) fraksi, wajib bergabung dengan fraksi yang ada atau
membentuk fraksi gabungan.
(4) Fraksi yang ada wajib menerima
anggota DPRD dari partai politik lain yang tidak memenuhi syarat untuk dapat
membentuk satu fraksi.
(5) Dalam hal fraksi gabungan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) setelah dibentuk, kemudian tidak lagi memenuhi syarat sebagai fraksi gabungan, seluruh anggota fraksi
gabungan tersebut wajib
bergabung ...
bergabung dengan fraksi
dan/atau fraksi gabungan lain yang memenuhi syarat.
(6) Parpol
yang memenuhi persyaratan untuk membentuk fraksi hanya dapat membentuk satu
fraksi.
(7) Fraksi
gabungan dapat dibentuk oleh partai politik dengan syarat sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dan ayat (5).
Pasal
51
(1) DPRD
provinsi yang beranggotakan 35 (tiga puluh lima) sampai dengan 75 (tujuh puluh
lima) orang membentuk 4 (empat) komi-si,
yang beranggotakan lebih dari 75 (tujuh puluh lima) orang membentuk 5 (lima)
komisi.
(2) DPRD
kabupaten/kota yang beranggotakan 20 (dua puluh) sampai dengan 35 (tiga puluh lima) orang membentuk 3 (tiga)
komisi, yang beranggotakan lebih dari 35 (tiga puluh lima) orang membentuk 4
(empat) komisi.
Pasal 52
(1) Anggota DPRD tidak dapat dituntut dihadapan
pengadilan karena pernyataan, pertanyaan
dan/atau pendapat yang dikemukakan secara lisan ataupun
tertulis dalam rapat DPRD, sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Tata
Tertib dan kode etik DPRD.
(2) Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal anggota yang
bersangkutan mengumumkan materi yang telah disepakati dalam rapat
tertutup untuk dirahasiakan,
atau ...
atau hal-hal
yang dimaksud oleh ketentuan mengenai pengumuman rahasia negara dalam peraturan
perundang-undangan.
(3) Anggota DPRD
tidak dapat diganti antarwaktu karena pernyataan, pertanyaan dan/atau pendapat
yang dikemukakan dalam rapat DPRD.
Pasal 53
(1) Tindakan penyidikan
terhadap anggota DPRD dilaksanakan setelah adanya persetujuan tertulis dari Menteri
Dalam Negeri atas nama Presiden bagi anggota DPRD provinsi dan dari Gubernur
atas nama Menteri Dalam Negeri bagi anggota DPRD kabupaten/kota.
(2) Dalam hal persetujuan
tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diberikan dalam waktu paling
lambat 60 (enam puluh) hari semenjak diterimanya permohonan, proses penyidikan
dapat dilakukan.
(3) Tindakan penyidikan yang
dilanjutkan dengan penahanan diperlukan persetujuan tertulis dengan cara
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
(4) Hal-hal yang dikecualikan
dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a.
tertangkap
tangan melakukan tindak pidana kejahatan; atau
b. disangka
melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati, atau tindak
pidana kejahatan terhadap keamanan negara.
(5)
Setelah ...
(5) Setelah tindakan
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan, tindakan penyidikan harus
dilaporkan kepada pejabat yang memberikan izin sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) paling lambat 2 (dua kali) 24 (dua
puluh empat) jam.
Bagian
Keenam
Larangan dan Pemberhentian Anggota DPRD
Pasal 54
(1) Anggota DPRD dilarang
merangkap jabatan sebagai:
a. pejabat negara lainnya;
b. hakim pada badan
peradilan;
c. pegawai negeri sipil,
anggota TNI/Polri, pegawai pada badan usaha milik negara, badan usaha milik
daerah dan/atau badan lain yang anggarannya bersumber dari APBN/APBD.
(2) Anggota DPRD dilarang melakukan
pekerjaan sebagai pejabat struktural pada lembaga pendidikan swasta, akuntan
publik, konsultan, advokat/pengacara, notaris, dokter praktik dan
pekerjaan lain yang ada hubungannya dengan tugas, wewenang, dan hak sebagai
anggota DPRD.
(3) Anggota DPRD dilarang
melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme.
(4) Anggota DPRD yang
melakukan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib melepaskan
pekerjaan tersebut selama menjadi anggota DPRD.
(5) Anggota DPRD yang tidak
memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) diberhentikan oleh pimpinan berdasarkan hasil pemeriksaan Badan
Kehormatan DPRD.
(6) Pelaksanaan ...
(6) Pelaksanaan ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5)
diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPRD yang berpedoman pada peraturan
perundang-undangan.
Bagian Ketujuh
Penggantian Antarwaktu Anggota DPRD
Pasal 55
(1) Anggota DPRD berhenti
antarwaktu sebagai anggota karena:
a. meninggal dunia;
b. mengundurkan diri atas
permintaan sendiri secara tertulis; dan
c. diusulkan oleh partai politik yang
bersangkutan.
(2) Anggota DPRD diberhentikan antarwaktu, karena:
a. tidak
dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap secara
berturut-turut selama 6 (enam) bulan;
b. tidak
lagi memenuhi syarat sebagai anggota
DPRD;
c. dinyatakan
melanggar sumpah/janji jabatan, dan/atau melanggar kode etik DPRD;
d. tidak
melaksanakan kewajiban anggota DPRD;
e.
melanggar larangan bagi anggota DPRD;
f. dinyatakan
bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap karena melanggar tindak pidana dengan
ancaman pidana paling singkat 5 (lima) tahun penjara atau lebih.
(3)
Pemberhentian ...
(3) Pemberhentian anggota
DPRD yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) disampaikan oleh Pimpinan DPRD kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur
bagi anggota DPRD provinsi dan kepada Gubernur melalui Bupati/Walikota bagi
anggota DPRD kabupaten/kota untuk diresmikan pemberhentiannya.
(4) Pemberhentian anggota
DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan
huruf e dilaksanakan setelah ada keputusan DPRD berdasarkan rekomendasi dari
Badan Kehormatan DPRD.
(5) Pelaksanaan ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur
dalam Peraturan Tata Tertib DPRD berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedelapan
Paragraf Kesatu
Pemilihan
Pasal 56
(1) Kepala daerah dan wakil
kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara
demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
(2) Pasangan calon sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik.
Pasal 57 ...
Pasal 57
(1) Pemilihan kepala daerah dan wakil
kepala daerah diselenggarakan oleh KPUD yang bertanggungjawab kepada DPRD.
(2) Dalam melaksanakan tugasnya, KPUD
menyampaikan laporan penyelenggaraan pemilihan
kepala daerah dan wakil kepala daerah kepada DPRD.
(3) Dalam mengawasi penyelenggaraan
pemilihan kepala daerah dan wakil
kepala daerah, dibentuk panitia pengawas pemilihan kepala daerah
dan wakil kepala daerah yang keanggotaannya terdiri atas unsur
kepolisian, kejaksaan, perguruan tinggi, pers, dan tokoh masyarakat.
(4) Anggota panitia pengawas
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berjumlah 5 (lima) orang untuk provinsi, 5
(lima) orang untuk kabupaten/kota dan 3 (tiga) orang untuk kecamatan.
(5) Panitia pengawas kecamatan
diusulkan oleh panitia pengawas kabupaten/kota untuk ditetapkan oleh DPRD.
(6) Dalam hal tidak didapatkan unsur
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), panitia pengawas kabupaten/kota/kecamatan
dapat diisi oleh unsur yang lainnya.
(7) Panitia pengawas pemilihan kepala
daerah dan wakil kepala daerah dibentuk oleh
dan bertanggungjawab kepada DPRD dan berkewajiban menyampaikan
laporannya.
Pasal
58
Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah adalah warga negara Republik Indonesia
yang memenuhi syarat:
a. bertakwa ...
a.
bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b.
setia
kepada Pancasila sebagai Dasar Negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945, dan kepada Negara
Kesatuan Republik Indonesia serta
Pemerintah;
c.
berpendidikan
sekurang-kurangnya sekolah lanjutan tingkat atas dan/atau sederajat;
d.
berusia
sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun;
e.
sehat
jasmani dan rohani berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan menyeluruh dari tim
dokter;
f.
tidak
pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau lebih;
g.
tidak
sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap;
h.
mengenal
daerahnya dan dikenal oleh masyarakat di daerahnya;
i.
menyerahkan
daftar kekayaan pribadi dan bersedia untuk diumumkan;
j.
tidak
sedang memiliki tanggungan utang secara perseorangan dan/atau secara badan
hukum yang menjadi tanggungjawabnya yang merugikan keuangan negara.
k.
tidak
sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap;
l.
tidak
pernah melakukan perbuatan tercela;
m.
memiliki
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau bagi yang belum mempunyai NPWP wajib
mempunyai bukti pembayaran pajak;
n. menyerahkan
n.
menyerahkan
daftar riwayat hidup lengkap yang memuat antara lain riwayat pendidikan dan
pekerjaan serta keluarga kandung, suami atau istri;
o.
belum
pernah menjabat sebagai kepala daerah
atau wakil kepala daerah selama 2 (dua) kali masa
jabatan dalam jabatan yang sama; dan
p.
tidak
dalam status sebagai penjabat kepala daerah.
Pasal
59
(1) Peserta
pemilihan kepala daerah dan wakil kepala
daerah adalah pasangan calon yang diusulkan secara berpasangan oleh partai
politik atau gabungan partai politik.
(2) Partai politik atau gabungan partai politik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mendaftarkan pasangan calon apabila
memenuhi persyaratan perolehan sekurang-kurangnya 15% (lima belas persen) dari jumlah kursi DPRD atau 15% (lima belas
persen) dari akumulasi perolehan suara sah dalam Pemilihan Umum anggota DPRD di
daerah yang bersangkutan.
a. surat ...
a. surat pencalonan yang ditandatangani oleh pimpinan partai
politik atau pimpinan partai politik yang bergabung;
b. kesepakatan tertulis antarpartai politik yang bergabung untuk
mencalonkan pasangan calon;
c. surat pernyataan tidak
akan menarik pencalonan atas pasangan
yang dicalonkan yang ditandatangani oleh pimpinan partai politik atau para
pimpinan partai politik yang bergabung;
d. surat pernyataan kesediaan yang bersangkutan sebagai calon kepala daerah dan
wakil kepala daerah secara berpasangan;
e. surat pernyataan tidak akan mengundurkan diri
sebagai pasangan calon;
f. surat
pernyataan kesanggupan mengundurkan diri dari jabatan apabila terpilih menjadi
kepala daerah atau wakil kepala daerah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan;
g. surat
pernyataan mengundurkan diri dari jabatan negeri bagi calon yang berasal dari
pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia, dan anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia;
h. surat
pernyataan tidak aktif dari jabatannya bagi pimpinan DPRD tempat yang
bersangkutan menjadi calon di daerah yang menjadi wilayah kerjanya;
i. surat
pemberitahuan kepada pimpinan bagi anggota DPR,
DPD, dan DPRD yang mencalonkan diri sebagai calon kepala daerah dan
wakil kepala daerah;
j. kelengkapan
persyaratan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58; dan
k. naskah
...
k. naskah visi, misi, dan
program dari pasangan calon secara tertulis.
(6) Partai politik atau
gabungan partai politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat
mengusulkan satu pasangan calon dan pasangan calon tersebut tidak dapat
diusulkan lagi oleh partai politik atau gabungan partai politik lainnya.
(7) Masa pendaftaran
pasangan calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 7 (tujuh) hari
terhitung sejak pengumuman pendaftaran pasangan calon.
Pasal
60
(1) Pasangan calon sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 59 ayat (1) diteliti persyaratan administrasinya dengan melakukan
klarifikasi kepada instansi pemerintah yang berwenang dan menerima masukan dari
masyarakat terhadap persyaratan pasangan calon.
(2) Hasil penelitian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diberitahukan secara tertulis kepada pimpinan partai
politik atau gabungan partai politik yang mengusulkan, paling lambat 7 (tujuh)
hari terhitung sejak tanggal penutupan pendaftaran.
(3) Apabila pasangan calon belum
memenuhi syarat atau ditolak karena tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 58 dan/atau Pasal 59, partai
politik atau gabungan partai politik yang mengajukan calon diberi kesempatan
untuk melengkapi dan/atau memperbaiki surat pencalonan beserta persyaratan
pasangan calon atau mengajukan calon baru paling lambat 7 (tujuh) hari sejak
saat pemberitahuan hasil penelitian persyaratan oleh KPUD.
(4) KPUD ...
(4) KPUD melakukan penelitian ulang
kelengkapan dan atau perbaikan persyaratan pasangan calon sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) dan sekaligus memberitahukan hasil penelitian tersebut paling
lambat 7 (tujuh) hari kepada pimpinan partai politik atau gabungan partai
politik yang mengusulkan.
(5) Apabila hasil penelitian berkas
pasangan calon sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak memenuhi syarat dan
ditolak oleh KPUD, partai politik dan atau gabungan
partai politik, tidak dapat lagi mengajukan pasangan calon.
(1) Berdasarkan hasil penelitian
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (2) dan ayat (4), KPUD menetapkan
pasangan calon paling kurang 2 (dua) pasangan calon yang dituangkan dalam
Berita Acara Penetapan pasangan calon.
(2) Pasangan calon yang telah
ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diumumkan secara luas paling
lambat 7 (tujuh) hari sejak selesainya penelitian.
(3) Terhadap pasangan calon yang telah
ditetapkan dan diumumkan, selanjutnya dilakukan undian secara terbuka untuk
menetapkan nomor urut pasangan calon.
(4) Penetapan dan pengumuman pasangan
calon sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bersifat final dan mengikat.
Pasal
62
(1) Partai politik atau gabungan partai
politik dilarang menarik calonnya dan/atau pasangan calonnya, dan pasangan
calon atau
salah ...
salah seorang dari pasangan calon dilarang
mengundurkan diri terhitung sejak ditetapkan sebagai pasangan calon oleh KPUD.
(2) Apabila partai politik atau
gabungan partai politik menarik calonnya dan/atau pasangan calon dan/atau salah
seorang dari pasangan calon mengundurkan diri sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), partai politik atau gabungan partai politik yang mencalonkan tidak dapat
mengusulkan calon pengganti.
Pasal
63
(1) Dalam hal salah satu calon atau
pasangan calon berhalangan tetap sejak penetapan calon sampai pada saat
dimulainya hari kampanye, partai politik atau gabungan partai politik yang
pasangan calonnya berhalangan tetap dapat mengusulkan pasangan calon pengganti
paling lambat 3 (tiga) hari sejak pasangan calon berhalangan tetap dan KPUD melakukan
penelitian persyaratan administrasi dan menetapkan pasangan calon pengganti
paling lambat 4 (empat) hari sejak pasangan calon pengganti didaftarkan.
(2) Dalam hal salah 1 (satu) calon atau
pasangan calon berhalangan tetap pada saat dimulainya kampanye sampai hari
pemungutan suara dan masih terdapat 2 (dua) pasangan calon atau lebih, tahapan
pelaksanaan pemilihan kepala daerah
dan wakil kepala daerah dilanjutkan dan pasangan calon
yang berhalangan tetap tidak dapat diganti serta dinyatakan gugur.
(3) Dalam hal salah satu calon atau
pasangan calon berhalangan tetap pada saat dimulainya kampanye sampai hari
pemungutan suara sehingga jumlah pasangan calon kurang dari 2 (dua)
pasangan, tahapan pelaksanaan
pemilihan kepala daerah
dan
wakil ...
wakil
kepala daerah ditunda paling lambat 30 (tiga puluh) hari dan partai
politik atau gabungan partai politik yang pasangan calonnya berhalangan tetap
mengusulkan pasangan calon pengganti paling lambat 3 (tiga) hari sejak pasangan
calon berhalangan tetap dan KPUD melakukan penelitian persyaratan administrasi
dan menetapkan pasangan calon pengganti paling lambat 4 (empat) hari sejak
pasangan calon pengganti didaftarkan.
Pasal
64
(1) Dalam hal salah satu calon atau
pasangan calon berhalangan tetap setelah pemungutan suara putaran pertama
sampai dimulainya hari pemungutan suara putaran kedua, tahapan pelaksanaan
pemilihan kepala daerah dan wakil
kepala daerah ditunda paling lambat 30 (tiga puluh) hari.
(2) Partai politik atau gabungan partai
politik yang pasangan calonnya berhalangan tetap mengusulkan pasangan calon
pengganti paling lambat 3 (tiga) hari sejak pasangan calon berhalangan tetap
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan KPUD melakukan penelitian persyaratan
administrasi dan menetapkan pasangan calon
pengganti paling lambat 4 (empat) hari sejak pasangan calon pengganti
didaftarkan.
Pasal 65
(1) Pemilihan
kepala daerah dan wakil kepala daerah dilaksanakan melalui masa
persiapan, dan tahap pelaksanaan.
(2) Masa ...
(2) Masa
persiapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a.
Pemberitahuan
DPRD kepada kepala daerah mengenai berakhirnya masa jabatan;
b.
Pemberitahuan
DPRD kepada KPUD mengenai berakhirnya masa jabatan kepala daerah;
c.
Perencanaan
penyelenggaraan, meliputi penetapan tata cara dan jadwal tahapan pelaksanaan
pemilihan kepala daerah;
d.
Pembentukan
Panitia Pengawas, PPK, PPS dan KPPS;
e.
Pemberitahuan
dan pendaftaran pemantau.
(3) Tahap
pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a.
Penetapan
daftar pemilih;
b.
Pendaftaran
dan Penetapan calon kepala daerah/ wakil kepala daerah;
c.
Kampanye;
d.
Pemungutan
suara;
e.
Penghitungan
suara; dan
f.
Penetapan
pasangan calon kepala daerah/ wakil kepala daerah terpilih, pengesahan, dan
pelantikan.
(4) Tata cara pelaksanaan masa persiapan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan tahap pelaksanaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) diatur KPUD dengan
berpedoman pada Peraturan Pemerintah.
(1) Tugas dan wewenang KPUD dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil
kepala daerah adalah:
a. merencanakan ...
a. merencanakan penyelenggaraan
pemilihan kepala daerah dan wakil kepala
daerah;
b. menetapkan tata cara pelaksanaan
pemilihan kepala daerah dan wakil kepala
daerah sesuai dengan tahapan yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan;
c. mengkoordinasikan,
menyelenggarakan, dan mengendalikan semua tahapan pelaksanaan pemilihan kepala
daerah dan wakil kepala daerah;
d. menetapkan tanggal dan tata cara pelaksanaan kampanye,
serta pemungutan suara pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah;
e. meneliti
persyaratan partai politik atau gabungan partai politik yang mengusulkan calon;
f.
meneliti persyaratan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang diusulkan;
g.
menetapkan pasangan calon yang telah memenuhi persyaratan;
h.
menerima pendaftaran dan mengumumkan tim kampanye;
i.
mengumumkan laporan sumbangan dana kampanye;
j.
menetapkan
hasil rekapitulasi penghitungan suara dan mengumumkan hasil pemilihan kepala
daerah dan wakil kepala daerah;
k.
melakukan
evaluasi dan pelaporan pelaksanaan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah;
l.
melaksanakan
tugas dan wewenang lain yang diatur oleh peraturan perundang-undangan;
m.
menetapkan kantor akuntan publik untuk mengaudit dana
kampanye dan mengumumkan hasil audit.
(2) Dalam ...
(2) Dalam penyelenggaran pemilihan gubernur dan
wakil gubernur KPUD kabupaten/kota adalah bagian pelaksana tahapan
penyelenggaraan pemilihan yang ditetapkan oleh KPUD provinsi.
(3) Tugas dan wewenang DPRD dalam penyelenggaraan
pemilihan kepala daerah dan wakil
kepala daerah adalah:
a.
memberitahukan
kepada kepala daerah mengenai akan
berakhirnya masa jabatan;
b.
mengusulkan
pemberhentian kepala daerah dan wakil
kepala daerah yang berakhir masa jabatannya dan mengusulkan pengangkatan kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih;
c.
melakukan
pengawasan pada semua tahapan pelaksanaan pemilihan;
d.
membentuk
panitia pengawas;
e.
meminta
pertanggungjawaban pelaksanaan tugas KPUD; dan
f.
menyelenggarakan
rapat paripurna untuk mendengarkan penyampaian visi, misi, dan program dari
pasangan calon kepala daerah dan wakil
kepala daerah.
(4) Panitia pengawas pemilihan mempunyai tugas dan wewenang:
a.
mengawasi
semua tahapan penyelenggaraan pemilihan
kepala daerah dan wakil kepala daerah;
b.
menerima
laporan pelanggaran peraturan perundang-undangan pemilihan kepala daerah dan wakil
kepala daerah;
c.
menyelesaikan
sengketa yang timbul dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil
kepala daerah;
d. meneruskan
...
d.
meneruskan
temuan dan laporan yang tidak dapat diselesaikan kepada instansi yang
berwenang; dan
e.
mengatur
hubungan koordinasi antar panitia pengawasan pada semua tingkatan.
(1) KPUD berkewajiban:
a.
memperlakukan
pasangan calon secara adil dan setara;
b.
menetapkan
standarisasi serta kebutuhan barang dan jasa yang berkaitan dengan
penyelenggaraan pemilihan kepala daerah
dan wakil kepala daerah berdasarkan
peraturan perundang-undangan;
c.
menyampaikan
laporan kepada DPRD untuk setiap tahap pelaksanaan pemilihan dan menyampaikan
informasi kegiatannya kepada masyarakat ;
d.
memelihara
arsip dan dokumen pemilihan serta mengelola barang inventaris milik KPUD
berdasarkan peraturan perundang-undangan;
e.
mempertanggungjawabkan
penggunaan anggaran kepada DPRD;
f.
melaksanakan
semua tahapan pemilihan kepala daerah
dan wakil kepala daerah secara tepat waktu.
Paragraf Kedua
Penetapan Pemilih
Pasal 68
Warga negara
Republik Indonesia yang pada hari pemungutan suara
pemilihan ...
pemilihan kepala
daerah dan wakil kepala daerah sudah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau
sudah/pernah kawin mempunyai hak memilih.
Pasal
69
(1) Untuk
dapat menggunakan hak memilih, warga negara Republik Indonesia harus terdaftar
sebagai pemilih.
(2) Untuk dapat didaftar
sebagai pemilih, warga negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) harus memenuhi syarat:
a. nyata-nyata tidak sedang
terganggu jiwa/ingatannya;
b. tidak sedang dicabut hak
pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
(3) Seorang warga negara Republik Indonesia yang
telah terdaftar dalam daftar pemilih ternyata tidak lagi memenuhi syarat
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat menggunakan hak memilihnya.
Pasal 70
(1)
Daftar
pemilih pada saat pelaksanaan pemilihan umum terakhir di daerah digunakan
sebagai daftar pemilih untuk pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah.
(2)
Daftar
pemilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah dengan daftar pemilih
tambahan yang telah memenuhi persyaratan sebagai pemilih ditetapkan sebagai
daftar pemilih sementara.
Pasal 71 ...
Pasal 71
Pemilih
yang telah terdaftar sebagai pemilih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 diberi
tanda bukti pendaftaran untuk ditukarkan dengan kartu pemilih untuk setiap
pemungutan suara.
Pasal 72
(1) Seorang pemilih hanya didaftar 1
(satu) kali dalam daftar pemilih.
(2) Apabila seorang pemilih mempunyai
lebih dari 1 (satu) tempat tinggal, pemilih tersebut harus menentukan satu di
antaranya untuk ditetapkan sebagai tempat tinggal yang dicantumkan dalam daftar
pemilih.
Pasal 73
(1) Pemilih yang telah terdaftar dalam
daftar pemilih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 kemudian berpindah
tempat tinggal atau karena ingin menggunakan hak pilihnya di tempat lain,
pemilih yang bersangkutan harus melapor
kepada PPS setempat.
(2) PPS sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) mencatat nama pemilih dari daftar pemilih dan memberikan surat keterangan
pindah tempat memilih.
(3) Pemilih melaporkan
kepindahannya kepada PPS di tempat
pemilihan yang baru.
(4) Pemilih terdaftar yang karena
sesuatu hal terpaksa tidak dapat menggunakan hak pilihnya di TPS yang sudah
ditetapkan, yang bersangkutan dapat menggunakan hak pilihnya di tempat lain
dengan menunjukkan kartu pemilih.
Pasal 74 ...
Pasal 74
(1) Berdasarkan daftar pemilih
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 dan Pasal 73 PPS menyusun dan menetapkan
daftar pemilih sementara.
(2) Daftar pemilih sementara
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diumumkan oleh PPS untuk mendapat tanggapan
masyarakat.
(3) Pemilih yang belum terdaftar dalam
daftar pemilih sementara dapat mendaftarkan diri ke PPS dan dicatat dalam
daftar pemilih tambahan.
(4) Daftar pemilih sementara dan daftar
pemilih tambahan ditetapkan sebagai daftar pemilih tetap.
(5) Daftar pemilih tetap disahkan dan
diumumkan oleh PPS.
(6) Tata cara pelaksanaan pendaftaran pemilih ditetapkan
oleh KPUD.
Paragraf
Ketiga
Kampanye
Pasal
75
(1) Kampanye
dilaksanakan sebagai bagian dari penyelenggaraan pemilihan kepala daerah
dan wakil kepala daerah.
(2) Kampanye
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan selama 14 (empat belas) hari dan
berakhir 3 (tiga) hari sebelum hari pemungutan suara.
(3) Kampanye sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diselenggarakan oleh tim kampanye yang dibentuk oleh pasangan calon
bersama-sama partai politik atau gabungan partai politik yang mengusulkan
pasangan calon.
(4) Tim ...
(4) Tim kampanye sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) didaftarkan ke KPUD bersamaan dengan pendaftaran pasangan calon.
(5) Kampanye sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan secara bersama-sama atau secara terpisah oleh pasangan calon
dan/atau oleh tim kampanye.
(6) Penanggung jawab kampanye adalah
pasangan calon, yang pelaksanaannya dipertanggungjawabkan oleh tim kampanye.
(7) Tim kampanye dapat dibentuk secara
berjenjang di provinsi, kabupaten/kota bagi pasangan calon Gubernur dan Wakil
Gubernur dan kabupaten/kota dan kecamatan bagi pasangan calon Bupati/Wakil
Bupati dan Walikota/Wakil Walikota.
(8) Dalam
kampanye, rakyat mempunyai kebebasan untuk menghadiri kampanye.
(9) Jadwal pelaksanaan kampanye
ditetapkan oleh KPUD dengan memperhatikan usul dari pasangan calon.
Pasal
76
(1) Kampanye dapat dilaksanakan
melalui:
a.
pertemuan
terbatas;
b.
tatap muka dan dialog;
c.
penyebaran melalui media cetak dan media elektronik;
d.
penyiaran melalui radio dan/atau televisi;
e.
penyebaran
bahan kampanye kepada umum;
f.
pemasangan alat peraga di tempat umum;
g.
rapat
umum;
h.
debat publik/debat terbuka antarcalon; dan/atau
i.
kegiatan lain yang tidak melanggar
peraturan perundang-undangan.
(2) Pasangan
...
(2) Pasangan calon
wajib menyampaikan visi, misi, dan program secara lisan maupun tertulis kepada
masyarakat.
(3) Calon kepala
daerah dan wakil kepala daerah berhak untuk mendapatkan informasi atau data
dari pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
(4) Penyampaian
materi kampanye dilakukan dengan cara yang sopan, tertib, dan bersifat
edukatif.
(5) Penyelenggaraan
kampanye dilakukan di seluruh wilayah provinsi untuk pemilihan gubernur dan
wakil gubernur dan diseluruh wilayah kabupaten/kota untuk pemilihan bupati
dan wakil bupati dan walikota dan wakil walikota.
Pasal 77
(1)
Media cetak dan media elektronik memberikan kesempatan
yang sama kepada pasangan calon untuk menyampaikan tema dan materi kampanye.
(2) Media
elektronik dan media cetak wajib memberikan kesempatan yang sama kepada
pasangan calon untuk memasang iklan pemilihan
kepala daerah dan wakil kepala daerah dalam rangka kampanye.
(3)
Pemerintah daerah
memberikan kesempatan yang sama kepada pasangan calon untuk menggunakan
fasilitas umum.
(4)
Semua yang hadir dalam pertemuan terbatas atau rapat umum
yang diadakan oleh pasangan calon hanya dibenarkan membawa atau menggunakan
tanda gambar dan/atau atribut pasangan calon yang bersangkutan.
(5) KPUD ...
(5)
KPUD berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk menetapkan lokasi pemasangan alat
peraga untuk keperluan kampanye.
(6)
Pemasangan alat peraga kampanye sebagaimana dimaksud pada
ayat (5) oleh pasangan calon dilaksanakan dengan memper-timbangkan etika,
estetika, kebersihan, dan keindahan kota atau kawasan setempat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
(7)
Pemasangan alat peraga kampanye pada tempat yang menjadi
milik perseorangan atau badan swasta harus seizin pemilik tempat tersebut.
(8)
Alat peraga kampanye harus sudah dibersihkan paling
lambat 3 (tiga) hari sebelum hari pemungutan suara.
Pasal 78
Dalam
kampanye dilarang:
a.
mempersoalkan dasar negara Pancasila dan Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b.
menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan,
calon kepala daerah/wakil kepala daerah dan/atau partai politik;
c.
menghasut atau mengadu domba partai politik,
perseorangan, dan/atau kelompok masyarakat;
d.
menggunakan kekerasan, ancaman kekerasan atau
menganjurkan penggunaan kekerasan kepada perseorangan, kelompok masyarakat
dan/atau partai politik;
e.
mengganggu
keamanan, ketenteraman, dan ketertiban umum;
f.
mengancam
dan menganjurkan penggunaan kekerasan untuk mengambil alih kekuasaan dari
pemerintahan yang sah;
g. merusak ...
g.
merusak
dan/atau menghilangkan alat peraga kampanye pasangan calon lain;
h.
menggunakan fasilitas dan anggaran pemerintah dan
pemerintah daerah;
i.
menggunakan tempat ibadah dan tempat pendidikan; dan
j.
melakukan
pawai atau arak-arakan yang dilakukan dengan berjalan kaki dan/atau dengan
kendaraan di jalan raya.
Pasal 79
(1) Dalam kampanye, dilarang
melibatkan:
a.
hakim
pada semua peradilan;
b.
pejabat
BUMN/BUMD;
c.
pejabat struktural dan fungsional dalam jabatan negeri;
d.
kepala desa.
(2)
Larangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku apabila pejabat tersebut
menjadi calon kepala daerah dan wakil
kepala daerah.
(3)
Pejabat negara yang menjadi calon kepala daerah dan wakil
kepala daerah dalam melaksanakan kampanye harus memenuhi ketentuan:
a.
tidak menggunakan fasilitas yang terkait dengan
jabatannya;
b.
menjalani cuti di luar tanggungan negara; dan
c.
pengaturan lama cuti dan jadwal cuti dengan memperhatikan
keberlangsungan tugas penyelenggaraan pemerintahan daerah.
(4) Pasangan ...
(4)
Pasangan calon dilarang melibatkan pegawai negeri sipil,
anggota Tentara Nasional Indonesia, dan anggota Kepolisian Negara Republik
Indonesia sebagai peserta kampanye dan juru kampanye dalam pemilihan kepala daerah dan wakil
kepala daerah.
Pasal 80
Pejabat negara,
pejabat struktural dan fungsional dalam jabatan negeri, dan kepala desa
dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan
salah satu pasangan
calon selama masa kampanye.
Pasal 81
(1) Pelanggaran atas ketentuan larangan
pelaksanaan kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 huruf a, huruf b,
huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f, merupakan tindak pidana dan dikenai
sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2)
Pelanggaran
atas ketentuan larangan pelaksanaan kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal
78 huruf g, huruf h, huruf i dan huruf
j, yang merupakan pelanggaran tata cara kampanye dikenai sanksi:
a.
peringatan
tertulis apabila penyelenggara kampanye melanggar larangan walaupun belum
terjadi gangguan;
b.
penghentian
kegiatan kampanye di tempat terjadinya pelanggaran atau di seluruh daerah
pemilihan yang bersangkutan apabila terjadi gangguan terhadap keamanan yang
berpotensi menyebar ke daerah pemilihan lain.
(3) Tata
...
(3)
Tata cara pengenaan sanksi terhadap pelanggaran larangan
pelaksanaan kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh KPUD.
(4)
Pelanggaran
atas ketentuan larangan pelaksanaan kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal
79 dikenai sanksi penghentian kampanye selama masa kampanye oleh KPUD.
Pasal
82
(1) Pasangan calon dan/atau tim
kampanye dilarang menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya
untuk mempengaruhi pemilih.
(2) Pasangan calon dan/atau tim
kampanye yang terbukti melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap
dikenai sanksi pembatalan sebagai pasangan calon oleh DPRD.
Pasal
83
(1)
Dana kampanye dapat diperoleh dari:
a. pasangan calon;
b. partai
politik dan/atau gabungan partai politik yang mengusulkan;
c. sumbangan
pihak-pihak lain yang tidak mengikat yang meliputi sumbangan perseorangan
dan/atau badan hukum swasta.
(2) Pasangan calon wajib memiliki
rekening khusus dana kampanye dan rekening yang dimaksud didaftarkan kepada
KPUD.
(3) Sumbangan
...
(3) Sumbangan dana kampanye sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c dari perseorangan dilarang melebihi Rp
50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan dari badan hukum swasta dilarang
melebihi Rp 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah).
(4) Pasangan calon dapat menerima
dan/atau menyetujui pembiayaan bukan dalam bentuk uang secara langsung untuk
kegiatan kampanye.
(5) Sumbangan kepada pasangan calon
yang lebih dari Rp 2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah) baik dalam
bentuk uang maupun bukan dalam bentuk uang yang dapat dikonversikan ke dalam
nilai uang wajib dilaporkan kepada KPUD mengenai jumlah dan identitas pemberi
sumbangan.
(6) Laporan sumbangan dana kampanye
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dan ayat (5) disampaikan oleh pasangan
calon kepada KPUD dalam waktu 1 (satu) hari sebelum masa kampanye dimulai dan 1
(satu) hari sesudah masa kampanye berakhir.
(7) KPUD mengumumkan melalui media
massa laporan sumbangan dana kampanye setiap pasangan calon sebagaimana
dimaksud pada ayat (6) kepada masyarakat satu hari setelah menerima laporan
dari pasangan calon.
Pasal
84
(1) Dana kampanye digunakan oleh
pasangan calon, yang teknis pelaksanaannya dilakukan oleh tim kampanye.
(2) Dana kampanye sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) wajib dilaporkan oleh pasangan calon kepada KPUD paling lambat 3
(tiga) hari setelah hari pemungutan suara.
(3) KPUD
...
(3) KPUD wajib menyerahkan laporan dana
kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada kantor akuntan publik paling
lambat 2 (dua) hari setelah KPUD menerima laporan dana kampanye dari pasangan
calon.
(4) Kantor akuntan publik wajib
menyelesaikan audit paling lambat 15 (lima belas) hari setelah diterimanya
laporan dana kampanye dari KPUD.
(5) Hasil audit sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) diumumkan oleh KPUD paling lambat 3 (tiga) hari setelah KPUD
menerima laporan hasil audit dari kantor akuntan publik.
(6) Laporan dana
kampanye yang diterima KPUD wajib dipelihara dan terbuka untuk umum.
Pasal
85
(1)
Pasangan calon dilarang menerima sumbangan atau bantuan
lain untuk kampanye yang berasal dari:
a.
negara
asing, lembaga swasta asing, lembaga swadaya masyarakat asing dan warga negara
asing;
b.
penyumbang
atau pemberi bantuan yang tidak jelas identitasnya;
c.
pemerintah,
BUMN, dan BUMD.
(2) Pasangan calon yang menerima
sumbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dibenarkan menggunakan dana
tersebut dan wajib melaporkannya kepada KPUD
paling lambat 14 (empat belas) hari setelah masa kampanye berakhir dan
menyerahkan sumbangan tersebut kepada kas daerah.
(3) Pasangan
...
(3) Pasangan calon yang melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi pembatalan sebagai
pasangan calon oleh KPUD.
Paragraf
Keempat
Pemungutan
Suara
Pasal 86
(1) Pemungutan suara pemilihan pasangan
calon kepala daerah dan wakil
kepala daerah diselenggarakan paling lambat 1 (satu) bulan sebelum masa
jabatan kepala daerah berakhir.
(2) Pemungutan suara dilakukan dengan
memberikan suara melalui surat suara yang berisi nomor, foto, dan nama pasangan
calon.
(3) Pemungutan suara dilakukan pada
hari libur atau hari yang diliburkan.
Pasal
87
(1) Jumlah surat suara sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 86 ayat (2) dicetak sama dengan jumlah pemilih tetap dan
ditambah 2,5% (dua setengah perseratus) dari jumlah pemilih tersebut.
(2) Tambahan surat suara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai cadangan di setiap TPS untuk mengganti
surat suara pemilih yang keliru memilih pilihannya serta surat suara yang
rusak.
(3) Penggunaan tambahan surat suara
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuatkan berita acara.
Pasal 88 ...
Pasal
88
Pemberian suara
untuk pemilihan kepala daerah dan wakil
kepala daerah dilakukan dengan mencoblos salah satu pasangan calon dalam
surat suara.
Pasal
89
(1) Pemilih tunanetra, tunadaksa, atau
yang mempunyai halangan fisik lain pada saat memberikan suaranya di TPS dapat
dibantu oleh petugas KPPS atau orang lain atas permintaan pemilih.
(2) Petugas KPPS atau orang lain yang
membantu pemilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib merahasiakan pilihan
pemilih yang dibantunya.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai
pemberian bantuan kepada pemilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 90
(1) Jumlah pemilih di setiap TPS
sebanyak-banyaknya 300 (tiga ratus) orang.
(2) TPS sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) ditentukan lokasinya di tempat yang mudah dijangkau, termasuk oleh
penyandang cacat, serta menjamin setiap pemilih dapat memberikan suaranya secara
langsung, bebas, dan rahasia.
(3) Jumlah, lokasi, bentuk, dan tata
letak TPS ditetapkan oleh KPUD.
Pasal 91 ...
Pasal 91
(1) Untuk keperluan pemungutan suara
dalam pemilihan kepala daerah dan wakil
kepala daerah disediakan kotak suara sebagai tempat surat suara yang
digunakan oleh pemilih.
(2) Jumlah, bahan, bentuk, ukuran, dan
warna kotak suara sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditetapkan oleh KPUD dengan
berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
Pasal
92
(1) Sebelum melaksanakan pemungutan
suara, KPPS melakukan:
a.
pembukaan
kotak suara;
b.
pengeluaran
seluruh isi kotak suara;
c.
pengidentifikasian
jenis dokumen dan peralatan; serta
d.
penghitungan
jumlah setiap jenis dokumen dan peralatan.
(2) Kegiatan KPPS sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat dihadiri oleh saksi dari pasangan calon, panitia pengawas,
pemantau, dan warga masyarakat.
(3) Kegiatan KPPS sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dibuatkan berita acara yang ditandatangani oleh Ketua KPPS, dan
sekurang-kurangnya 2 (dua) anggota KPPS dan dapat ditandatangani oleh saksi
dari pasangan calon.
Pasal
93
(1) Setelah melakukan kegiatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 92, KPPS memberikan penjelasan mengenai tata cara
pemungutan suara.
(2) Dalam memberikan suara, pemilih
diberi kesempatan oleh KPPS berdasarkan prinsip urutan kehadiran pemilih.
(3) Apabila
...
(3) Apabila menerima surat suara yang
ternyata rusak, pemilih dapat meminta surat suara pengganti kepada KPPS,
kemudian KPPS memberikan surat suara pengganti hanya satu kali.
(4) Apabila
terdapat kekeliruan dalam cara memberikan suara, pemilih dapat meminta surat
suara pengganti kepada KPPS, kemudian KPPS memberikan surat suara pengganti
hanya satu kali.
(5) Penentuan waktu dimulai dan
berakhirnya pemungutan suara ditetapkan oleh KPUD.
Pasal 94
(1) Pemilih yang telah
memberikan suara di TPS diberi tanda khusus oleh KPPS.
(2) Tanda khusus sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh KPUD dengan berpedoman pada Peraturan
Pemerintah.
Pasal 95
Suara untuk
pemilihan kepala daerah dan wakil
kepala daerah dinyatakan sah apabila:
a.
surat
suara ditandatangani oleh Ketua KPPS; dan
b.
tanda
coblos hanya terdapat pada 1 (satu) kotak segi empat yang memuat satu pasangan
calon; atau
c.
tanda
coblos terdapat dalam salah satu kotak segi empat yang memuat nomor, foto dan
nama pasangan calon yang telah ditentukan; atau
d.
tanda
coblos lebih dari satu, tetapi masih di dalam salah satu kotak segi empat yang
memuat nomor, foto dan nama pasangan calon; atau
e. tanda ...
e.
tanda
coblos terdapat pada salah satu garis kotak segi empat yang memuat nomor, foto
dan nama pasangan calon.
Pasal 96
(1) Penghitungan suara di TPS dilakukan
oleh KPPS setelah pemungutan suara berakhir.
(2) Sebelum penghitungan suara dimulai,
KPPS menghitung:
a.
jumlah
pemilih yang memberikan suara berdasarkan salinan daftar pemilih tetap untuk
TPS;
b.
jumlah
pemilih dari TPS lain;
c.
jumlah
surat suara yang tidak terpakai; dan
d.
jumlah
surat suara yang dikembalikan oleh pemilih karena rusak atau keliru dicoblos.
(3) Penggunaan surat suara tambahan
dibuatkan berita acara yang ditandatangani oleh Ketua KPPS dan
sekurang-kurangnya 2 (dua) anggota KPPS.
(4) Penghitungan suara dilakukan dan
selesai di TPS oleh KPPS dan dapat dihadiri oleh saksi pasangan calon, panitia
pengawas, pemantau, dan warga masyarakat.
(5) Saksi pasangan calon harus membawa
surat mandat dari tim kampanye yang bersangkutan dan menyerahkannya kepada
Ketua KPPS.
(6) Penghitungan suara dilakukan dengan
cara yang memungkinkan saksi pasangan calon, panitia pengawas, pemantau, dan
warga masyarakat yang hadir dapat menyaksikan secara jelas proses penghitungan
suara.
(7) Pasangan ...
(7) Pasangan calon dan warga masyarakat
melalui saksi pasangan calon yang hadir dapat mengajukan keberatan terhadap
jalannya penghitungan suara oleh KPPS apabila ternyata terdapat hal-hal yang
tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(8) Dalam hal keberatan yang diajukan
oleh saksi pasangan calon atau warga masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat
(7) dapat diterima, KPPS seketika itu juga mengadakan pembetulan.
(9) Segera setelah selesai penghitungan
suara di TPS, KPPS membuat berita acara dan sertifikat hasil penghitungan suara
yang ditandatangani oleh ketua dan sekurang-kurangnya 2 (dua) orang anggota
KPPS serta dapat ditandatangani oleh saksi pasangan calon.
(10)
KPPS
memberikan 1 (satu) eksemplar salinan berita acara dan sertifikat hasil
penghitungan suara kepada saksi pasangan calon yang hadir dan menempelkan 1
(satu) eksemplar sertifikat hasil penghitungan suara di tempat umum.
(11)
KPPS
menyerahkan berita acara, sertifikat hasil penghitungan suara, surat suara, dan
alat kelengkapan administrasi pemungutan dan penghitungan suara kepada PPS
segera setelah selesai penghitungan suara.
Pasal
97
(1) Setelah menerima berita acara dan
sertifikat hasil penghitungan suara, PPS membuat berita acara penerimaan dan
melakukan rekapitulasi jumlah suara untuk tingkat desa/kelurahan dan dapat
dihadiri oleh saksi pasangan calon, panitia pengawas, pemantau, dan warga
masyarakat.
(2) Saksi ...
(2) Saksi pasangan calon harus membawa
surat mandat dari Tim Kampanye yang bersangkutan dan menyerahkannya kepada PPS.
(3) Pasangan calon dan warga masyarakat
melalui saksi pasangan calon yang hadir dapat mengajukan keberatan terhadap
jalannya penghitungan suara oleh PPS apabila ternyata terdapat hal-hal yang
tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(4) Dalam hal keberatan yang diajukan
oleh saksi pasangan calon atau warga masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) dapat diterima, PPS seketika itu juga mengadakan pembetulan.
(5) Setelah selesai melakukan
rekapitulasi hasil penghitungan suara di semua TPS dalam wilayah kerja
desa/kelurahan yang bersangkutan, PPS membuat berita acara dan sertifikat
rekapitulasi hasil penghitungan suara yang ditandatangani oleh ketua dan paling
sedikit 2 (dua) orang anggota PPS serta ditandatangani oleh saksi pasangan
calon.
(6) PPS wajib memberikan 1 (satu)
eksemplar salinan berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara
di PPS kepada saksi pasangan calon yang hadir dan menempelkan 1 (satu)
eksemplar sertifikat hasil penghitungan suara di tempat umum .
(7) PPS wajib menyerahkan 1 (satu)
eksemplar berkas berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan
suara di PPS kepada PPK setempat.
Pasal
98
(1) Setelah menerima berita acara dan
sertifikat hasil penghitungan suara, PPK membuat berita
acara penerimaan dan
melakukan
rekapitulasi ...
rekapitulasi jumlah
suara untuk tingkat kecamatan dan dapat dihadiri oleh saksi pasangan calon,
panitia pengawas, pemantau, dan warga masyarakat.
(2) Saksi pasangan calon harus membawa
surat mandat dari Tim Kampanye yang bersangkutan dan menyerahkannya kepada PPK.
(3) Pasangan calon dan warga masyarakat
melalui saksi pasangan calon yang hadir dapat mengajukan keberatan terhadap
jalannya penghitungan suara oleh PPK apabila ternyata terdapat hal-hal yang
tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(4) Dalam hal keberatan yang diajukan
oleh atau melalui saksi pasangan calon, sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dapat diterima, PPK seketika itu juga mengadakan pembetulan.
(5) Setelah selesai melakukan
rekapitulasi hasil penghitungan suara di semua PPS dalam wilayah kerja
kecamatan yang bersangkutan, PPK membuat berita acara dan sertifikat
rekapitulasi hasil penghitungan suara yang ditandatangani oleh ketua dan
sekurang-kurangnya 2 (dua) orang anggota PPK serta ditandatangani oleh saksi
pasangan calon.
(6) PPK wajib memberikan 1 (satu)
eksemplar salinan berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan
suara di PPK kepada saksi pasangan calon yang hadir dan menempelkan 1 (satu)
eksemplar sertifikat hasil penghitungan suara di tempat umum.
(7) PPK wajib menyerahkan 1 (satu)
eksemplar berkas berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan
suara di PPK kepada KPU kabupaten/kota.
Pasal
99 ...
Pasal 99
(1) Setelah menerima berita acara dan
sertifikat hasil penghitungan suara, KPU kabupaten/kota membuat berita acara
penerimaan dan melakukan rekapitulasi jumlah suara untuk tingkat kabupaten/kota
dan dapat dihadiri oleh saksi pasangan calon, panitia pengawas, pemantau, dan
warga masyarakat.
(2) Saksi pasangan calon harus membawa
surat mandat dari Tim Kampanye yang bersangkutan dan menyerahkannya kepada KPU
kabupaten/kota.
(3) Pasangan calon dan warga masyarakat
melalui saksi pasangan calon yang hadir dapat mengajukan keberatan terhadap
jalannya penghitungan suara oleh KPU kabupaten/kota apabila ternyata terdapat
hal-hal yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(4) Dalam hal keberatan yang diajukan
oleh atau melalui saksi pasangan calon, sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dapat diterima, KPU kabupaten/kota seketika itu juga mengadakan pembetulan.
(5) Setelah selesai melakukan
rekapitulasi hasil penghitungan suara di semua PPK dalam wilayah kerja
kecamatan yang bersangkutan, KPU kabupaten/kota membuat berita acara dan
sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara yang ditandatangani oleh ketua
dan sekurang-kurangnya 2 (dua) orang anggota KPU kabupaten/kota serta
ditandatangani oleh saksi pasangan calon.
(6) KPU kabupaten/kota wajib memberikan
1 (satu) eksemplar salinan berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil
penghitungan
suara ...
suara di KPU
kabupaten/kota kepada saksi pasangan calon yang hadir dan menempelkan 1 (satu)
eksemplar sertifikat hasil penghitungan suara di tempat umum.
(7) KPU kabupaten/kota wajib
menyerahkan 1 (satu) eksemplar berkas berita acara dan sertifikat rekapitulasi
hasil penghitungan suara di KPU kabupaten/kota kepada KPU provinsi.
Pasal 100
(1) Dalam hal pemilihan kepala daerah
dan wakil kepala daerah kabupaten/kota, berita acara dan rekapitulasi hasil
penghitungan suara selanjutnya diputuskan dalam pleno KPU kabupaten/kota untuk
menetapkan pasangan calon terpilih.
(2) Penetapan pasangan calon terpilih
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada DPRD kabupaten/kota untuk
diproses pengesahan dan pengangkatannya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 101
(1) Setelah menerima berita acara dan
sertifikat hasil penghitungan suara, KPU provinsi membuat berita acara
penerimaan dan melakukan rekapitulasi jumlah suara untuk tingkat provinsi dan
dapat dihadiri oleh saksi pasangan calon, panitia pengawas, pemantau, dan warga
masyarakat.
(2) Saksi pasangan calon harus membawa
surat mandat dari Tim Kampanye yang bersangkutan dan menyerahkannya kepada KPU
provinsi.
(3) Pasangan calon dan warga masyarakat
melalui saksi pasangan calon yang hadir dapat mengajukan keberatan terhadap jalannya
penghitungan ...
penghitungan suara oleh
KPU provinsi apabila ternyata terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
(4) Dalam hal keberatan yang diajukan
oleh atau melalui saksi pasangan calon, sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dapat diterima, KPU provinsi seketika itu juga mengadakan pembetulan.
(5) Setelah selesai melakukan
rekapitulasi hasil penghitungan suara di semua KPU kabupaten/kota, KPU provinsi
membuat berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara yang
ditandatangani oleh ketua dan sekurang-kurangnya 2 (dua) orang anggota KPU
provinsi serta ditandatangani oleh saksi pasangan calon.
(6) KPU provinsi wajib memberikan 1
(satu) eksemplar salinan berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil
penghitungan suara di KPU provinsi kepada saksi pasangan calon yang hadir dan
menempelkan 1 (satu) eksemplar sertifikat hasil penghitungan suara di tempat
umum.
Pasal 102
(1) Berita acara dan rekapitulasi hasil
penghitungan suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 ayat (5) selanjutnya
diputuskan dalam pleno KPU provinsi untuk menetapkan pasangan calon terpilih.
(2) Penetapan pasangan calon terpilih
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh KPU provinsi disampaikan kepada DPRD
provinsi untuk diproses pengesahan pengangkatannya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 103 ...
Pasal 103
(1) Penghitungan ulang surat suara di
TPS dilakukan apabila dari hasil penelitian dan pemeriksaan terbukti terdapat
satu atau lebih penyimpangan sebagai berikut:
a.
penghitungan
suara dilakukan secara tertutup;
b.
penghitungan
suara dilakukan di tempat yang kurang penerangan cahaya;
c.
saksi
pasangan calon, panitia pengawas, pemantau, dan warga masyarakat tidak dapat
menyaksikan proses penghitungan suara secara jelas;
d.
penghitungan
suara dilakukan di tempat lain di luar tempat dan waktu yang telah ditentukan;
dan/atau
e.
terjadi
ketidakkonsistenan dalam menentukan surat suara yang sah dan surat suara yang
tidak sah.
(2) Penghitungan ulang surat suara
dilakukan pada tingkat PPS apabila terjadi perbedaan data jumlah suara dari
TPS.
(3) Penghitungan ulang surat suara
dilakukan pada tingkat PPK apabila terjadi perbedaan data jumlah suara dari
PPS.
(4) Apabila terjadi perbedaan data
jumlah suara pada tingkat KPU Kabupaten/Kota, dan KPU Provinsi, dilakukan
pengecekan ulang terhadap sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara pada
1 (satu) tingkat di bawahnya.
Pasal
104
(1) Pemungutan suara di TPS dapat
diulang apabila terjadi kerusuhan yang mengakibatkan hasil pemungutan suara
tidak dapat digunakan atau penghitungan suara tidak dapat dilakukan.
(2)
Pemungutan ...
(2)
Pemungutan
suara di TPS dapat diulang apabila dari hasil penelitian dan pemeriksaan
Panitia Pengawas Kecamatan terbukti terdapat satu atau lebih dari keadaan
sebagai berikut:
a.
pembukaan
kotak suara dan/atau berkas pemungutan dan penghitungan suara tidak dilakukan
menurut tata cara yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan;
b.
petugas KPPS
meminta pemilih memberi tanda khusus, menandatangani, atau
menulis nama atau alamatnya pada surat suara yang sudah digunakan;
c.
lebih
dari seorang pemilih menggunakan hak pilih lebih dari satu kali pada TPS yang
sama atau TPS yang berbeda;
d.
petugas
KPPS merusak lebih dari satu surat suara yang sudah digunakan oleh pemilih
sehingga surat suara tersebut menjadi tidak sah; dan/atau
e.
lebih
dari seorang pemilih yang tidak terdaftar sebagai pemilih mendapat kesempatan
memberikan suara pada TPS.
Pasal 105
Penghitungan suara
dan pemungutan suara ulang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 dan Pasal 104 diputuskan oleh PPK dan
dilaksanakan selambat-lambatnya 7
(tujuh) hari sesudah hari pemungutan suara.
Pasal
106
(1) Keberatan terhadap penetapan hasil pemilihan
kepala daerah dan wakil kepala daerah hanya dapat diajukan oleh pasangan calon
kepada Mahkamah Agung dalam waktu
paling lambat 3 (tiga)
hari ...
hari
setelah penetapan hasil pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah.
(2) Keberatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya berkenaan dengan hasil penghitungan
suara yang mempengaruhi terpilihnya pasangan calon.
(3) Pengajuan
keberatan kepada Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan
kepada pengadilan tinggi untuk pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah
provinsi dan kepada pengadilan negeri untuk pemilihan kepala daerah dan wakil
kepala daerah kabupaten/kota.
(4) Mahkamah
Agung memutus sengketa hasil penghitungan suara sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) paling lambat 14 (empat
belas) hari sejak diterimanya permohonan keberatan oleh Pengadilan
Negeri/Pengadilan Tinggi/ Mahkamah Agung.
(5) Putusan Mahkamah Agung
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) bersifat final dan mengikat.
(6) Mahkamah Agung dalam
melaksanakan kewenangannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
mendelegasikan kepada Pengadilan Tinggi untuk memutus sengketa hasil
penghitungan suara pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah
kabupaten dan kota.
(7) Putusan Pengadilan Tinggi
sebagaimana dimaksud pada ayat (6) bersifat final.
Paragraf
...
Paragraf Kelima
Penetapan Calon Terpilih dan Pelantikan
Pasal 107
(1) Pasangan calon kepala daerah dan
wakil kepala daerah yang memperoleh suara lebih dari 50 % (lima puluh persen)
jumlah suara sah ditetapkan sebagai pasangan calon terpilih.
(2) Apabila ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak terpenuhi,
pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang memperoleh
suara lebih dari 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah suara sah, pasangan
calon yang perolehan suaranya terbesar dinyatakan sebagai pasangan calon
terpilih.
(3) Dalam hal pasangan calon yang
perolehan suara terbesar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdapat lebih dari
satu pasangan calon yang perolehan suaranya sama, penentuan pasangan calon
terpilih dilakukan berdasarkan wilayah perolehan suara yang lebih luas.
(4) Apabila ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) tidak terpenuhi, atau tidak ada yang mencapai 25 % (dua
puluh lima persen) dari jumlah suara sah, dilakukan pemilihan putaran kedua
yang diikuti oleh pemenang pertama dan pemenang kedua.
(5) Apabila pemenang pertama
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diperoleh dua pasangan calon, kedua pasangan calon tersebut berhak mengikuti
pemilihan putaran kedua.
(6) Apabila pemenang pertama
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diperoleh
oleh tiga pasangan
calon atau lebih,
penentuan
peringkat ...
peringkat pertama dan
kedua dilakukan berdasarkan wilayah perolehan suara yang lebih luas.
(7) Apabila pemenang kedua sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) diperoleh oleh lebih dari satu pasangan calon,
penentuannya dilakukan berdasarkan wilayah perolehan suara yang lebih luas.
(8) Pasangan calon kepala daerah dan
wakil kepala daerah yang memperoleh suara terbanyak pada putaran kedua
dinyatakan sebagai pasangan calon terpilih.
Pasal
108
(1) Dalam hal calon wakil kepala daerah
terpilih berhalangan tetap, calon kepala daerah terpilih dilantik menjadi
kepala daerah.
(2) Kepala daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) mengusulkan dua calon
wakil kepala daerah kepada DPRD untuk dipilih.
(3) Dalam hal calon kepala daerah
terpilih berhalangan tetap, calon wakil kepala daerah terpilih dilantik menjadi
kepala daerah.
(4) Kepala daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) mengusulkan dua calon
wakil kepala daerah kepada DPRD untuk dipilih.
(5) Dalam hal pasangan calon terpilih
berhalangan tetap, partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan
calonnya meraih suara terbanyak pertama dan kedua mengusulkan pasangan calon kepada DPRD untuk
dipilih menjadi kepala daerah dan wakil kepala daerah selambat-lambatnya dalam
waktu 60 (enam puluh) hari.
(6)
Untuk ...
(6) Untuk memilih wakil
kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4), pemilihannya
dilakukan selambat-lambatnya dalam waktu 60 (enam puluh) hari.
Pasal 109
(1) Pengesahan pengangkatan pasangan
calon Gubernur dan wakil Gubernur
terpilih dilakukan oleh Presiden selambat-lambatnya dalam waktu 30 (tiga puluh)
hari.
(2) Pengesahan pengangkatan pasangan calon bupati
dan wakil bupati atau walikota dan wakil walikota terpilih dilakukan oleh
Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden selambat-lambatnya dalam waktu 30 (tiga
puluh) hari.
(3) Pasangan calon Gubernur dan wakil Gubernur terpilih diusulkan oleh DPRD
provinsi, selambat-lambatnya dalam waktu 3 (tiga) hari, kepada Presiden melalui
Menteri Dalam Negeri berdasarkan berita acara penetapan pasangan calon terpilih
dari KPU provinsi untuk mendapatkan pengesahan pengangkatan.
(4) Pasangan calon bupati dan wakil bupati atau walikota dan wakil walikota diusulkan oleh DPRD
kabupaten/kota, selambat-lambatnya dalam waktu 3 (tiga) hari, kepada Menteri
Dalam Negeri melalui Gubernur berdasarkan berita acara penetapan pasangan calon
terpilih dari KPU kabupaten/kota untuk mendapatkan pengesahan pengangkatan.
Pasal 110
(1) Kepala daerah dan wakil kepala
daerah sebelum memangku jabatannya dilantik dengan mengucapkan sumpah/janji
yang dipandu oleh pejabat yang melantik.
(2) Sumpah/janji ...
(2) Sumpah/janji kepala daerah dan
wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai berikut:
“Demi Allah (Tuhan), saya bersumpah/berjanji akan
memenuhi kewajiban saya sebagai kepala
daerah/ wakil kepala daerah dengan
sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 dan menjalankan segala undang-undang dan
peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada masyarakat, nusa dan
bangsa.”
(3) Kepala
daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memegang
jabatan selama 5 (lima) tahun terhitung sejak pelantikan dan sesudahnya dapat
dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan.
(1) Gubernur dan wakil Gubernur dilantik oleh Menteri Dalam
Negeri atas nama Presiden.
(2) Bupati dan wakil bupati atau walikota dan wakil walikota
dilantik oleh Gubernur atas nama Presiden.
(3) Pelantikan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan dalam Rapat Paripurna DPRD.
(4) Tata cara pelantikan dan
pengaturan selanjutnya diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Biaya kegiatan
Pemilihan kepala daerah dan wakil
kepala daerah dibebankan pada
APBD.
Paragraf ...
Pemantauan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
Pasal 113
(1) Pemantauan pemilihan
kepala daerah dan wakil kepala
daerah dapat dilakukan oleh pemantau pemilihan yang meliputi lembaga swadaya masyarakat, dan badan
hukum dalam negeri.
(2) Pemantau pemilihan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) harus memenuhi persyaratan yang meliputi:
a.
bersifat
independen; dan
b.
mempunyai
sumber dana yang jelas.
(3) Pemantau pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) harus mendaftarkan dan memperoleh akreditasi dari KPUD.
Pasal
114
(1) Pemantau pemilihan wajib
menyampaikan laporan hasil pemantauannya kepada
KPUD paling lambat 7 (tujuh) hari
setelah pelantikan kepala daerah
dan wakil kepala daerah terpilih.
(2) Pemantau pemilihan wajib mematuhi
segala peraturan perundang-undangan.
(3) Pemantau pemilihan yang tidak
memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan/atau tidak lagi
memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113 dicabut haknya
sebagai pemantau pemilihan dan/atau dikenai sanksi sesuai peraturan
perundang-undangan.
(4) Tata ...
(4) Tata cara untuk menjadi pemantau
pemilihan dan pemantauan pemilihan serta pencabutan hak sebagai pemantau diatur
dalam Peraturan Pemerintah.
Paragraf Ketujuh
Ketentuan Pidana
Pemilihan Kepala Daerah
dan Wakil Kepala Daerah
Pasal 115
(1) Setiap orang yang dengan
sengaja memberikan keterangan yang tidak benar mengenai diri sendiri atau diri
orang lain tentang suatu hal yang diperlukan untuk pengisian daftar pemilih,
diancam dengan pidana penjara paling singkat
15 (lima belas) hari dan paling
lama 3 (tiga) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 100.000,00 (seratus ribu
rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah).
(2) Setiap orang yang dengan
sengaja menyebabkan orang lain kehilangan hak pilihnya dan orang yang
kehilangan hak pilihnya tersebut mengadukan, diancam dengan pidana penjara paling
singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling
sedikit Rp. 200.000,00 (dua ratus ribu rupiah) dan paling banyak Rp.
2.000.000,00 (dua juta rupiah).
(3) Setiap orang yang dengan
sengaja memalsukan surat yang menurut suatu aturan dalam Undang-Undang ini
diperlukan untuk menjalankan suatu perbuatan dengan maksud untuk digunakan
sendiri atau orang lain sebagai seolah-olah surat sah atau tidak dipalsukan,
diancam dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 18 (delapan belas) bulan
dan/atau ...
dan/atau denda paling
sedikit Rp. 600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) dan paling banyak Rp.
6.000.000,00 (enam juta rupiah).
(4) Setiap orang yang dengan
sengaja dan mengetahui bahwa suatu surat sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
adalah tidak sah atau dipalsukan, menggunakannya, atau menyuruh orang lain
menggunakannya sebagai surat sah, diancam dengan pidana penjara paling singkat
3 (tiga) bulan dan paling lama 18 (delapan belas) bulan dan/atau denda paling
sedikit Rp. 600.000,00 (enam ratus ribu
rupiah) dan paling banyak Rp 6.000.000,00 (enam juta rupiah).
(5) Setiap orang yang dengan
kekerasan atau dengan ancaman kekuasaan yang ada padanya saat pendaftaran
pemilih menghalang-halangi seseorang untuk terdaftar sebagai pemilih dalam
Pemilihan kepala daerah menurut
undang-undang ini, diancam dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan
dan paling lama 18 (delapan belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp.
600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) dan paling banyak Rp. 6.000.000,00 (enam
juta rupiah).
(6) Setiap orang yang dengan
sengaja memberikan keterangan yang tidak benar atau menggunakan surat palsu
seolah-olah sebagai surat yang sah tentang suatu hal yang diperlukan bagi
persyaratan untuk menjadi Pasangan calon
kepala daerah/wakil kepala
daerah, diancam dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan atau paling lama 18 (delapan belas) bulan
dan/atau denda paling sedikit Rp. 600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) dan
paling banyak Rp. 6.000.000,00 (enam
juta rupiah).
Pasal 116
...
Pasal 116
(1) Setiap orang yang dengan sengaja
melakukan kampanye di luar jadwal waktu yang telah ditetapkan oleh KPUD untuk
masing-masing pasangan calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2)
diancam dengan pidana penjara paling singkat 15 (lima belas) hari atau paling
lama 3 (tiga) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp100.000,00 (seratus ribu
rupiah) atau paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
(2) Setiap orang yang dengan sengaja
melanggar ketentuan larangan pelaksanaan kampanye sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 78 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e dan huruf f diancam dengan
pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan
atau paling lama 18 (delapan belas) bulan dan/atau denda paling sedikit
Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp6.000.000,00
(enam juta rupiah).
(3) Setiap orang yang dengan sengaja
melanggar ketentuan larangan pelaksanaan kampanye pemilihan kepala daerah dan wakil
kepala daerah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 78 huruf g, huruf h, huruf i dan huruf j dan Pasal 79 ayat (1), ayat (3), dan ayat
(4), diancam dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau
denda paling sedikit Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) atau paling banyak
Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
(4) Setiap pejabat negara, pejabat
struktural dan fungsional dalam jabatan negeri dan kepala desa yang dengan
sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 diancam dengan
pidana penjara paling singkat 1 (satu)
bulan atau paling
lama ...
lama
6 (enam) bulan
dan/atau denda paling
sedikit Rp. 600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau
paling banyak Rp. 6.000.000,00
(enam juta rupiah).
(5) Setiap orang yang dengan sengaja mengacaukan,
menghalangi, atau mengganggu jalannya kampanye, diancam dengan pidana penjara
paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda
paling sedikit Rp. 600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp.
6.000.000,00 (enam juta rupiah).
(6) Setiap orang yang memberi atau menerima dana
kampanye melebihi batas yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83
ayat (3), diancam dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) bulan atau paling
lama 24 (dua puluh empat) bulan dan/atau denda paling sedikit
Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)
atau paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(7) Setiap orang yang dengan sengaja menerima atau
memberi dana kampanye dari atau kepada pihak-pihak yang dilarang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 85 ayat (1), dan/atau tidak memenuhi kewajiban sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 85 ayat (2), diancam dengan pidana penjara paling singkat
4 (empat) bulan atau paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan/atau denda
paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) atau paling banyak Rp
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(8) Setiap orang yang dengan sengaja memberikan
keterangan yang tidak benar dalam laporan dana kampanye sebagaimana diwajibkan
oleh Undang-Undang ini,
diancam dengan pidana
penjara
...
penjara paling singkat 2 (dua) bulan atau
paling lama 12 (dua belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp1.000.000,00
(satu juta rupiah) atau paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
Pasal 117
(1) Setiap orang yang dengan sengaja
menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan dan menghalang-halangi seseorang
yang akan melakukan haknya untuk memilih, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 2 (dua) bulan dan
paling lama 12 (dua belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp.
1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan paling banyak Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
(2) Setiap orang yang dengan sengaja
memberi atau menjanjikan uang atau materi lainnya kepada seseorang supaya tidak
menggunakan hak pilihnya, atau memilih Pasangan calon tertentu, atau
menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat
suaranya menjadi tidak
sah, diancam dengan pidana
penjara paling singkat
2 (dua) bulan dan paling lama 12 (dua
belas) bulan dan/atau
denda paling sedikit
Rp. 1.000.000,00 (satu juta
rupiah) dan paling
banyak Rp. 10.000.000,00
(sepuluh juta rupiah).
(3) Setiap orang yang pada waktu
pemungutan suara dengan sengaja mengaku dirinya sebagai orang lain untuk
menggunakan hak pilih, diancam dengan pidana penjara paling singkat 15 (lima
belas) hari dan paling lama 60 (enam puluh) hari dan/atau denda paling
sedikit Rp. 100.000,00 (seratus ribu
rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000,00 ( satu juta rupiah).
(4) Setiap
...
(4) Setiap orang yang pada waktu
pemungutan suara dengan sengaja memberikan suaranya lebih dari satu kali di
satu atau lebih TPS, diancam dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu)
bulan dan paling lama 4
(empat) bulan dan/atau
denda paling sedikit Rp. 200.000,00 ( dua
ratus ribu rupiah)
dan paling banyak Rp. 2.000.000,00 (dua juta rupiah).
(5) Setiap orang yang dengan sengaja
menggagalkan pemungutan suara diancam dengan pidana penjara paling singkat 6
(enam) bulan dan paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan
paling banyak Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
(6) Seorang majikan atau atasan yang
tidak memberikan kesempatan kepada seorang pekerja untuk memberikan suaranya, kecuali dengan
alasan bahwa pekerjaan tersebut tidak bisa ditinggalkan, diancam dengan pidana
penjara paling singkat 2 (dua)
bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan/atau
denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan paling banyak Rp.
10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
(7) Setiap orang yang dengan sengaja
pada waktu pemungutan suara mendampingi seorang pemilih selain yang diatur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (1), diancam dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) bulan
dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan paling
banyak Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
(8) Setiap orang yang bertugas membantu
pemilih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (2) dengan sengaja
memberitahukan pilihan si pemilih kepada
orang lain, diancam
dengan ...
dengan pidana penjara paling singkat
2 (dua) bulan dan paling lama 12 (dua
belas) bulan dan/atau
denda paling sedikit
Rp. 1.000.000,00 (satu juta
rupiah) dan paling
banyak Rp. 10.000.000,00 (sepuluh
juta rupiah).
Pasal
118
(1) Setiap
orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang menyebabkan suara seorang
pemilih menjadi tidak berharga atau menyebabkan Pasangan calon tertentu
mendapat tambahan suara atau perolehan suaranya berkurang, diancam dengan
pidana penjara paling singkat 2 (dua)
bulan dan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan
paling banyak Rp. 10.000.000,00 (sepuluh
juta rupiah).
(2) Setiap orang yang dengan
sengaja merusak atau menghilangkan hasil pemungutan suara yang sudah disegel,
diancam dengan pidana penjara paling singkat 4
(empat) bulan atau paling lama 2
(dua) tahun dan/atau denda paling sedikit
Rp. 2.000.000,00 (dua juta rupiah) dan paling banyak Rp. 20.000.000,00
(dua puluh juta rupiah).
(3) Setiap orang yang karena
kelalaiannya menyebabkan rusak atau hilangnya hasil pemungutan suara yang sudah
disegel, diancam dengan pidana penjara paling singkat 15 (lima belas) hari dan paling lama 2
(dua) bulan dan/atau
denda paling sedikit
Rp. 100.000,00 (seratus
ribu rupiah) dan
paling banyak Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah).
(4) Setiap ...
(4) Setiap orang yang dengan
sengaja mengubah hasil penghitungan suara dan/atau berita acara dan sertifikat
hasil penghitungan suara, diancam dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam)
bulan dan paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp.
100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah).
Pasal
119
Jika tindak pidana dilakukan dengan
sengaja oleh penyelenggara atau pasangan calon, ancaman pidananya ditambah 1/3
(satu pertiga) dari pidana yang diatur dalam Pasal 115, Pasal 116, Pasal 117,
dan Pasal 118.
Bagian Kesembilan
Perangkat Daerah
Pasal 120
(1) Perangkat daerah provinsi terdiri
atas sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah, dan lembaga teknis
daerah.
(2) Perangkat daerah kabupaten/kota
terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah, lembaga teknis
daerah, kecamatan, dan kelurahan.
Pasal
121
(1) Sekretariat daerah dipimpin oleh
Sekretaris Daerah.
(2) Sekretaris
...
(2) Sekretaris daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas dan kewajiban membantu kepala daerah
dalam menyusun kebijakan dan mengkoordinasikan dinas daerah dan lembaga teknis
daerah.
(3) Dalam pelaksanaan tugas dan
kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sekretaris daerah bertanggung
jawab kepada kepala daerah.
(4) Apabila sekretaris daerah
berhalangan melaksanakan tugasnya, tugas sekretaris daerah dilaksanakan oleh
pejabat yang ditunjuk oleh kepala
daerah.
Pasal 122
(1) Sekretaris Daerah diangkat dari
pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan.
(2) Sekretaris Daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) untuk provinsi diangkat dan diberhentikan oleh Presiden
atas usul Gubernur sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Sekretaris Daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) untuk kabupaten/kota diangkat dan diberhentikan oleh
Gubernur atas usul Bupati/Walikota sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(4) Sekretaris Daerah karena
kedudukannya sebagai pembina pengawai negeri sipil di daerahnya.
Pasal 123
(1) Sekretariat DPRD dipimpin oleh
Sekretaris DPRD.
(2) Sekretaris
...
(2) Sekretaris DPRD sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh Gubernur/Bupati/Walikota
dengan persetujuan DPRD.
(3) Sekretaris DPRD mempunyai tugas:
a. menyelenggarakan
administrasi kesekretariatan DPRD;
b. menyelenggarakan
administrasi keuangan DPRD;
c. mendukung
pelaksanaan tugas dan fungsi DPRD; dan
d. menyediakan
dan mengkoordinasi tenaga ahli yang diperlukan oleh DPRD dalam melaksanakan
fungsinya sesuai dengan kemampuan keuangan daerah.
(4) Sekretaris DPRD dalam menyediakan
tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d wajib meminta
pertimbangan pimpinan DPRD.
(5) Sekretaris DPRD dalam melaksanakan
tugasnya secara teknis operasional berada dibawah dan bertanggung jawab kepada
pimpinan DPRD dan secara administratif bertanggung jawab kepada kepala daerah
melalui Sekretaris Daerah.
(6) Susunan organisasi sekretariat DPRD
ditetapkan dalam peraturan daerah berpedoman pada Peraturan Pemerintah.
Pasal 124
(1)
Dinas daerah merupakan unsur pelaksana otonomi daerah.
(2)
Dinas daerah dipimpin oleh kepala dinas yang diangkat dan
diberhentikan oleh kepala daerah dari
pegawai negeri sipil yang memenuhi syarat atas usul Sekretaris Daerah.
(3)
Kepala dinas daerah bertanggung jawab kepada kepala daerah
melalui Sekretaris Daerah.
Pasal 125 ...
Pasal 125
(1) Lembaga teknis daerah merupakan
unsur pendukung tugas kepala daerah dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan
daerah yang bersifat spesifik berbentuk badan, kantor, atau rumah sakit umum
daerah.
(2) Badan, kantor atau rumah sakit umum
daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh kepala badan, kepala
kantor, atau kepala rumah sakit umum daerah yang diangkat oleh kepala daerah
dari pegawai negeri sipil yang memenuhi syarat atas usul Sekretaris Daerah.
(3) Kepala badan, kantor, atau rumah
sakit umum daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bertanggung jawab kepada
kepala daerah melalui Sekretaris Daerah.
Pasal 126
(1) Kecamatan dibentuk di wilayah
kabupaten/kota dengan Perda berpedoman pada Peraturan Pemerintah.
(2) Kecamatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dipimpin oleh camat yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh
pelimpahan sebagian wewenang bupati atau walikota untuk menangani sebagian
urusan otonomi daerah.
(3) Selain tugas sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) camat juga menyelenggarakan tugas umum pemerintahan meliputi:
a.
mengkoordinasikan
kegiatan pemberdayaan masyarakat;
b.
mengkoordinasikan
upaya penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum;
c.
mengkoordinasikan
penerapan dan penegakan peraturan perundang-undangan;
d.
mengkoordinasikan ...
d.
mengkoordinasikan
pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum;
e.
mengkoordinasikan
penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di tingkat kecamatan;
f.
membina
penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau kelurahan;
g.
melaksanakan
pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup tugasnya dan/atau yang belum
dapat dilaksanakan pemerintahan desa atau kelurahan.
(4) Camat sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) diangkat oleh Bupati/Walikota atas usul sekretaris daerah
kabupaten/kota dari pegawai negeri sipil yang menguasai pengetahuan teknis
pemerintahan dan memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(5) Camat dalam menjalankan
tugas-tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dibantu oleh
perangkat kecamatan dan bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota melalui
Sekretaris Daerah kabupaten/kota.
(6) Perangkat kecamatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) bertanggung jawab kepada camat.
(7) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) ditetapkan
dengan peraturan bupati atau walikota dengan berpedoman pada Peraturan
Pemerintah.
Pasal 127
(1) Kelurahan dibentuk di wilayah
kecamatan dengan Perda berpedoman pada Peraturan Pemerintah.
(2)
Kelurahan ...
(2) Kelurahan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dipimpin oleh lurah yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh
pelimpahan dari Bupati/Walikota.
(3) Selain tugas sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) lurah mempunyai tugas:
a. pelaksanaan kegiatan pemerintahan
kelurahan;
b. pemberdayaan masyarakat;
c. pelayanan masyarakat;
d. penyelenggaraan ketenteraman dan
ketertiban umum; dan
e. pemeliharaan prasarana dan
fasilitas pelayanan umum.
(4) Lurah sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) diangkat oleh Bupati/Walikota atas usul Camat dari pegawai negeri
sipil yang menguasai pengetahuan teknis pemerintahan dan memenuhi persyaratan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(5) Dalam melaksanakan tugas
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Lurah bertanggung jawab kepada
Bupati/Walikota melalui Camat.
(6) Lurah dalam
melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibantu oleh perangkat
kelurahan.
(7) Perangkat kelurahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (6) bertanggung jawab kepada Lurah.
(8) Untuk kelancaran pelaksanaan tugas
Lurah sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dapat dibentuk lembaga lainnya sesuai
dengan kebutuhan yang ditetapkan dengan Perda.
(9) Pelaksanaan
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5),
ayat (6), dan ayat (7) ditetapkan dengan peraturan bupati atau walikota sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 128 ...
Pasal 128
(1) Susunan organisasi perangkat daerah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 120 ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dalam
Perda dengan memperhatikan faktor-faktor tertentu dan berpedoman pada Peraturan
Pemerintah.
(2) Pengendalian organisasi perangkat
daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah untuk
provinsi dan oleh Gubernur untuk kabupaten/kota dengan berpedoman pada
Peraturan Pemerintah.
(3) Formasi dan persyaratan jabatan
perangkat daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 120 ayat (1) dan ayat (2)
ditetapkan dengan Peraturan Kepala
Daerah dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah.
BAB V
KEPEGAWAIAN DAERAH
Pasal 129
(1) Pemerintah melaksanakan pembinaan
manajemen pegawai negeri sipil daerah dalam satu kesatuan penyelenggaraan
manajemen pegawai negeri sipil secara nasional.
(2) Manajemen pegawai negeri sipil
daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penetapan formasi,
pengadaan, pengangkatan, pemindahan, pemberhentian, penetapan pensiun, gaji,
tunjangan, kesejahteraan, hak dan kewajiban kedudukan hukum, pengembangan
kompetensi, dan pengendalian jumlah.
Pasal
130 …
Pasal
130
(1)
Pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian dari dan dalam
jabatan eselon II pada pemerintah daerah provinsi ditetapkan oleh Gubernur.
(2)
Pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian dari dan
dalam jabatan eselon II pada pemerintah daerah kabupaten/kota ditetapkan oleh
Bupati/Walikota setelah berkonsultasi kepada Gubernur.
Pasal
131
(1) Perpindahan pegawai negeri sipil
antar kabupaten/kota dalam satu provinsi ditetapkan oleh Gubernur setelah
memperoleh pertimbangan Kepala Badan Kepegawaian Negara.
(2) Perpindahan pegawai negeri sipil
antar kabupaten/kota antar provinsi, dan antar provinsi ditetapkan oleh Menteri
Dalam Negeri setelah memperoleh pertimbangan Kepala Badan Kepegawaian Negara.
(3) Perpindahan pegawai negeri sipil
provinsi/kabupaten/kota ke departemen/lembaga pemerintah non departemen atau
sebaliknya, ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri setelah memperoleh
pertimbangan Kepala Badan Kepegawaian Negara.
Pasal 132
Penetapan formasi
pegawai negeri sipil daerah provinsi/ kabupaten/kota setiap tahun anggaran
dilaksanakan oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara atas usul Gubernur.
Pasal 133 ...
Pasal 133
Pengembangan karir
pegawai negeri sipil daerah mempertimbangkan integritas dan moralitas, pendidikan dan
pelatihan, pangkat, mutasi jabatan, mutasi antar daerah, dan kompetensi.
Pasal 134
(1) Gaji dan tunjangan pegawai negeri
sipil daerah dibebankan pada APBD yang bersumber dari alokasi dasar dalam dana
alokasi umum.
(2) Penghitungan dan penyesuaian
besaran alokasi dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) akibat pengangkatan,
pemberhentian, dan pemindahan pegawai negeri sipil daerah dilaksanakan setiap
tahun.
(3) Penghitungan alokasi dasar
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Undang-Undang
tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintahan Daerah.
(4) Pemerintah melakukan pemutakhiran
data pengangkatan, pemberhentian, dan pemindahan pegawai negeri sipil daerah
untuk penghitungan dan penyesuaian alokasi dasar sebagaimana dimaksud pada ayat
(3).
Pasal 135
(1) Pembinaan dan pengawasan manajemen
pegawai negeri sipil daerah dikoordinasikan pada tingkat nasional oleh Menteri
Dalam Negeri dan pada tingkat daerah oleh Gubernur.
(2) Standar, ...
(2) Standar, norma, dan prosedur
pembinaan dan pengawasan manajemen pegawai negeri sipil daerah diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
PERATURAN DAERAH DAN
PERATURAN
KEPALA DAERAH
Pasal
136
(1) Perda ditetapkan oleh kepala daerah
setelah mendapat persetujuan bersama DPRD.
(2) Perda dibentuk dalam rangka
penyelenggaraan otonomi daerah provinsi/ kabupaten/kota dan tugas pembantuan.
(3) Perda sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas masing-masing daerah.
(4) Perda sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilarang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi.
(5) Perda sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), berlaku setelah diundangkan dalam lembaran daerah.
Pasal 137
Perda dibentuk berdasarkan pada asas
pembentukan peraturan perundang-undangan yang meliputi:
a. kejelasan tujuan;
b. kelembagaan atau organ pembentuk
yang tepat;
c. kesesuaian ...
c.
kesesuaian antara jenis dan materi muatan;
d. dapat dilaksanakan;
e. kedayagunaan dan kehasilgunaan;
f. kejelasan rumusan; dan
g. keterbukaan.
Pasal 138
(1) Materi muatan
Perda mengandung asas:
a. pengayoman;
b. kemanusiaan;
c. kebangsaan;
d. kekeluargaan;
e. kenusantaraan;
f. bhineka tunggal ika;
g. keadilan;
h.
kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;
i.
ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau
j.
keseimbangan,
keserasian, dan keselarasan.
(2) Selain asas sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), Perda dapat memuat asas lain sesuai dengan substansi Perda yang
bersangkutan.
Pasal 139
(1)
Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau
tertulis dalam rangka penyiapan atau pembahasan rancangan Perda.
(2)
Persiapan pembentukan, pembahasan, dan pengesahan
rancangan Perda berpedoman kepada peraturan perundang-undangan.
Pasal 140 …
Pasal 140
(1) Rancangan
Perda dapat berasal dari DPRD, Gubernur, atau Bupati/Walikota.
(2) Apabila
dalam satu masa sidang, DPRD dan Gubernur atau Bupati/Walikota menyampaikan
rancangan Perda mengenai materi yang sama maka yang dibahas adalah rancangan
Perda yang disampaikan oleh DPRD, sedangkan rancangan Perda yang disampaikan
Gubernur atau Bupati/Walikota digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan.
(3) Tata
cara mempersiapkan rancangan Perda yang berasal dari Gubernur atau
Bupati/Walikota diatur dengan Peraturan Presiden.
Pasal
141
(1) Rancangan Perda disampaikan oleh
anggota, komisi, gabungan komisi, atau alat kelengkapan DPRD yang khusus
menangani bidang legislasi.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai
tata cara mempersiapkan rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPRD.
Pasal
142
(1) Penyebarluasan rancangan Perda yang
berasal dari DPRD dilaksanakan oleh sekretariat DPRD.
(2) Penyebarluasan rancangan Perda yang
berasal dari Gubernur, atau Bupati/Walikota dilaksanakan oleh sekretariat
daerah.
Pasal 143 ...
Pasal 143
(1) Perda dapat memuat ketentuan
tentang pembebanan biaya paksaan penegakan hukum, seluruhnya atau sebagian
kepada pelanggar sesuai dengan peraturan perundangan.
(2) Perda dapat memuat ancaman pidana
kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp50.000.000,00
(lima puluh juta rupiah).
(3) Perda dapat memuat ancaman pidana
atau denda selain sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sesuai dengan yang diatur
dalam peraturan perundangan lainnya.
Pasal 144
(1) Rancangan Perda yang telah
disetujui bersama oleh DPRD dan Gubernur atau Bupati/Walikota disampaikan oleh
pimpinan DPRD kepada Gubernur atau Bupati/Walikota untuk ditetapkan sebagai
Perda.
(2) Penyampaian rancangan Perda
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 7
(tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama.
(3) Rancangan Perda sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh Gubernur atau
Bupati/Walikota paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak rancangan tersebut
disetujui bersama.
(4) Dalam hal rancangan Perda tidak
ditetapkan Gubernur atau Bupati/Walikota dalam
waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) rancangan Perda tersebut sah menjadi
Perda dan wajib diundangkan dengan memuatnya dalam lembaran daerah.
(5) Dalam ...
(5) Dalam hal sahnya rancangan Perda
sebagaimana dimaksud pada ayat (4), rumusan kalimat pengesahannya berbunyi,
“Perda ini dinyatakan sah,” dengan mencantumkan tanggal sahnya.
(6) Kalimat pengesahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) harus dibubuhkan pada halaman terakhir Perda sebelum
pengundangan naskah Perda ke dalam lembaran daerah.
Pasal 145
(1) Perda disampaikan kepada Pemerintah
paling lama 7 (tujuh) hari setelah ditetapkan.
(2) Perda sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) yang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi dapat dibatalkan oleh Pemerintah.
(3)
Keputusan pembatalan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) ditetapkan dengan Peraturan Presiden paling lama 60 (enam puluh) hari sejak diterimanya Perda
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Paling lama 7 (tujuh) hari setelah
keputusan pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), kepala daerah harus
memberhentikan pelaksanaan Perda dan selanjutnya DPRD bersama kepala daerah
mencabut Perda dimaksud.
(5) Apabila provinsi/kabupaten/kota
tidak dapat menerima keputusan pembatalan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dengan alasan yang dapat
dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan, kepala daerah dapat mengajukan
keberatan kepada Mahkamah Agung.
(6) Apabila ...
(6) Apabila keberatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) dikabulkan sebagian atau seluruhnya, putusan Mahkamah
Agung tersebut menyatakan Peraturan Presiden menjadi batal dan tidak mempunyai
kekuatan hukum.
(7) Apabila Pemerintah tidak
mengeluarkan Peraturan Presiden untuk membatalkan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Perda dimaksud dinyatakan berlaku.
Pasal 146
(1) Untuk melaksanakan Perda dan atas kuasa peraturan
perundang-undangan, kepala daerah menetapkan peraturan kepala daerah dan atau
keputusan kepala daerah.
(2) Peraturan kepala daerah dan atau
keputusan kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilarang
bertentangan dengan kepentingan umum, Perda, dan peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi.
(1) Perda diundangkan dalam Lembaran
Daerah dan Peraturan Kepala Daerah diundangkan dalam Berita Daerah.
(2) Pengundangan Perda dalam Lembaran Daerah dan Peraturan Kepala
Daerah dalam Berita Daerah dilakukan oleh Sekretaris Daerah.
(3) Pemerintah daerah wajib
menyebarluaskan Perda yang telah
diundangkan dalam Lembaran Daerah dan
Peraturan Kepala Daerah yang telah diundangkan dalam Berita Daerah.
Pasal 148 …
Pasal 148
(1)
Untuk membantu
kepala daerah dalam menegakkan Perda dan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat
dibentuk Satuan Polisi Pamong Praja.
(2) Pembentukan dan
susunan organisasi Satuan Polisi Pamong Praja sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) berpedoman pada Peraturan Pemerintah.
(1) Anggota
Satuan Polisi Pamong Praja dapat diangkat sebagai penyidik pegawai negeri sipil
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Penyidikan
dan penuntutan terhadap pelanggaran atas ketentuan Perda dilakukan oleh pejabat penyidik dan penuntut umum sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Dengan
Perda dapat juga ditunjuk
pejabat lain yang diberi tugas untuk melakukan penyidikan terhadap pelanggaran
atas ketentuan Perda.
BAB VII
PERENCANAAN PEMBANGUNAN
DAERAH
Pasal 150
(1)
Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah disusun
perencanaan pembangunan daerah sebagai satu kesatuan dalam sistem perencanaan
pembangunan nasional.
(2) Perencanaan ...
(2)
Perencanaan pembangunan daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) disusun oleh pemerintahan daerah provinsi, kabupaten/kota sesuai
dengan kewenangannya yang dilaksanakan oleh Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah.
(3)
Perencanaan pembangunan daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), disusun secara berjangka meliputi:
a.
Rencana pembangunan jangka panjang daerah disingkat
dengan RPJP daerah untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun yang memuat visi,
misi, dan arah pembangunan daerah yang mengacu kepada RPJP nasional;
b.
Rencana pembangunan jangka menengah daerah yang
selanjutnya disebut RPJM daerah untuk jangka waktu 5 (lima) tahun merupakan
penjabaran dari visi, misi, dan program kepala daerah yang penyusunannya
berpedoman kepada RPJP daerah dengan memperhatikan RPJM nasional;
c. RPJM daerah sebagaimana dimaksud pada huruf
b memuat arah kebijakan keuangan daerah, strategi pembangunan daerah, kebijakan
umum, dan program satuan kerja perangkat daerah, lintas satuan kerja perangkat
daerah, dan program kewilayahan disertai dengan rencana kerja dalam kerangka
regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif;
d.
Rencana kerja pembangunan daerah, selanjutnya disebut
RKPD, merupakan penjabaran dari RPJM daerah untuk jangka waktu 1 (satu) tahun,
yang memuat rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas pembangunan daerah,
rencana kerja dan
pendanaannya, baik yang
dilaksanakan
langsung ...
langsung
oleh pemerintah daerah maupun ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat,
dengan mengacu kepada rencana kerja Pemerintah;
e.
RPJP daerah dan RJMD sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf a dan b ditetapkan dengan Perda berpedoman pada Peraturan Pemerintah.
Pasal 151
(1)
Satuan kerja perangkat daerah menyusun rencana stratregis
yang selanjutnya disebut Renstra-SKPD memuat visi, misi, tujuan, strategi,
kebijakan, program dan kegiatan pembangunan sesuai dengan tugas dan fungsinya,
berpedoman pada RPJM Daerah dan bersifat indikatif.
(2)
Renstra-SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dirumuskan dalam bentuk rencana kerja satuan kerja perangkat daerah yang memuat
kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan baik yang dilaksanakan langsung
oleh pemerintah daerah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat.
Pasal 152
(1)
Perencanaan pembangunanan daerah didasarkan pada data dan
informasi yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.
(2)
Data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mencakup:
a.
penyelenggaraan pemerintahan daerah;
b.
organisasi dan tata laksana pemerintahan daerah;
c.
kepala daerah, DPRD, perangkat daerah, dan PNS daerah;
d.
keuangan daerah;
e. potensi ...
e.
potensi sumber daya daerah;
f.
produk hukum daerah;
g.
kependudukan;
h.
informasi dasar kewilayahan; dan
i.
informasi lain terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan
daerah.
(3)
Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah, untuk
tercapainya daya guna dan hasil guna, pemanfaatan data dan informasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikelola dalam sistem informasi daerah yang
terintegrasi secara nasional.
Pasal 153
Perencanaan
pembangunan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 152 disusun untuk menjamin
keterkaitan dan konsistensi antara
perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan.
Pasal 154
Tahapan,
tata cara penyusunan, pengendalian, dan evaluasi pelaksanaan rencana
pembangunan daerah diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah yang
berpedoman pada perundang-undangan.
BAB VIII
Umum
Pasal
155
(1) Penyelenggaraan urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangan daerah didanai dari dan atas beban anggaran pendapatan
dan belanja daerah.
(2) Penyelenggaraan ...
(2) Penyelenggaraan urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangan Pemerintah di daerah didanai dari dan atas beban
anggaran pendapatan dan belanja negara.
(3) Administrasi pendanaan
penyelenggaraan urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan secara terpisah dari administrasi
pendanaan penyelenggaraan urusan
pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Pasal 156
(1) Kepala daerah adalah pemegang
kekuasaan pengelolaan keuangan daerah.
(2) Dalam melaksanakan kekuasaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepala daerah melimpahkan sebagian atau
seluruh kekuasaannya yang berupa perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan,
pelaporan dan pertanggungjawaban, serta pengawasan keuangan daerah kepada para
pejabat perangkat daerah.
(3) Pelimpahan sebagian atau seluruh
kekuasaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) didasarkan pada prinsip pemisahan
kewenangan antara yang memerintahkan, menguji, dan yang menerima/mengeluarkan
uang.
Paragraf
Kedua
Pendapatan,
Belanja, dan Pembiayaan
Pasal 157
Sumber pendapatan
daerah terdiri atas:
a. pendapatan asli daerah
yang selanjutnya disebut PAD, yaitu:
1) hasil
...
1)
hasil
pajak daerah;
2)
hasil
retribusi daerah;
3)
hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan
4)
lain-lain
PAD yang sah;
b. dana
perimbangan; dan
c. lain-lain pendapatan daerah yang sah.
(1) Pajak daerah dan retribusi daerah
ditetapkan dengan Undang-Undang yang pelaksanaannya di daerah diatur lebih
lanjut dengan Perda.
(2) Pemerintahan daerah dilarang
melakukan pungutan atau dengan sebutan lain di luar yang telah ditetapkan
undang-undang.
(3) Hasil pengelolaan kekayaan daerah
yang dipisahkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 157 huruf a angka 3 dan
lain-lain PAD yang sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 157 huruf a angka 4
ditetapkan dengan Perda berpedoman
pada peraturan perundang-undangan.
Pasal
159
Dana perimbangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 157 huruf b terdiri atas:
a.
Dana
Bagi Hasil;
b.
Dana
Alokasi Umum; dan
c.
Dana
Alokasi Khusus.
Pasal 160 ...
Pasal 160
(1) Dana Bagi Hasil sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 159 huruf a bersumber dari pajak dan sumber daya alam.
(2) Dana Bagi Hasil yang bersumber dari pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri dari:
a.
Pajak
Bumi dan Bangunan (PBB) sektor perdesaan, perkotaan, perkebunan, pertambangan
serta kehutanan;
b. Bea Perolehan Atas Hak Tanah dan
Bangunan (BPHTB) sektor perdesaan, perkotaan, perkebunan, pertambangan serta
kehutanan;
c. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21,
Pasal 25, dan Pasal 29 wajib pajak orang pribadi dalam negeri.
(3) Dana Bagi
Hasil yang bersumber dari sumber daya alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berasal dari:
a.
Penerimaan
kehutanan yang berasal dari iuran hak pengusahaan hutan (IHPH), provisi sumber
daya hutan (PSDH) dan dana reboisasi yang dihasilkan dari wilayah daerah yang
bersangkutan;
b. Penerimaan pertambangan umum yang
berasal dari penerimaan iuran tetap (landrent) dan penerimaan iuran
eksplorasi dan iuran eksploitasi (royalty) yang dihasilkan dari wilayah
daerah yang bersangkutan;
c. Penerimaan perikanan yang diterima
secara nasional yang dihasilkan dari penerimaan pungutan pengusahaan perikanan
dan penerimaan pungutan hasil perikanan;
d. Penerimaan pertambangan minyak yang
dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan;
e.
Penerimaan ...
e. Penerimaan pertambangan gas alam
yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan;
f. Penerimaan pertambangan panas bumi
yang berasal dari penerimaan setoran bagian Pemerintah, iuran tetap dan iuran
produksi yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan.
(4) Daerah penghasil sumber daya
alam sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri
berdasarkan pertimbangan dari menteri teknis terkait.
(5) Dasar penghitungan bagian
daerah dari daerah penghasil sumber daya alam ditetapkan oleh Menteri Teknis
terkait setelah memperoleh pertimbangan Menteri Dalam Negeri.
(6) Pelaksanaan ketentuan pada ayat
(1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur lebih lanjut dalam
Peraturan Pemerintah.
Pasal 161
(1) DAU sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 159 huruf b dialokasikan berdasarkan
persentase tertentu dari pendapatan dalam negeri neto yang ditetapkan
dalam APBN.
(2) DAU untuk
suatu daerah ditetapkan berdasarkan kriteria tertentu yang menekankan pada
aspek pemerataan dan keadilan yang selaras dengan penyelenggaraan urusan
pemerintahan yang formula dan penghitungan DAU-nya ditetapkan sesuai
Undang-Undang.
Pasal 162
(1) Dana Alokasi Khusus (DAK)
sebagaimana dimaksud dalam Pasal
159 huruf c
dialokasikan dari APBN
kepada daerah
tertentu ...
tertentu
dalam rangka pendanaan pelaksanaan desentralisasi untuk:
a.
mendanai kegiatan khusus yang ditentukan Pemerintah
atas dasar prioritas nasional;
b. mendanai kegiatan khusus yang
diusulkan daerah tertentu.
(2) Penyusunan
kegiatan khusus yang ditentukan oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a dikoordinasikan dengan Gubernur.
(3)
Penyusunan kegiatan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b dilakukan setelah dikoordinasikan oleh daerah yang bersangkutan.
(4) Ketentuan
lebih lanjut mengenai DAK diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 163
(1) Pedoman penggunaan, supervisi,
monitoring, dan evaluasi atas dana bagi
hasil pajak, dana bagi hasil sumber daya alam, DAU, dan DAK
diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri.
(2) Pengaturan lebih lanjut mengenai
pembagian dana perimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 157 huruf b
ditetapkan dalam Undang-Undang tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintahan Daerah.
Pasal 164
(1) Lain-lain pendapatan daerah yang
sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 huruf c merupakan seluruh pendapatan
daerah selain PAD dan dana perimbangan, yang meliputi hibah, dana darurat, dan
lain-lain pendapatan yang ditetapkan Pemerintah.
(2) Hibah ...
(2) Hibah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) merupakan bantuan berupa uang, barang, dan/atau jasa yang berasal dari
Pemerintah, masyarakat, dan badan usaha dalam negeri atau luar negeri.
(3) Pendapatan dana darurat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) merupakan bantuan Pemerintah dari APBN kepada pemerintah
daerah untuk mendanai keperluan mendesak yang diakibatkan peristiwa tertentu
yang tidak dapat ditanggulangi APBD.
Pasal 165
(1) Keadaan yang dapat digolongkan
sebagai peristiwa tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 164 ayat (3)
ditetapkan dengan Peraturan Presiden.
(2) Besarnya alokasi dana darurat
ditetapkan oleh Menteri Keuangan dengan memperhatikan pertimbangan Menteri
Dalam Negeri dan Menteri teknis terkait.
(3) Tata cara pengelolaan dan
pertanggungjawaban penggunaan dana darurat diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 166
(1) Pemerintah dapat mengalokasikan
dana darurat kepada daerah yang dinyatakan mengalami krisis keuangan daerah,
yang tidak mampu diatasi sendiri, sehingga mengancam keberadaannya sebagai
daerah otonom.
(2) Tata cara pengajuan permohonan,
evaluasi oleh Pemerintah, dan pengalokasian dana darurat di atur dalam
Peraturan Pemerintah.
Pasal 167 ...
Pasal
167
(1)
Belanja daerah diprioritaskan untuk melindungi dan
meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban
daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22.
(2) Perlindungan dan peningkatan
kualitas kehidupan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diwujudkan
dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, penyediaan fasilitas
pelayanan kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak, serta mengembangkan
sistem jaminan sosial.
(3) Belanja daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) mempertimbangkan analisis standar belanja, standar harga, tolok
ukur kinerja, dan standar pelayanan minimal yang ditetapkan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 168
(1) Belanja kepala daerah dan wakil
kepala daerah diatur dalam Perda yang berpedoman pada Peraturan Pemerintah.
(2) Belanja pimpinan dan anggota DPRD
diatur dalam Perda yang berpedoman pada Peraturan Pemerintah.
Pasal 169
(1) Untuk membiayai penyelenggaraan
pemerintahan daerah, pemerintah daerah dapat melakukan pinjaman yang bersumber
dari Pemerintah, pemerintah daerah lain, lembaga keuangan bank, lembaga
keuangan bukan bank, dan masyarakat.
(2) Pemerintah daerah dengan
persetujuan DPRD dapat menerbitkan obligasi daerah untuk membiayai investasi
yang menghasilkan penerimaan daerah.
Pasal 170 ...
Pasal 170
(1) Pemerintah daerah dapat melakukan
pinjaman yang berasal dari penerusan pinjaman hutang luar negeri dari Menteri
Keuangan atas nama Pemerintah setelah memperoleh pertimbangan Menteri Dalam
Negeri.
(2) Perjanjian penerusan pinjaman
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan antara Menteri Keuangan dan kepala
daerah.
Pasal 171
(1) Ketentuan mengenai pinjaman daerah
dan obligasi daerah diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Peraturan Pemerintah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya mengatur tentang:
a.
persyaratan
bagi pemerintah daerah dalam melakukan pinjaman;
b.
penganggaran
kewajiban pinjaman daerah yang jatuh tempo dalam APBD;
c.
pengenaaan
sanksi dalam hal pemerintah daerah tidak memenuhi kewajiban membayar pinjaman
kepada Pemerintah, pemerintah daerah lain, lembaga perbankan, serta lembaga
keuangan bukan bank dan masyarakat;
d.
tata
cara pelaporan posisi kumulatif pinjaman dan kewajiban pinjaman setiap semester
dalam tahun anggaran berjalan;
e.
persyaratan
penerbitan obligasi daerah, pembayaran bunga dan pokok obligasi;
f.
pengelolaan
obligasi daerah yang mencakup pengendalian risiko, penjualan dan pembelian
obligasi, pelunasan dan penganggaran dalam APBD.
Pasal
172 ...
Pasal
172
(1) Pemerintah daerah dapat membentuk
dana cadangan guna membiayai kebutuhan tertentu yang dananya tidak dapat
disediakan dalam satu tahun anggaran.
(2) Pengaturan tentang dana cadangan
daerah ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
(3) Peraturan Pemerintah sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya mengatur persyaratan pembentukan dana
cadangan, serta pengelolaan dan pertanggungjawabannya.
Pasal 173
(1) Pemerintah daerah dapat melakukan
penyertaan modal pada suatu Badan Usaha Milik Pemerintah dan/atau milik swasta.
(2) Penyertaan modal sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat ditambah, dikurangi, dijual kepada pihak lain,
dan/atau dapat dialihkan kepada badan usaha milik daerah.
(3) Penyertaan modal sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Paragraf Ketiga
Surplus dan Defisit APBD
Pasal 174
(1)
Dalam
hal APBD diperkirakan surplus, penggunaannya ditetapkan dalam Perda tentang APBD.
(2) Surplus sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat digunakan untuk:
a. pembayaran
...
a.
pembayaran
cicilan pokok utang yang jatuh tempo;
b.
penyertaan
modal (investasi daerah);
c.
transfer
ke rekening dana cadangan.
(3)
Dalam
hal APBD diperkirakan defisit, dapat didanai dari sumber pembiayaan daerah yang ditetapkan dalam
Perda tentang APBD.
(4)
Pembiayaan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
bersumber dari:
a.
sisa lebih perhitungan anggaran tahun lalu;
b.
transfer
dari dana cadangan;
c.
hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan
d.
pinjaman
daerah.
Pasal
175
(1) Menteri Dalam Negeri melakukan
pengendalian defisit anggaran setiap daerah.
(2) Pemerintah daerah wajib melaporkan
posisi surplus/defisit APBD kepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan
setiap semester dalam tahun anggaran berjalan.
(3) Dalam hal pemerintah daerah tidak
memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah dapat
melakukan penundaan atas penyaluran dana perimbangan.
Paragraf Keempat
Pemberian Insentif dan Kemudahan Investasi
Pemerintah
daerah dalam meningkatkan perekonomian daerah dapat memberikan insentif
dan/atau kemudahan kepada
masyarakat
dan/atau
...
dan/atau
investor yang diatur dalam Perda dengan
berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
Paragraf
Kelima
BUMD
Pasal 177
Pemerintah
daerah dapat memiliki BUMD yang pembentukan, penggabungan, pelepasan
kepemilikan, dan/atau pembubarannya ditetapkan dengan Perda yang berpedoman pada peraturan
perundang-undangan.
Paragraf Keenam
Pengelolaan Barang
Daerah
Pasal 178
(1) Barang milik daerah yang
dipergunakan untuk melayani kepentingan umum tidak dapat dijual, diserahkan
haknya kepada pihak lain, dijadikan tanggungan, atau digadaikan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Barang milik daerah dapat
dihapuskan dari daftar inventaris barang daerah untuk dijual, dihibahkan,
dan/atau dimusnahkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Pelaksanaan pengadaan barang
dilakukan sesuai dengan kemampuan keuangan dan kebutuhan daerah berdasarkan
prinsip efisiensi, efektivitas, dan transparansi dengan mengutamakan produk
dalam negeri sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(4)
Pelaksanaan ...
(4) Pelaksanaan penghapusan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilakukan berdasarkan kebutuhan daerah, mutu barang,
usia pakai, dan nilai ekonomis yang dilakukan secara transparan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Paragraf
Ketujuh
APBD
Pasal 179
APBD
merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa 1 (satu) tahun anggaran
terhitung mulai 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember.
Pasal 180
(1) Kepala daerah dalam penyusunan
rancangan APBD menetapkan prioritas dan plafon anggaran sebagai dasar
penyusunan rencana kerja dan anggaran satuan kerja perangkat daerah.
(2) Berdasarkan prioritas dan plafon
anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepala satuan kerja perangkat
daerah menyusun rencana kerja dan anggaran satuan kerja perangkat daerah dengan
pendekatan berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai.
(3) Rencana kerja dan anggaran satuan
kerja perangkat daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada
pejabat pengelola keuangan daerah sebagai bahan penyusunan rancangan Perda
tentang APBD tahun berikutnya.
Pasal 181
...
Pasal 181
(1) Kepala daerah mengajukan rancangan
Perda tentang APBD disertai
penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD untuk memperoleh
persetujuan bersama.
(2) Rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibahas
pemerintah daerah bersama DPRD berdasarkan kebijakan umum APBD, serta prioritas
dan plafon anggaran.
(3) Pengambilan keputusan DPRD untuk
menyetujui rancangan Perda sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilakukan selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sebelum
tahun anggaran dilaksanakan.
(4) Atas dasar persetujuan DPRD sebagaimana dimaksud pada
ayat (3), kepala daerah menyiapkan rancangan peraturan kepala daerah tentang
penjabaran APBD dan rancangan dokumen pelaksanaan anggaran satuan kerja
perangkat daerah.
Pasal 182
Tata
cara penyusunan rencana kerja dan anggaran satuan kerja perangkat daerah serta
tata cara penyusunan dokumen pelaksanaan anggaran satuan kerja perangkat daerah
diatur dalam Perda yang
berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
Paragraf Kedelapan
Perubahan APBD
Pasal 183
(1)
Perubahan APBD dapat dilakukan apabila terjadi:
a.
perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi kebijakan
umum APBD;
b. keadaan
...
b.
keadaan
yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antar unit organisasi,
antarkegiatan, dan antarjenis belanja; dan
c.
keadaan
yang menyebabkan sisa lebih perhitungan anggaran tahun sebelumnya harus
digunakan untuk pembiayaan dalam tahun anggaran berjalan.
(2) Pemerintah daerah mengajukan
rancangan Perda tentang perubahan
APBD, disertai penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD.
(3) Pengambilan keputusan mengenai
rancangan Perda tentang perubahan
APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh DPRD paling lambat 3
(tiga) bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan berakhir.
Paragraf Kesembilan
Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD
Pasal 184
(1) Kepala daerah menyampaikan
rancangan Perda tentang
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD berupa laporan keuangan yang
telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran
berakhir.
(2) Laporan keuangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya meliputi laporan realisasi APBD,
neraca, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan, yang dilampiri
dengan laporan keuangan badan usaha milik daerah.
(3) Laporan ...
(3) Laporan keuangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) disusun dan disajikan sesuai dengan standar akuntansi
pemerintahan yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Paragraf Kesepuluh
Evaluasi Rancangan
Peraturan Daerah dan
Peraturan Kepala Daerah
tentang APBD, Perubahan APBD
dan Pertanggungjawaban
Pelaksanaan APBD
Pasal 185
(1) Rancangan Perda provinsi tentang APBD yang telah disetujui
bersama dan rancangan Peraturan Gubernur tentang penjabaran APBD sebelum
ditetapkan oleh Gubernur paling lambat 3 (tiga) hari disampaikan kepada Menteri
Dalam Negeri untuk dievaluasi.
(2) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) disampaikan oleh Menteri Dalam Negeri kepada Gubernur paling
lambat 15 (lima belas) hari terhitung sejak diterimanya rancangan dimaksud.
(3) Apabila Menteri Dalam Negeri
menyatakan hasil evaluasi rancangan Perda tentang
APBD dan rancangan Peraturan Gubernur tentang penjabaran APBD sudah sesuai
dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi,
Gubernur menetapkan rancangan dimaksud menjadi Perda dan Peraturan Gubernur.
(4) Apabila Menteri Dalam Negeri
menyatakan hasil evaluasi rancangan
Perda tentang APBD
dan rancangan Peraturan
Gubernur ...
Gubernur
tentang penjabaran APBD bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi, Gubernur bersama DPRD melakukan
penyempurnaan paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak diterimanya hasil
evaluasi.
(5) Apabila hasil evaluasi tidak
ditindaklanjuti oleh Gubernur dan DPRD, dan Gubernur tetap menetapkan rancangan
Perda tentang APBD dan rancangan
Peraturan Gubernur tentang penjabaran APBD menjadi Perda dan Peraturan Gubernur, Menteri Dalam Negeri membatalkan Perda dan Peraturan Gubernur dimaksud sekaligus
menyatakan berlakunya pagu APBD tahun sebelumnya.
Pasal 186
(1) Rancangan Perda kabupaten/kota tentang APBD yang telah disetujui bersama
dan rancangan Peraturan Bupati/Walikota tentang Penjabaran APBD sebelum
ditetapkan oleh Bupati/Walikota paling lama 3 (tiga) hari disampaikan kepada
Gubernur untuk dievaluasi.
(2) Hasil evaluasi disampaikan oleh
Gubernur kepada Bupati/Walikota paling lama 15 (lima belas) hari terhitung
sejak diterimanya rancangan Perda kabupaten/kota
dan rancangan Peraturan Bupati/Walikota tentang Penjabaran APBD sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
(3) Apabila Gubernur menyatakan hasil
evaluasi rancangan Perda tentang APBD
dan rancangan Peraturan Bupati/Walikota tentang Penjabaran APBD sudah sesuai
dengan kepentingan umum
dan
peraturan
...
peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi, Bupati/Walikota menetapkan rancangan
dimaksud menjadi Perda dan Peraturan
Bupati/Walikota.
(4) Apabila Gubernur menyatakan hasil
evaluasi rancangan Perda tentang APBD
dan rancangan Peraturan Bupati/Walikota tentang Penjabaran APBD tidak sesuai
dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi,
Bupati/Walikota bersama DPRD melakukan penyempurnaan paling lama 7 (tujuh) hari
sejak diterimanya hasil evaluasi.
(5) Apabila hasil evaluasi tidak
ditindaklanjuti oleh Bupati/Walikota dan DPRD, dan Bupati/Walikota tetap
menetapkan rancangan Perda tentang
APBD dan rancangan Peraturan Bupati/Walikota tentang penjabaran APBD menjadi
Perda dan Peraturan Bupati/Walikota,
Gubernur membatalkan Perda dan
Peraturan Bupati/Walikota dimaksud sekaligus menyatakan berlakunya pagu APBD
tahun sebelumnya.
(6) Gubernur menyampaikan hasil
evaluasi rancangan Perda kabupaten/kota
tentang APBD dan rancangan Peraturan Bupati/Walikota tentang Penjabaran APBD
kepada Menteri Dalam Negeri.
Pasal 187
(1) Apabila DPRD sampai batas waktu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 181 ayat (3) tidak mengambil keputusan bersama
dengan kepala daerah terhadap rancangan peraturan kepala daerah tentang APBD,
kepala daerah melaksanakan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBD
tahun anggaran sebelumnya untuk membiayai
keperluan setiap bulan
yang
disusun ...
disusun
dalam rancangan peraturan kepala daerah tentang APBD.
(2) Rancangan peraturan kepala daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan setelah memperoleh
pengesahan dari Menteri Dalam Negeri bagi provinsi dan Gubernur bagi
kabupaten/kota.
(3) Untuk memperoleh pengesahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), rancangan peraturan kepala daerah tentang
APBD beserta lampirannya disampaikan paling lambat 15 (lima belas) hari
terhitung sejak DPRD tidak mengambil keputusan bersama dengan kepala daerah
terhadap rancangan Perda tentang APBD.
(4) Apabila dalam batas waktu 30 (tiga
puluh) hari Menteri Dalam Negeri atau Gubernur tidak mengesahkan rancangan
peraturan kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kepala daerah
menetapkan rancangan peraturan kepala daerah dimaksud menjadi peraturan kepala
daerah.
Pasal
188
Proses penetapan
rancangan Perda tentang Perubahan APBD dan rancangan peraturan kepala daerah
tentang Penjabaran Perubahan APBD menjadi Perda dan peraturan kepala daerah
berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 185, Pasal 186, dan Pasal
187.
Pasal
189
Proses
penetapan rancangan Perda yang berkaitan dengan pajak daerah, retribusi daerah,
dan tata ruang daerah menjadi Perda, berlaku Pasal 185 dan
Pasal 186, dengan
ketentuan untuk
pajak
daerah ...
daerah
dan retribusi daerah dikoordinasikan terlebih dahulu dengan Menteri Keuangan,
dan untuk tata ruang daerah dikoordinasikan dengan menteri yang membidangi
urusan tata ruang.
Pasal
190
Peraturan kepala
daerah tentang Penjabaran APBD dan peraturan kepala daerah tentang Penjabaran
Perubahan APBD dijadikan dasar penetapan dokumen pelaksanaan anggaran satuan
kerja perangkat daerah.
Pasal
191
Dalam rangka
evaluasi pengelolaan keuangan daerah dikembangkan sistem informasi keuangan
daerah yang menjadi satu kesatuan dengan sistem informasi pemerintahan daerah.
Paragraf
Kesebelas
Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah
Pasal 192
(1)
Semua penerimaan dan pengeluaran pemerintahan daerah
dianggarkan dalam APBD dan dilakukan melalui rekening kas daerah yang dikelola
oleh Bendahara Umum Daerah.
(2) Untuk setiap pengeluaran atas beban
APBD, diterbitkan surat keputusan otorisasi oleh kepala daerah atau surat
keputusan lain yang berlaku sebagai surat keputusan otorisasi.
(3) Pengeluaran tidak dapat dibebankan
pada anggaran belanja daerah jika untuk pengeluaran tersebut tidak tersedia
atau tidak cukup tersedia dalam APBD.
(4) Kepala
...
(4) Kepala daerah, wakil kepala daerah,
pimpinan DPRD, dan pejabat daerah lainnya, dilarang melakukan pengeluaran atas
beban anggaran belanja daerah untuk tujuan lain dari yang telah ditetapkan
dalam APBD.
Pasal 193
(1)
Uang milik pemerintahan daerah yang sementara belum
digunakan dapat didepositokan dan/atau diinvestasikan dalam investasi jangka
pendek sepanjang tidak mengganggu likuiditas keuangan daerah.
(2)
Bunga deposito, bunga atas penempatan uang di bank, jasa
giro, dan/atau bunga atas investasi jangka pendek merupakan pendapatan daerah.
(3) Kepala daerah dengan persetujuan
DPRD dapat menetapkan peraturan tentang :
a. penghapusan tagihan daerah,
sebagian atau seluruhnya; dan
b. penyelesaian masalah Perdata.
Pasal 194
Penyusunan,
pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pengawasan dan pertanggungjawaban
keuangan daerah diatur lebih lanjut dengan Perda yang berpedoman pada Peraturan
Pemerintah.
BAB IX
KERJA SAMA DAN PENYELESAIAN
PERSELISIHAN
Pasal 195
(1) Dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan rakyat, daerah dapat mengadakan
kerja sama dengan
daerah lain yang
didasarkan
pada ...
pada pertimbangan efisiensi dan
efektifitas pelayanan publik, sinergi dan saling menguntungkan.
(2) Kerja sama sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat diwujudkan dalam bentuk badan kerjasama antar daerah yang
diatur dengan keputusan bersama.
(3) Dalam penyediaan pelayanan publik,
daerah dapat bekerja sama dengan pihak ketiga.
(4) Kerja sama sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (3) yang membebani masyarakat dan daerah harus
mendapatkan persetujuan DPRD.
Pasal 196
(1) Pelaksanaan urusan pemerintahan
yang mengakibatkan dampak lintas daerah dikelola bersama oleh daerah terkait.
(2) Untuk menciptakan efisiensi, daerah
wajib mengelola pelayanan publik secara bersama dengan daerah sekitarnya untuk
kepentingan masyarakat.
(3) Untuk pengelolaan kerja sama
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), daerah membentuk badan kerja
sama.
(4) Apabila daerah tidak melaksanakan
kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), pengelolaan
pelayanan publik tersebut dapat dilaksanakan oleh Pemerintah.
Pasal 197
Tata cara
pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 195 dan Pasal 196 diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 198 ...
Pasal 198
(1) Apabila terjadi perselisihan dalam
penyelenggaraan fungsi pemerintahan antar kabupaten/kota dalam satu provinsi,
Gubernur menyelesaikan perselisihan dimaksud.
(2) Apabila terjadi perselisihan
antarprovinsi, antara provinsi dan kabupaten/kota di wilayahnya, serta antara
provinsi dan kabupaten/kota di luar wilayahnya, Menteri Dalam Negeri
menyelesaikan perselisihan dimaksud.
(3) Keputusan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) bersifat final.
BAB X
Pasal 199
(1) Kawasan perkotaan dapat berbentuk :
a.
Kota
sebagai daerah otonom;
b.
bagian
daerah kabupaten yang memiliki ciri perkotaan;
c.
bagian
dari dua atau lebih daerah yang berbatasan langsung dan memiliki ciri
perkotaan.
(2) Kawasan perkotaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a dikelola oleh pemerintah kota.
(3) Kawasan perkotaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b dikelola oleh daerah atau lembaga pengelola yang
dibentuk dan bertanggungjawab kepada pemerintah kabupaten.
(4) Kawasan ...
(4) Kawasan perkotaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c dalam hal penataan ruang dan penyediaan
fasilitas pelayanan umum tertentu dikelola bersama oleh daerah terkait.
(5) Di kawasan perdesaan yang
direncanakan dan dibangun menjadi kawasan perkotaan, pemerintah daerah yang
bersangkutan dapat membentuk badan pengelola pembangunan.
(6) Dalam perencanaan, pelaksanaan
pembangunan, dan pengelolaan kawasan perkotaan, pemerintah daerah
mengikutsertakan masyarakat sebagai upaya pemberdayaan masyarakat.
(7) Ketentuan, sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) ditetapkan dengan
Perda dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah.
BAB XI
DESA
Umum
Pasal 200
(3) Desa ...
(3) Desa di kabupaten/kota
secara bertahap dapat diubah atau disesuaikan statusnya menjadi kelurahan
sesuai usul dan prakarsa pemerintah desa bersama badan permusyawaratan desa
yang ditetapkan dengan Perda.
Pasal 201
Bagian Kedua
Pemerintah Desa
(1) Pemerintah
desa terdiri atas kepala desa dan perangkat desa.
(2)
Perangkat desa terdiri dari sekretaris desa dan perangkat
desa lainnya.
(3) Sekretaris desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diisi dari pegawai
negeri sipil yang memenuhi persyaratan.
Pasal
203
(1) Kepala
desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 202 ayat (1) dipilih langsung oleh dan
dari penduduk desa warga negara Republik Indonesia yang syarat selanjutnya dan
tata cara pemilihannya diatur dengan Perda yang berpedoman kepada
Peraturan Pemerintah.
(2)
Calon …
(2)
Calon kepala desa yang memperoleh suara terbanyak dalam
pemilihan kepala desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan sebagai
kepala desa.
(3)
Pemilihan kepala desa dalam kesatuan masyarakat hukum
adat beserta hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan yang diakui
keberadaannya berlaku ketentuan hukum adat setempat yang ditetapkan dalam Perda dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah.
Pasal 204
Masa
jabatan kepala desa adalah 6 (enam) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk
1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.
Pasal 205
(1) Kepala desa terpilih dilantik oleh
Bupati/Walikota paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah pemilihan.
(2) Sebelum
memangku jabatannya, kepala desa mengucapkan sumpah/janji.
(3)
Susunan
kata-kata sumpah/janji dimaksud adalah sebagai berikut:
“Demi Allah (Tuhan),
saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya selaku kepala
desa dengan sebaik-baiknya, sejujur-jujurnya, dan seadil-adilnya; bahwa saya
akan selalu taat dalam mengamalkan dan mempertahankan Pancasila sebagai dasar
negara; dan bahwa saya akan menegakkan kehidupan demokrasi dan Undang-Undang
Dasar 1945 serta melaksanakan segala peraturan perundang-undangan dengan
selurus-lurusnya yang berlaku bagi desa, daerah, dan Negara Kesatuan Republik
Indonesia”.
Pasal 206 ...
Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan desa mencakup:
a.
urusan pemerintahan yang sudah ada
berdasarkan hak asal-usul desa;
b.
urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada
desa;
c.
tugas
pembantuan dari Pemerintah, pemerintah provinsi, dan/atau pemerintah
kabupaten/kota;
d.
urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundang-perundangan
diserahkan kepada desa.
Tugas
dan kewajiban kepala desa dalam memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa
diatur lebih lanjut dengan Perda berdasarkan Peraturan
Pemerintah.
Bagian Ketiga
Badan Permusyawaratan Desa
Pasal 209
Badan
Permusyawaratan Desa berfungsi menetapkan peraturan desa bersama kepala desa,
menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat.
Pasal 210 ...
(1) Anggota badan permusyawaratan desa adalah wakil dari penduduk desa
bersangkutan yang ditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat.
(2)
Pimpinan badan permusyawaratan desa dipilih dari dan oleh
anggota badan permusyawaratan desa.
(3)
Masa jabatan anggota badan permusyawaratan desa adalah 6
(enam) tahun dan dapat dipilih lagi untuk 1 (satu) kali masa jabatan
berikutnya.
(4)
Syarat dan tata cara penetapan anggota dan pimpinan badan
permusyawaratan desa diatur dalam Perda yang berpedoman pada Peraturan
Pemerintah.
Bagian Keempat
Lembaga Lain
(1)
Di desa dapat dibentuk lembaga kemasyarakatan yang
ditetapkan dengan peraturan desa dengan berpedoman pada peraturan
perundang-undangan.
(2)
Lembaga kemasyarakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
bertugas membantu pemerintah desa dan merupakan mitra dalam memberdayakan
masyarakat desa.
Bagian ...
(1) Keuangan desa adalah semua hak dan
kewajiban desa yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa
uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik desa berhubung dengan
pelaksanaan hak dan kewajiban.
(2) Hak dan kewajiban sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) menimbulkan pendapatan, belanja dan pengelolaan keuangan
desa.
(3)
Sumber pendapatan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
terdiri atas:
a.
pendapatan
asli desa;
b.
bagi
hasil pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten/kota;
c.
bagian
dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh kabupaten/kota;
d.
bantuan
dari Pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota;
e.
hibah
dan sumbangan dari pihak ketiga.
(4) Belanja desa sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) digunakan untuk mendanai penyelenggaraan pemerintahan desa dan
pemberdayaan masyarakat desa.
(5) Pengelolaan keuangan desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh kepala desa yang dituangkan
dalam peraturan desa tentang anggaran pendapatan dan belanja desa.
(6) Pedoman ...
(6) Pedoman pengelolaan keuangan desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditetapkan oleh Bupati/Walikota dengan
berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
(1)
Desa dapat mendirikan badan usaha milik desa sesuai
dengan kebutuhan dan potensi desa.
(2)
Badan usaha milik desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
(3)
Badan usaha milik desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat melakukan pinjaman sesuai peraturan
perundang-undangan.
Bagian Keenam
Kerja Sama Desa
(1)
Desa dapat mengadakan kerja sama untuk kepentingan desa
yang diatur dengan keputusan bersama dan dilaporkan kepada Bupati/Walikota
melalui camat.
(2)
Kerjasama antar desa dan desa dengan pihak ketiga
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan kewenangannya.
(3)
Kerjasama desa dengan pihak ketiga sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(4)
Untuk pelaksanaan kerja sama, sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dapat dibentuk badan kerja sama.
Pasal 215 ...
Pasal
215
(1)
Pembangunan
kawasan perdesaan yang dilakukan oleh kabupaten/kota dan atau pihak ketiga
mengikutsertakan pemerintah desa dan badan permusyawaratan desa.
(2)
Pelaksanaan
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Perda, dengan
memperhatikan:
a. kepentingan masyarakat desa;
b. kewenangan desa;
c. kelancaran pelaksanaan investasi;
d. kelestarian lingkungan hidup;
e. keserasian
kepentingan antar kawasan dan kepentingan umum.
Pasal 216
BAB XII
Pasal 217
(1) Pembinaan atas penyelenggaraan
pemerintahan daerah dilaksanakan oleh Pemerintah yang meliputi :
a.
koordinasi
pemerintahan antarsusunan pemerintahan;
b.
pemberian
pedoman dan standar pelaksanaan urusan pemerintahan;
c. pemberian
...
c.
pemberian
bimbingan, supervisi, dan konsultasi pelaksanaan urusan pemerintahan;
d.
pendidikan
dan pelatihan; dan
e.
perencanaan,
penelitian, pengembangan, pemantauan, dan evaluasi pelaksanaan urusan
pemerintahan.
(2) Koordinasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a dilaksanakan secara berkala pada tingkat nasional,
regional, atau provinsi.
(3) Pemberian pedoman dan standar
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b mencakup aspek perencanaan,
pelaksanaan, tata laksana, pendanaan, kualitas, pengendalian dan pengawasan.
(4) Pemberian bimbingan, supervisi dan
konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilaksanakan secara
berkala dan/atau sewaktu-waktu, baik secara menyeluruh kepada seluruh daerah
maupun kepada daerah tertentu sesuai dengan kebutuhan.
(5) Pendidikan dan pelatihan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dilaksanakan secara berkala bagi
kepala daerah atau wakil kepala daerah, anggota DPRD, perangkat daerah, pegawai
negeri sipil daerah, dan kepala desa.
(6) Perencanaan, penelitian,
pengembangan, pemantauan, dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
e dilaksanakan secara berkala ataupun sewaktu-waktu dengan memperhatikan
susunan pemerintahan.
(7) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf d dan huruf e dapat dilakukan kerja sama dengan
perguruan tinggi dan/atau lembaga penelitian.
Pasal 218
...
Pasal 218
(1) Pengawasan atas penyelenggaraan
pemerintahan daerah dilaksanakan oleh Pemerintah yang meliputi:
a.
Pengawasan
atas pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah;
b.
Pengawasan
terhadap peraturan daerah dan peraturan kepala daerah.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a dilaksanakan oleh aparat pengawas intern Pemerintah sesuai peraturan perundang-undangan.
Pasal 219
(1) Pemerintah memberikan penghargaan
dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
(2) Penghargaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diberikan kepada pemerintahan daerah, kepala daerah dan/atau
wakil kepala daerah, anggota DPRD, perangkat daerah, PNS daerah, kepala desa,
anggota badan permusyawaratan desa, dan masyarakat.
Pasal 220
(1) Sanksi diberikan oleh Pemerintah
dalam rangka pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah.
(2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diberikan kepada pemerintahan daerah, kepala daerah atau wakil kepala
daerah, anggota DPRD, perangkat daerah, PNS daerah, dan kepala desa.
Pasal 221
...
Pasal 221
Hasil pembinaan
dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 217 dan Pasal 218 digunakan
sebagai bahan pembinaan selanjutnya oleh Pemerintah dan dapat digunakan sebagai
bahan pemeriksaan oleh Badan Pemeriksa Keuangan.
Pasal 222
(1) Pembinaan dan pengawasan
penyelenggaraan pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 217 dan
Pasal 218 secara nasional dikoordinasikan oleh Menteri Dalam Negeri.
(2) Pembinaan dan pengawasan
penyelenggaraan pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk
kabupaten/kota dikoordinasikan oleh Gubernur.
(3) Pembinaan dan pengawasan
penyelenggaraan pemerintahan desa dikoordinasikan oleh Bupati/Walikota.
(4) Bupati dan walikota dalam pembinaan
dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat melimpahkan kepada
camat.
Pasal 223
Pedoman pembinaan
dan pengawasan yang meliputi standar, norma, prosedur, penghargaan, dan sanksi
diatur dalam Peraturan Pemerintah.
BAB XIII ...
PERTIMBANGAN DALAM KEBIJAKAN
OTONOMI DAERAH
Pasal 224
(1) Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah, Presiden dapat
membentuk suatu dewan yang bertugas memberikan saran dan pertimbangan terhadap
kebijakan otonomi daerah.
(2) Dewan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) bertugas memberikan saran dan pertimbangan kepada
Presiden antara lain mengenai rancangan
kebijakan:
a.
pembentukan,
penghapusan dan penggabungan daerah serta pembentukan kawasan khusus;
b.
perimbangan
keuangan antara Pemerintah dan pemerintahan daerah, yang meliputi:
1) perhitungan bagian
masing-masing daerah atas dana bagi hasil pajak dan sumber daya alam sesuai
dengan peraturan perundang-undangan;
2) formula dan perhitungan
DAU masing-masing daerah berdasarkan besaran pagu DAU sesuai dengan peraturan
perundangan;
3) DAK masing-masing daerah
untuk setiap tahun anggaran berdasarkan besaran pagu DAK dengan menggunakan
kriteria sesuai dengan peraturan perundangan.
(3) Dewan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dipimpin oleh Menteri Dalam Negeri yang susunan organisasi keanggotaan
dan tata laksananya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Presiden.
BAB
XIV ...
BAB XIV
KETENTUAN
LAIN-LAIN
Pasal 225
Daerah-daerah yang
memiliki status istimewa dan diberikan otonomi khusus selain diatur dengan
Undang-Undang ini diberlakukan pula ketentuan khusus yang diatur dalam
undang-undang lain.
Pasal 226
(1)
Ketentuan
dalam Undang-Undang ini berlaku bagi Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta,
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Provinsi Papua, dan Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta sepanjang tidak diatur secara khusus dalam Undang-Undang tersendiri.
(2) Keistimewaan untuk
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 1999, adalah tetap dengan ketentuan bahwa penyelenggaraan
pemerintahan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta didasarkan pada Undang-Undang
ini.
(3) Khusus untuk Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah
diselenggarakan sesuai ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus
bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam,
dengan penyempurnaan:
a.
Pemilihan
kepala daerah yang berakhir masa jabatannya sampai dengan bulan April 2005,
diselenggarakan pemilihan
secara ...
secara langsung sebagaimana dimaksud Undang-Undang Nomor 18
Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai
provinsi Nanggroe Aceh Darussalam paling lambat pada bulan Mei 2005.
b.
Kepala
daerah selain yang dinyatakan pada huruf (a) diatas diselenggarakan pemilihan
kepala daerah sesuai dengan periode masa jabatannya.
c.
Kepala
daerah dan wakil kepala daerah yang berakhir masa jabatannya sebelum
Undang-Undang ini disahkan sampai dengan bulan April 2005, sejak masa
jabatannya berakhir diangkat seorang penjabat kepala daerah.
d.
Penjabat
kepala daerah tidak dapat menjadi calon kepala daerah atau calon wakil kepala
daerah yang dipilih secara langsung sebagaimana dimaksud Undang-Undang Nomor 18
Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
e. Anggota Komisi Independen Pemilihan
dari unsur anggota Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia diisi oleh Ketua
dan anggota Komisi Pemilihan Umum Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Pasal 227
(1) Khusus untuk Provinsi Daerah Khusus
Ibukota Jakarta karena kedudukannya sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia,
diatur dengan undang-undang tersendiri.
(2) Provinsi Daerah Khusus Ibukota
Jakarta sebagai Ibukota Negara berstatus
sebagai daerah otonom,
dan dalam wilayah
administrasi ...
administrasi tersebut
tidak dibentuk daerah yang berstatus otonom.
(3) Undang-undang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) memuat pengaturan:
a.
kekhususan
tugas, hak, kewajiban, dan tanggung jawab sebagai ibukota Negara;
b.
tempat
kedudukan perwakilan negara-negara sahabat;
c.
keterpaduan
rencana umum tata ruang Jakarta dengan rencana umum tata ruang daerah sekitar;
d.
kawasan
khusus untuk menyelenggarakan fungsi pemerintahan tertentu yang dikelola
langsung oleh Pemerintah.
Pasal 228
(1) Penyelenggaraan urusan pemerintahan
yang menjadi wewenang Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3)
yang didekonsentrasikan, dilaksanakan oleh instansi vertikal di daerah.
(2) Instansi vertikal sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), jumlah, susunan
dan luas wilayah kerjanya ditetapkan Pemerintah.
(3) Pembentukan, susunan organisasi,
dan tata laksana instansi vertikal di daerah, sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2), ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
(4) Semua instansi vertikal yang
menjadi perangkat daerah, kekayaannya dialihkan menjadi milik daerah.
Pasal 229
Batas daerah
provinsi atau kabupaten/kota yang berbatasan dengan wilayah negara
lain, diatur berdasarkan
peraturan perundang-
undangan ...
undangan dengan
memperhatikan hukum internasional yang pelaksanaannya ditetapkan oleh
Pemerintah.
Pasal
230
Anggota Tentara Nasional Indonesia dan
anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia tidak menggunakan hak memilihnya
dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah sepanjang belum diatur
dalam undang-undang.
BAB XV
KETENTUAN
PERALIHAN
Pada saat berlakunya undang-undang
ini, nama, batas, dan ibukota provinsi, daerah khusus, daerah istimewa,
kabupaten, dan kota, tetap berlaku kecuali ditentukan lain dalam peraturan
perundang-undangan.
(1) Provinsi, kabupaten/kota,
kecamatan, kelurahan, dan desa yang ada pada saat diundangkannya Undang-Undang
ini tetap sebagai provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, kelurahan, dan desa
kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan.
(2) Pembentukan daerah provinsi atau
kabupaten/kota yang telah memenuhi seluruh persyaratan pembentukan sesuai
peraturan perundang-undangan tetap diproses sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan sebelum Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 233
...
Pasal 233
(1) Kepala daerah yang
berakhir masa jabatannya pada tahun 2004 sampai dengan bulan Juni 2005
diselenggarakan pemilihan kepala daerah secara langsung sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang ini pada bulan Juni 2005.
(2) Kepala daerah yang
berakhir masa jabatannya pada bulan Januari 2009 sampai dengan bulan Juli 2009
diselenggarakan pemilihan kepala daerah secara langsung sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang ini pada bulan Desember 2008.
Pasal
234
(1) Kepala daerah dan wakil
kepala daerah yang berakhir masa jabatannya sebelum bulan Juni 2005, sejak masa
jabatannya berakhir diangkat seorang penjabat kepala daerah.
(2) Penjabat kepala daerah
yang ditetapkan sebelum diundangkannya Undang-Undang ini, menjalankan tugas
sampai berakhir masa jabatannya.
(3) Pendanaan kegiatan
pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang diselenggarakan pada tahun
2005 dibebankan pada APBN dan APBD.
Pasal
235
Pemilihan Gubernur
dan Bupati/Walikota dalam satu daerah yang sama yang berakhir masa jabatannya
pada bulan dan tahun yang sama dan/atau dalam kurun waktu antara 1 (satu)
sampai dengan 30 (tiga puluh) hari, pemungutan suaranya diselenggarakan pada hari yang sama.
Pasal 236
(1) Kepala
desa dan perangkat
desa yang ada
pada saat mulai
berlakunya ...
berlakunya Undang-Undang ini tetap
menjalankan tugas sampai habis masa jabatannya.
(2) Anggota badan perwakilan desa yang ada pada
saat mulai berlakunya Undang-Undang ini menjalankan tugas sebagaimana di atur
dalam Undang-Undang ini sampai habis masa jabatannya.
BAB XVI
KETENTUAN
PENUTUP
Pasal 237
Semua ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berkaitan secara langsung dengan daerah
otonom wajib mendasarkan dan menyesuaikan pengaturannya pada Undang-Undang ini.
Pasal
238
(1) Semua peraturan perundang-undangan
yang berkaitan dengan pemerintahan daerah sepanjang belum diganti dan tidak
bertentangan dengan Undang-Undang ini dinyatakan tetap berlaku.
(2) Peraturan pelaksanaan atas
Undang-Undang ini ditetapkan selambat-lambatnya 2 (dua) tahun sejak
Undang-Undang ini ditetapkan.
Pasal
239
Pada saat berlakunya
Undang-Undang ini, maka Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 240
Undang-Undang ini mulai berlaku pada
tanggal diundangkan.
Agar ...
Agar setiap orang
dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 15 Oktober 2004
PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA,
ttd
MEGAWATI
SOEKARNOPUTRI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 15 Oktober 2004
SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
BAMBANG
KESOWO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK
INDONESIA TAHUN 2004 NOMOR 125
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK
INDONESIA
NOMOR
32 TAHUN 2004
TENTANG
PEMERINTAHAN DAERAH
I.
PENJELASAN
UMUM
1.
Dasar
Pemikiran
a. Sesuai dengan amanat Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas kepada daerah
diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui
peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Disamping itu melalui otonomi luas, daerah
diharapkan mampu meningkatkan daya saing
dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan,
keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam sistem
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pemerintahan daerah dalam
rangka meningkatkan efisiensi dan
efektivitas penyelenggaraan otonomi daerah, perlu memperhatikan hubungan
antarsusunan pemerintahan dan antarpemerintahan daerah, potensi dan
keanekaragaman daerah. Aspek hubungan wewenang memperhatikan kekhususan dan
keragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Aspek
hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya
lainnya dilaksanakan secara adil dan selaras. Disamping itu, perlu diperhatikan
pula peluang dan tantangan dalam
persaingan ...
persaingan global dengan memanfaatkan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Agar mampu menjalankan perannya tersebut,
daerah diberikan kewenangan yang seluas-luasnya disertai dengan pemberian hak dan
kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan
pemerintahan negara.
Perubahan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999,
disamping karena adanya perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, juga memperhatikan beberapa Ketetapan MPR dan Keputusan MPR,
seperti; Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi
Kebijakan Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah; dan Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor VI/MPR/2002 tentang Rekomendasi
Atas Laporan Pelaksanaan Putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
Indonesia oleh Presiden, DPA, DPR, BPK, dan MA pada sidang tahunan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tahun 2002 dan Keputusan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor 5/MPR/2003 tentang Penugasan
Kepada MPR-RI Untuk Menyampaikan Saran Atas Laporan Pelaksanaan Keputusan
MPR-RI oleh Presiden, DPR, BPK, dan MA pada Sidang Tahunan MPR-RI Tahun 2003.
Dalam melakukan perubahan
undang-undang, diperhatikan berbagai undang-undang yang terkait di bidang
politik diantaranya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah; Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan
Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003
tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden.
Selain itu juga
diperhatikan ...
diperhatikan undang-undang yang terkait di bidang
keuangan negara, yaitu Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Atas Pengelolaan dan
Pertanggungjawaban Keuangan Negara.
b.
Prinsip
otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan
mengatur semua urusan pemerintahan di luar yang menjadi urusan Pemerintah yang
ditetapkan dalam Undang-Undang ini. Daerah memiliki kewenangan membuat
kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan peranserta, prakarsa, dan
pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat.
Sejalan dengan prinsip tersebut dilaksanakan pula
prinsip otonomi yang nyata dan bertanggungjawab. Prinsip otonomi nyata adalah
suatu prinsip bahwa untuk menangani
urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang, dan kewajiban
yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang
sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah. Dengan demikian isi dan jenis
otonomi bagi setiap daerah tidak selalu sama dengan daerah lainnya. Adapun yang
dimaksud dengan otonomi yang bertanggungjawab adalah otonomi yang dalam
penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian
otonomi, yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah termasuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian utama dari tujuan nasional.
Seiring dengan prinsip itu penyelenggaraan otonomi
daerah harus selalu berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat
dengan selalu memperhatikan kepentingan
dan aspirasi yang
tumbuh dalam masyarakat.
Selain ...
Selain itu penyelenggaraan otonomi daerah juga
harus menjamin keserasian hubungan antara Daerah dengan Daerah lainnya, artinya
mampu membangun kerjasama antar Daerah untuk meningkatkan kesejahteraan bersama
dan mencegah ketimpangan antar Daerah. Hal yang tidak kalah pentingnya bahwa
otonomi daerah juga harus mampu menjamin hubungan yang serasi antar Daerah dengan Pemerintah, artinya harus
mampu memelihara dan menjaga keutuhan wilayah Negara dan tetap tegaknya Negara
Kesatuan Republik Indonesia dalam rangka mewujudkan tujuan negara.
Agar otonomi daerah dapat dilaksanakan sejalan
dengan tujuan yang hendak dicapai, Pemerintah wajib melakukan pembinaan yang
berupa pemberian pedoman seperti dalam penelitian, pengembangan, perencanaan
dan pengawasan. Disamping itu diberikan pula
standar, arahan, bimbingan, pelatihan, supervisi, pengendalian,
koordinasi, pemantauan, dan evaluasi.
Bersamaan itu Pemerintah wajib memberikan fasilitasi yang berupa pemberian
peluang kemudahan, bantuan, dan dorongan kepada daerah agar dalam melaksanakan
otonomi dapat dilakukan secara efisien dan efektif sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
2.
Pembentukan
Daerah dan Kawasan Khusus
Pembentukan
daerah pada dasarnya dimaksudkan untuk meningkatkan pelayanan publik guna
mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat disamping sebagai sarana
pendidikan politik di tingkat lokal. Untuk itu maka pembentukan daerah harus
mempertimbangkan berbagai faktor seperti kemampuan ekonomi, potensi daerah,
luas wilayah, kependudukan, dan pertimbangan dari aspek sosial politik, sosial
budaya, pertahanan dan keamanan serta pertimbangan dan syarat lain yang
memungkinkan daerah itu dapat menyelenggarakan dan mewujudkan tujuan
dibentuknya daerah dan diberikannya otonomi daerah.
Pemerintah ...
Pemerintah dapat menetapkan kawasan
khusus di daerah otonom untuk menyelenggarakan fungsi-fungsi pemerintahan
tertentu yang bersifat khusus dan untuk kepentingan nasional/berskala nasional,
misalnya dalam bentuk kawasan cagar budaya, taman nasional, pengembangan industri
strategis, pengembangan teknologi tinggi seperti pengembangan tenaga nuklir,
peluncuran peluru kendali, pengembangan
prasarana komunikasi, telekomunikasi, transportasi, pelabuhan dan daerah
perdagangan bebas, pangkalan militer, serta wilayah eksploitasi, konservasi
bahan galian strategis, penelitian dan pengembangan sumber daya nasional,
laboratorium sosial, lembaga pemasyarakatan spesifik. Pemerintah wajib mengikutsertakan pemerintah
daerah dalam pembentukan kawasan khusus tersebut.
3.
Pembagian
Urusan Pemerintahan
Penyelenggaraan desentralisasi mensyaratkan pembagian
urusan pemerintahan antara Pemerintah dengan daerah otonom. Pembagian urusan
pemerintahan tersebut didasarkan pada pemikiran bahwa selalu terdapat berbagai
urusan pemerintahan yang sepenuhnya/tetap menjadi kewenangan Pemerintah. Urusan
pemerintahan tersebut menyangkut terjaminnya kelangsungan hidup bangsa dan
negara secara keseluruhan. Urusan pemerintahan dimaksud meliputi : politik
luar negeri dalam arti mengangkat pejabat diplomatik dan menunjuk warga
negara untuk duduk dalam jabatan lembaga internasional, menetapkan kebijakan
luar negeri, melakukan perjanjian dengan negara lain, menetapkan kebijakan
perdagangan luar negeri, dan sebagainya; pertahanan misalnya mendirikan
dan membentuk angkatan bersenjata, menyatakan damai dan perang, menyatakan
negara atau sebagian wilayah negara dalam keadaan bahaya, membangun dan
mengembangkan sistem pertahanan negara dan persenjataan, menetapkan kebijakan
untuk wajib militer, bela negara bagi setiap warga negara dan sebagainya; keamanan
misalnya mendirikan dan membentuk kepolisian
negara,
menetapkan ...
menetapkan kebijakan keamanan nasional, menindak setiap
orang yang melanggar hukum negara, menindak kelompok atau organisasi yang
kegiatannya mengganggu keamanan negara dan sebagainya; moneter misalnya
mencetak uang dan menentukan nilai mata uang, menetapkan kebijakan moneter,
mengendalikan peredaran uang dan sebagainya; yustisi misalnya mendirikan
lembaga peradilan, mengangkat hakim dan jaksa, mendirikan lembaga
pemasyarakatan, menetapkan kebijakan kehakiman dan keimigrasian, memberikan
grasi, amnesti, abolisi, membentuk undang-undang, Peraturan Pemerintah
pengganti undang-undang, Peraturan Pemerintah, dan peraturan lain yang berskala
nasional, dan lain sebagainya; dan agama, misalnya menetapkan hari libur
keagamaan yang berlaku secara nasional, memberikan pengakuan terhadap
keberadaan suatu agama, menetapkan kebijakan dalam penyelenggaraan kehidupan
keagamaan dan sebagainya; dan bagian tertentu urusan pemerintah lainnya yang
berskala nasional, tidak diserahkan kepada daerah.
Di samping itu
terdapat bagian urusan pemerintah yang bersifat concurrent artinya
urusan pemerintahan yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu dapat
dilaksanakan bersama antara Pemerintah dan pemerintah daerah. Dengan demikian
setiap urusan yang bersifat concurrent senantiasa ada bagian urusan yang
menjadi kewenangan Pemerintah, ada bagian urusan yang diserahkan kepada
Provinsi, dan ada bagian urusan yang diserahkan kepada Kabupaten/Kota.
Untuk mewujudkan pembagian kewenangan yang concurrent
secara proporsional antara Pemerintah, Daerah Provinsi, Daerah Kabupaten dan
Kota maka disusunlah kriteria yang meliputi: eksternalitas, akuntabilitas, dan
efisiensi dengan mempertimbangkan keserasian hubungan pengelolaan urusan
pemerintahan antar tingkat pemerintahan.
Urusan
...
Urusan yang menjadi kewenangan daerah, meliputi urusan
wajib dan urusan pilihan. Urusan pemerintahan wajib adalah suatu urusan
pemerintahan yang berkaitan dengan pelayanan dasar seperti pendidikan dasar,
kesehatan, pemenuhan kebutuhan hidup minimal, prasarana lingkungan dasar;
sedangkan urusan pemerintahan yang bersifat pilihan terkait erat dengan potensi
unggulan dan kekhasan daerah.
Kriteria eksternalitas adalah
pendekatan dalam pembagian urusan pemerintahan dengan mempertimbangkan
dampak/akibat yang ditimbulkan dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan
tersebut. Apabila dampak yang ditimbulkan bersifat lokal, maka urusan
pemerintahan tersebut menjadi kewenangan
kabupaten/kota, apabila regional menjadi kewenangan provinsi, dan apabila
nasional menjadi kewenangan Pemerintah.
Kriteria akuntabilitas adalah
pendekatan dalam pembagian urusan pemerintahan dengan pertimbangan bahwa
tingkat pemerintahan yang menangani sesuatu bagian urusan adalah tingkat
pemerintahan yang lebih langsung/dekat dengan dampak/akibat dari urusan yang
ditangani tersebut. Dengan demikian akuntabilitas penyelenggaraan bagian urusan
pemerintahan tersebut kepada masyarakat akan lebih terjamin.
Kriteria efisiensi adalah pendekatan
dalam pembagian urusan pemerintahan dengan mempertimbangkan tersedianya sumber
daya (personil, dana, dan peralatan) untuk mendapatkan ketepatan, kepastian,
dan kecepatan hasil yang harus dicapai dalam penyelenggaraan bagian urusan.
Artinya apabila suatu bagian urusan dalam penanganannya dipastikan akan lebih
berdayaguna dan berhasilguna dilaksanakan oleh daerah Provinsi dan/atau Daerah
Kabupaten/Kota dibandingkan apabila ditangani oleh Pemerintah maka bagian
urusan tersebut diserahkan kepada Daerah Provinsi dan/atau Daerah
Kabupaten/Kota. Sebaliknya apabila suatu bagian
urusan
akan ...
akan lebih berdayaguna dan berhasil
guna bila ditangani oleh Pemerintah maka bagian urusan tersebut tetap ditangani
oleh Pemerintah. Untuk itu pembagian bagian urusan harus disesuaikan dengan
memperhatikan ruang lingkup wilayah beroperasinya bagian urusan pemerintahan
tersebut. Ukuran dayaguna dan hasilguna tersebut dilihat dari besarnya manfaat
yang dirasakan oleh masyarakat dan besar kecilnya resiko yang harus dihadapi.
Sedangkan yang dimaksud dengan
keserasian hubungan yakni bahwa pengelolaan bagian urusan pemerintah yang
dikerjakan oleh tingkat pemerintahan yang berbeda, bersifat saling berhubungan
(inter-koneksi), saling tergantung (inter-dependensi), dan saling mendukung
sebagai satu kesatuan sistem dengan memperhatikan cakupan kemanfaatan.
Pembagian urusan pemerintahan sebagaimana tersebut di
atas ditempuh melalui mekanisme
penyerahan dan atau pengakuan atas usul Daerah terhadap bagian urusan-urusan
pemerintah yang akan diatur dan diurusnya. Berdasarkan usulan tersebut
Pemerintah melakukan verifikasi terlebih dahulu sebelum memberikan pengakuan
atas bagian urusan-urusan yang akan dilaksanakan oleh Daerah. Terhadap bagian urusan yang saat
ini masih menjadi kewenangan Pusat dengan kriteria tersebut dapat diserahkan
kepada Daerah.
Tugas pembantuan pada dasarnya
merupakan keikutsertaan Daerah atau Desa termasuk masyarakatnya atas penugasan
atau kuasa dari Pemerintah atau pemerintah daerah untuk melaksanakan urusan
pemerintah di bidang tertentu.
4.
Pemerintahan
Daerah
Pemerintahan Daerah adalah pelaksanaan fungsi-fungsi
pemerintahan daerah yang dilakukan oleh lembaga pemerintahan daerah yaitu
Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Kepala ...
Kepala Daerah adalah Kepala Pemerintah Daerah yang
dipilih secara demokratis. Pemilihan secara demokratis terhadap Kepala Daerah
tersebut, dengan mengingat bahwa tugas dan wewenang DPRD menurut Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan
Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah, menyatakan antara lain bahwa DPRD tidak memiliki tugas dan
wewenang untuk memilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, maka pemilihan secara
demokratis dalam Undang-Undang ini dilakukan oleh rakyat secara langsung.
Kepala daerah dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh seorang wakil kepala
daerah, dan perangkat daerah.
Kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih secara
langsung oleh rakyat yang persyaratan dan tata caranya ditetapkan dalam
peraturan perundang-undangan. Pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala
daerah dapat dicalonkan baik oleh partai politik atau gabungan partai politik
peserta Pemilu yang memperoleh sejumlah kursi tertentu dalam DPRD dan atau
memperoleh dukungan suara dalam Pemilu Legislatif dalam jumlah tertentu.
Susunan dan kedudukan DPRD yang mencakup keanggotaan,
pimpinan, fungsi, tugas, wewenang, hak, kewajiban, penggantian antar waktu,
alat kelengkapan, protokoler, keuangan, peraturan tata tertib, larangan dan
sanksi, diatur tersendiri di dalam Undang-Undang mengenai Susunan dan Kedudukan
Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Hal-hal yang belum cukup diatur
dalam Undang-Undang tersebut dan yang masih memerlukan pengaturan lebih lanjut
baik yang bersifat penegasan maupun melengkapi diatur dalam undang-undang ini.
Melalui ...
Melalui undang-undang ini Komisi
Pemilihan Umum Daerah (KPUD) provinsi, kabupaten, dan kota diberikan kewenangan
sebagai penyelenggara pemilihan kepala daerah. KPUD yang dimaksud dalam
Undang-Undang ini adalah KPUD sebagaimana dimaksud Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Untuk itu, tidak perlu dibentuk dan
ditetapkan KPUD dan keanggotaannya yang baru. Agar
penyelengaraan pemilihan dapat berlangsung dengan baik, maka DPRD membentuk
panitia pengawas. Kewenangan KPUD provinsi, kabupaten, dan kota dibatasi sampai
dengan penetapan calon terpilih dengan Berita Acara yang selanjutnya KPUD
menyerahkan kepada DPRD untuk diproses pengusulannya kepada Pemerintah guna
mendapatkan pengesahan.
Gubernur sebagai Kepala Daerah Provinsi berfungsi pula selaku
wakil Pemerintah di daerah dalam
pengertian untuk menjembatani dan memperpendek rentang kendali pelaksanaan
tugas dan fungsi Pemerintah termasuk dalam pembinaan dan pengawasan terhadap
penyelenggaraan urusan pemerintahan pada strata pemerintahan kabupaten dan
kota.
Hubungan antara pemerintah daerah dan DPRD merupakan
hubungan kerja yang kedudukannya setara dan bersifat kemitraan. Kedudukan yang
setara bermakna bahwa diantara lembaga pemerintahan daerah itu memiliki
kedudukan yang sama dan sejajar, artinya tidak saling membawahi. Hal ini
tercermin dalam membuat kebijakan daerah berupa Peraturan Daerah. Hubungan
kemitraan bermakna bahwa antara Pemerintah Daerah dan DPRD adalah sama-sama
mitra sekerja dalam membuat kebijakan daerah untuk melaksanakan otonomi daerah
sesuai dengan fungsi masing-masing sehingga antar kedua lembaga itu membangun
suatu hubungan kerja yang sifatnya saling mendukung bukan merupakan lawan
ataupun pesaing satu sama lain dalam
melaksanakan fungsi masing-masing.
5. Perangkat
...
5.
Perangkat
Daerah
Dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah, kepala daerah dibantu oleh perangkat
daerah. Secara umum perangkat daerah terdiri dari unsur staf yang membantu
penyusunan kebijakan dan koordinasi, diwadahi dalam lembaga sekretariat; unsur
pendukung tugas kepala daerah dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah
yang bersifat spesifik, diwadahi dalam lembaga teknis daerah; serta unsur
pelaksana urusan daerah yang diwadahi dalam lembaga dinas daerah.
Dasar
utama penyusunan perangkat daerah dalam bentuk suatu organisasi adalah adanya
urusan pemerintahan yang perlu ditangani. Namun tidak berarti bahwa setiap
penanganan urusan pemerintahan harus dibentuk ke dalam organisasi tersendiri.
Besaran organisasi perangkat daerah sekurang-kurangnya mempertimbangkan faktor
kemampuan keuangan; kebutuhan daerah; cakupan tugas yang meliputi sasaran tugas
yang harus diwujudkan, jenis dan banyaknya tugas; luas wilayah kerja dan
kondisi geografis; jumlah dan kepadatan penduduk; potensi daerah yang bertalian
dengan urusan yang akan ditangani; sarana dan prasarana penunjang tugas. Oleh
karena itu kebutuhan akan organisasi perangkat daerah bagi masing-masing daerah
tidak senantiasa sama atau seragam.
Tata
cara atau prosedur, persyaratan, kriteria pembentukan suatu organisasi
perangkat daerah ditetapkan dalam peraturan daerah yang mengacu pedoman yang
ditetapkan Pemerintah.
6.
Keuangan
Daerah
Penyelenggaraan fungsi pemerintahan
daerah akan terlaksana secara optimal apabila penyelenggaraan urusan
pemerintahan diikuti dengan pemberian sumber-sumber penerimaan yang cukup
kepada daerah, dengan mengacu kepada Undang-Undang tentang
Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan ...
Pemerintahan
Daerah, dimana besarnya disesuaikan dan diselaraskan dengan pembagian
kewenangan antara Pemerintah dan Daerah. Semua sumber keuangan yang melekat
pada setiap urusan pemerintah yang diserahkan kepada daerah menjadi sumber keuangan
daerah.
Daerah
diberikan hak untuk mendapatkan sumber keuangan yang antara lain berupa :
kepastian tersedianya pendanaan dari Pemerintah sesuai dengan urusan pemerintah
yang diserahkan; kewenangan memungut dan mendayagunakan pajak dan retribusi daerah
dan hak untuk mendapatkan bagi hasil dari sumber-sumber daya nasional yang
berada di daerah dan dana perimbangan lainnya; hak untuk mengelola kekayaan
Daerah dan mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah serta
sumber-sumber pembiayaan. Dengan pengaturan tersebut, dalam hal ini pada
dasarnya Pemerintah menerapkan prinsip “uang mengikuti fungsi”.
Di dalam Undang-Undang mengenai
Keuangan Negara, terdapat penegasan di bidang pengelolaan keuangan, yaitu bahwa
kekuasaan pengelolaan keuangan negara adalah sebagai bagian dari kekuasaan
pemerintahan; dan kekuasaan pengelolaan
keuangan negara dari presiden sebagian diserahkan kepada
gubernur/bupati/walikota selaku kepala pemerintah daerah untuk mengelola
keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan
daerah yang dipisahkan. Ketentuan tersebut berimplikasi pada pengaturan
pengelolaan keuangan daerah, yaitu bahwa gubernur/bupati/walikota
bertanggungjawab atas pengelolaan keuangan daerah sebagai bagian dari kekuasaan
pemerintahan daerah. Dengan demikian pengaturan pengelolaan dan
pertanggungjawaban keuangan daerah melekat dan menjadi satu dengan pengaturan
pemerintahan daerah, yaitu dalam Undang-Undang mengenai Pemerintahan Daerah.
7. Peraturan ...
7.
Peraturan
Daerah dan Peraturan Kepala Daerah
Penyelenggara pemerintahan daerah dalam melaksanakan
tugas, wewenang, kewajiban, dan tanggungjawabnya serta atas kuasa peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi dapat menetapkan kebijakan daerah yang
dirumuskan antara lain dalam peraturan daerah, peraturan kepala daerah, dan
ketentuan daerah lainnya. Kebijakan daerah dimaksud tidak boleh bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan kepentingan umum
serta peraturan Daerah lain.
Peraturan daerah dibuat oleh DPRD bersama-sama Pemerintah
Daerah, artinya prakarsa dapat berasal dari DPRD maupun dari Pemerintah Daerah.
Khusus peraturan daerah tentang APBD rancangannya disiapkan oleh Pemerintah
Daerah yang telah mencakup keuangan DPRD, untuk dibahas bersama DPRD. Peraturan
daerah dan ketentuan daerah lainnya yang bersifat mengatur diundangkan dengan
menempatkannya dalam Lembaran Daerah. Peraturan daerah tertentu yang
mengatur pajak daerah,
retribusi daerah, APBD,
perubahan APBD, dan tata ruang, berlakunya setelah melalui tahapan
evaluasi oleh Pemerintah. Hal itu ditempuh
dengan pertimbangan antara lain
untuk melindungi kepentingan umum, menyelaraskan dan menyesuaikan dengan
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan/atau peraturan Daerah
lainnya, terutama peraturan daerah mengenai pajak daerah dan retribusi daerah.
8.
Kepegawaian
Daerah
Dalam sistem kepegawaian secara nasional, Pegawai Negeri
Sipil memiliki posisi penting untuk menyelenggarakan pemerintahan dan difungsikan
sebagai alat pemersatu bangsa. Sejalan dengan kebijakan desentralisasi dalam
penyelenggaraan pemerintahan, maka
ada sebagian kewenangan
di bidang
kepegawaian ...
kepegawaian untuk diserahkan kepada daerah yang dikelola
dalam sistem kepegawaian daerah.
Kepegawaian Daerah adalah suatu sistem dan prosedur yang
diatur dalam peraturan perundang-undangan sekurang-kurangnya meliputi
perencanaan, persyaratan, pengangkatan, penempatan, pendidikan dan pelatihan,
penggajian, pemberhentian, pensiun, pembinaan, kedudukan, hak, kewajiban,
tanggungjawab, larangan, sanksi, dan penghargaan merupakan sub-sistem dari
sistem kepegawaian secara nasional. Dengan demikian kepegawaian daerah
merupakan satu kesatuan jaringan birokrasi dalam kepegawaian nasional.
Sistem manajemen
pegawai yang sesuai dengan kondisi pemerintahan saat ini, tidak murni
menggunakan unified system namun sebagai konsekuensi digunakannya
kebijakan desentralisasi maka dalam hal ini menggunakan gabungan antara unified
system dan separated system, artinya ada bagian-bagian kewenangan
yang tetap menjadi kewenangan pemerintah, dan ada bagian-bagian kewenangan yang
diserahkan kepada Daerah untuk selanjutnya dilaksanakan oleh pembina
kepegawaian daerah. Prinsip lain yang dianut adalah memberikan suatu kejelasan
dan ketegasan bahwa ada pemisahan antara pejabat politik dan pejabat karier
baik mengenai tata cara rekruitmennya maupun kedudukan, tugas, wewenang,
fungsi, dan pembinaannya. Berdasarkan prinsip dimaksud maka pembina kepegawaian daerah adalah pejabat
karier tertinggi pada pemerintah daerah.
Penempatan pegawai untuk mengisi jabatan
dengan kualifikasi umum menjadi kewenangan masing-masing tingkatan pemerintahan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan, sedangkan untuk pengisian jabatan tertentu
yang memerlukan kualifikasi khusus seperti tenaga ahli di bidang tertentu,
pengalaman kerja tertentu di Kabupaten atau Kota, maka pembina kepegawaian
tingkat Provinsi dan atau Pemerintah dapat memberikan fasilitasi. Hal ini dalam
rangka
melakukan ...
melakukan pemerataan tenaga-tenaga pegawai
tertentu dan penempatan pegawai yang tepat serta sesuai dengan kualifikasi
jabatan yang diperlukan di seluruh daerah.
Gaji dan tunjangan PNS Daerah disediakan dengan
menggunakan Dana Alokasi Dasar yang ditetapkan secara nasional, merupakan
bagian dalam Dana Alokasi Umum (DAU) yang dinyatakan secara tegas. Hal ini
dimaksudkan untuk lebih mempermudah apabila terjadi mutasi pegawai antar daerah
atau dari daerah ke pusat, dan atau sebaliknya serta untuk menjamin kepastian
penghasilan yang berhak diterima oleh setiap pegawai.
Pemberhentian pegawai negeri sipil daerah pada prinsipnya
menjadi kewenangan Presiden, namun mengingat bahwa jumlah pegawai sangat besar
maka agar tercipta efisiensi dan efektivitas maka sebagian kewenangan tersebut
diserahkan kepada pembina kepegawaian daerah.
9.
Pembinaan
dan Pengawasan
Pembinaan
atas penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah upaya yang dilakukan oleh
Pemerintah dan atau Gubernur selaku Wakil Pemerintah di Daerah untuk mewujudkan
tercapainya tujuan penyelenggaraan otonomi daerah. Dalam rangka pembinaan oleh
Pemerintah, Menteri dan Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen melakukan
pembinaan sesuai dengan fungsi dan kewenangan masing-masing yang
dikoordinasikan oleh Menteri Dalam Negeri untuk pembinaan dan pengawasan
provinsi serta oleh gubernur untuk pembinaan dan pengawasan kabupaten/kota.
Pengawasan
atas penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah proses kegiatan yang ditujukan
untuk menjamin agar pemerintah daerah berjalan sesuai dengan rencana dan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pengawasan ...
Pengawasan yang dilaksanakan oleh Pemerintah terkait dengan
penyelenggaraan urusan pemerintahan dan utamanya terhadap peraturan daerah dan
peraturan kepala daerah.
Dalam hal pengawasan terhadap rancangan peraturan daerah dan
peraturan daerah, Pemerintah melakukan dengan 2 (dua) cara sebagai berikut :
1) Pengawasan terhadap rancangan peraturan daerah
(RAPERDA), yaitu terhadap rancangan peraturan daerah yang mengatur pajak
daerah, retribusi daerah, APBD, dan RUTR sebelum disahkan oleh kepala daerah
terlebih dahulu dievaluasi oleh Menteri Dalam Negeri untuk Raperda provinsi,
dan oleh Gubernur terhadap Raperda kabupaten/kota. Mekanisme ini dilakukan agar
pengaturan tentang hal-hal tersebut dapat mencapai daya guna dan hasil guna
yang optimal.
2) Pengawasan terhadap semua peraturan daerah di
luar yang termasuk dalam angka 1, yaitu setiap peraturan daerah wajib
disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri untuk provinsi dan Gubernur untuk
kabupaten/kota untuk memperoleh klarifikasi. Terhadap peraturan daerah yang
bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan yang lebih tinggi dapat
dibatalkan sesuai mekanisme yang berlaku.
Dalam rangka mengoptimalkan fungsi pembinaan dan pengawasan,
Pemerintah dapat menerapkan sanksi kepada penyelenggara pemerintahan daerah
apabila diketemukan adanya penyimpangan dan pelanggaran oleh penyelenggara
pemerintahan daerah tersebut. Sanksi dimaksud antara lain dapat berupa penataan
kembali suatu daerah otonom, pembatalan pengangkatan pejabat, penangguhan dan
pembatalan berlakunya suatu kebijakan daerah baik peraturan daerah, keputusan
kepala daerah, dan ketentuan lain yang ditetapkan daerah serta dapat memberikan
sanksi pidana yang diproses sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
10. Desa
...
10.
Desa
Desa berdasarkan Undang-Undang ini adalah desa atau yang
disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat
hukum yang memiliki batas-batas wilayah yurisdiksi, berwenang untuk mengatur
dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat
istiadat setempat yang diakui dan/atau dibentuk dalam sistem Pemerintahan
Nasional dan berada di kabupaten/kota, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Landasan pemikiran dalam pengaturan
mengenai desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi
dan pemberdayaan masyarakat.
Undang-Undang ini mengakui otonomi yang dimiliki oleh
desa ataupun dengan sebutan lainnya dan kepada desa melalui pemerintah desa
dapat diberikan penugasan ataupun pendelegasian dari Pemerintah ataupun
pemerintah daerah untuk melaksanakan urusan pemerintah tertentu. Sedang
terhadap desa di luar desa geneologis yaitu desa yang bersifat administratif
seperti desa yang dibentuk karena pemekaran desa ataupun karena transmigrasi
ataupun karena alasan lain yang warganya pluralistis, majemuk, ataupun
heterogen, maka otonomi desa akan diberikan kesempatan untuk tumbuh dan
berkembang mengikuti perkembangan dari desa itu sendiri.
Sebagai perwujudan demokrasi, dalam
penyelenggaraan pemerintahan Desa dibentuk Badan Permusyawaratan Desa atau
sebutan lain yang sesuai dengan budaya yang berkembang di Desa bersangkutan,
yang berfungsi sebagai lembaga pengaturan dalam penyelenggaraan pemerintahan
Desa, seperti dalam pembuatan dan pelaksanaan Peraturan Desa, Anggaran
Pendapatan dan Belanja Desa, dan Keputusan Kepala Desa. Di desa dibentuk
lembaga kemasyarakatan yang berkedudukan sebagai mitra kerja pemerintah desa
dalam memberdayakan masyarakat desa.
Kepala ...
Kepala Desa pada dasarnya bertanggung jawab kepada rakyat Desa yang dalam tata cara dan prosedur pertanggungjawabannya disampaikan kepada Bupati atau Walikota melalui Camat. Kepada Badan Permusyawaratan Desa, Kepala Desa wajib memberikan keterangan laporan pertanggungjawabannya dan kepada rakyat menyampaikan informasi pokok-pokok pertanggungjawabannya namun tetap harus memberi peluang kepada masyarakat melalui Badan Permusyawaratan Desa untuk menanyakan dan/atau meminta keterangan lebih lanjut terhadap hal-hal yang bertalian dengan pertanggungjawaban dimaksud.
Pengaturan lebih lanjut mengenai desa seperti pembentukan, penghapusan, penggabungan, perangkat pemerintahan desa, keuangan desa, pembangunan desa, dan lain sebagainya dilakukan oleh kabupaten dan kota yang ditetapkan dalam peraturan daerah mengacu pada pedoman yang ditetapkan Pemerintah.
II. PASAL DEMI PASAL
Cukup jelas
Pasal 2
Ayat
(1)
Cukup
jelas
Ayat
(2)
Yang
dimaksud dengan “asas otonomi dan tugas pembantuan” dalam ayat ini adalah bahwa
pelaksanaan urusan pemerintahan oleh daerah dapat diselenggarakan secara
langsung oleh pemerintahan daerah itu sendiri dan dapat pula penugasan oleh
pemerintah provinsi ke pemerintah kabupaten/kota dan desa atau penugasan dari pemerintah
kabupaten/kota ke desa.
Ayat (3) ...
Ayat (3)
Yang
dimaksud dengan “Daya saing daerah” dalam ayat ini adalah merupakan kombinasi
antara faktor kondisi ekonomi daerah, kualitas kelembagaan publik daerah,
sumber daya manusia, dan teknologi, yang secara keseluruhan membangun kemampuan
daerah untuk bersaing dengan daerah lain.
Ayat
(4)
Cukup jelas
Ayat
(5)
Cukup jelas
Ayat
(6)
Cukup
jelas
Ayat
(7)
Yang dimaksud dengan
“hubungan administrasi” dalam ayat ini adalah hubungan yang terjadi sebagai
konsekuensi kebijakan penyelenggaraan pemerintahan daerah yang merupakan satu
kesatuan dalam penyelenggaraan sistem administrasi negara.
Yang dimaksud dengan “hubungan
kewilayahan” dalam ayat ini adalah hubungan yang terjadi sebagai konsekuensi
dibentuk dan disusunnya daerah otonom yang diselenggarakan di wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Dengan demikian, wilayah daerah merupakan satu
kesatuan wilayah negara yang utuh dan bulat.
Ayat
(8)
Yang dimaksud satuan-satuan
pemerintahan daerah yang bersifat khusus adalah daerah yang diberikan otonomi
khusus, sedangkan daerah istimewa adalah Daerah Istimewa Aceh dan Daerah
Istimewa Yogyakarta.
Ayat
(9)
Cukup
jelas
Pasal 3 ...
Pasal
3
Cukup
jelas
Pasal
4
Ayat
(1)
Cukup
jelas
Ayat
(2)
Yang dimaksud dengan “cakupan
wilayah” dalam ketentuan ini, khusus untuk daerah yang berupa kepulauan atau
gugusan pulau-pulau dalam penentuan luas wilayah di dasarkan atas prinsip
negara kepulauan yang pelaksanaannya diatur dengan peraturan pemerintah.
Ayat
(3)
Cukup
jelas
Ayat
(4)
Yang dimaksud dengan “batas
minimal usia penyelenggaraan pemerintahan” dalam ketentuan ini untuk provinsi
10 (sepuluh) tahun, untuk kabupaten/kota 7 (tujuh) tahun, dan kecamatan 5
(lima) tahun.
Pasal
5
Ayat (1)
Cukup
jelas
Ayat
(2)
Persetujuan DPRD dalam
ketentuan ini diwujudkan dalam bentuk keputusan DPRD yang diproses berdasarkan
pernyataan aspirasi sebagian besar masyarakat setempat.
Persetujuan ...
Persetujuan
Gubernur dalam ketentuan ini diwujudkan dalam bentuk keputusan Gubernur
berdasarkan hasil kajian tim yang khusus dibentuk oleh pemerintah provinsi yang
bersangkutan terhadap perlunya dibentuk provinsi baru dengan mengacu pada
peraturan perundang-undangan. Tim dimaksud mengikutsertakan tenaga ahli sesuai
dengan kebutuhan.
Ayat
(3)
Cukup
jelas
Ayat
(4)
Yang dimaksud dengan faktor
lain dalam ketentuan ini antara lain pertimbangan kemampuan keuangan, tingkat
kesejahteraan masyarakat, rentang kendali penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Ayat
(5)
Cukup
jelas
Pasal 6
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan evaluasi terhadap kemampuan
daerah dalam ayat ini adalah penilaian dengan menggunakan sistem pengukuran
kinerja serta indikator-indikatornya, yang meliputi masukan, proses, keluaran,
dan dampak. Pengukuran dan indikator kinerja digunakan untuk memperbandingkan
antara satu daerah dengan daerah lain, dengan angka rata-rata secara nasional
untuk masing-masing tingkat pemerintahan, atau dengan hasil tahun-tahun
sebelumnya untuk masing-masing daerah.
Aspek lain yang dievaluasi antara lain adalah:
keberhasilan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan; upaya-upaya
dan kebijakan
yang ...
yang diambil: ketaatan terhadap peraturan
perundang-undangan dan kebijakan nasional; dan dampak dari kebjakan daerah.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal
7
Ayat
(1)
Yang dimaksud dengan “akibat”
dalam ketentuan ini adalah perubahan yang timbul karena terjadinya penggabungan
atau penghapusan suatu daerah yang antara lain mencakup nama, cakupan wilayah,
batas, ibukota, pengalihan personal, pendanaan, peralatan dan dokumen,
perangkat daerah, serta akibat lainnya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Ayat
(2)
Yang dimaksud rupa bumi adalah
bagian-bagian wilayah yang senyatanya ada dan/atau kemudian ada, namun belum
diberi nama, seperti: tanah timbul, semenanjung, bukit/gunung/pegunungan,
sungai, delta, danau, lembah, selat, pulau, dan sebagainya.
Ayat
(3)
Cukup
jelas
Pasal
8
Tata cara yang diatur dalam
peraturan pemerintah memuat mekanisme dan prosedur tentang pembentukan,
penghapusan, dan penggabungan daerah.
Pasal
9
Ayat
(1)
Kawasan khusus adalah kawasan
strategis yang secara nasional menyangkut hajat hidup orang banyak dari sudut
politik, sosial, budaya, lingkungan
dan
pertahanan ...
pertahanan dan keamanan. Dalam
kawasan khusus diselenggarakan fungsi-fungsi pemerintahan tertentu sesuai
kepentingan nasional. Kawasan khusus dapat berupa kawasan otorita, kawasan
perdagangan bebas, dan kegiatan industri dan sebagainya.
Ayat
(2)
Cukup
jelas
Ayat
(3)
Fungsi
pemerintahan tertentu dalam ketentuan ini antara lain, pertahanan negara,
pendayagunaan wilayah perbatasan dan pulau-pulau tertentu/terluar, lembaga
pemasyarakatan, pelestarian warisan budaya dan cagar alam, pelestarian
lingkungan hidup, riset dan teknologi.
Ayat
(4)
Yang dimaksud dengan
“mengikutsertakan’ dalam ketentuan ini adalah dalam perencanaan, pelaksanaan,
pemeliharaan dan pemanfaatan.
Ayat
(5)
Cukup
jelas
Ayat
(6)
Cukup
jelas
Pasal
10
Ayat
(1)
Yang dimaksud urusan
pemerintah dalam ayat ini adalah urusan pemerintahan yang mutlak menjadi
kewenangannya dan urusan bidang lainnya yaitu bagian-bagian urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangannya Pemerintah.
Ayat
(2)
Cukup
jelas
Ayat (3) ...
Ayat
(3)
Huruf
a
Yang dimaksud dengan
urusan politik luar negeri dalam arti mengangkat pejabat diplomatik dan
menunjuk warga negara untuk duduk dalam jabatan lembaga internasional,
menetapkan kebijakan luar negeri, melakukan perjanjian dengan negara lain,
menetapkan kebijakan perdagangan luar negeri, dan sebagainya.
Huruf
b
Yang dimaksud dengan
urusan pertahanan misalnya mendirikan dan membentuk angkatan bersenjata, menyatakan
damai dan perang, menyatakan negara atau sebagian wilayah negara dalam keadaan
bahaya, membangun dan mengembangkan sistem pertahanan negara dan persenjataan,
menetapkan kebijakan untuk wajib militer, bela negara bagi setiap warga negara
dan sebagainya.
Huruf
c
Yang dimaksud dengan
urusan keamanan misalnya mendirikan dan membentuk kepolisian negara, menetapkan
kebijakan keamanan nasional, menindak setiap orang, kelompok atau organisasi
yang kegiatannya mengganggu keamanan negara dan sebagainya.
Huruf
d
Yang dimaksud dengan
urusan yustisi misalnya mendirikan lembaga peradilan, mengangkat hakim dan
jaksa, mendirikan lembaga pemasyarakatan, menetapkan kebijakan kehakiman dan
keimigrasian, memberikan grasi, amnesti, abolisi, membentuk undang-undang, Peraturan
Pemerintah pengganti undang-undang, Peraturan Pemerintah, dan peraturan lain
yang berskala nasional.
Huruf e. ...
Huruf e
Yang dimaksud dengan
urusan moneter dan fiskal nasional adalah kebijakan makro ekonomi, misalnya
mencetak uang dan menentukan nilai mata uang, menetapkan kebijakan moneter,
mengendalikan peredaran uang dan sebagainya.
Huruf
f
Yang dimaksud dengan
urusan agama, misalnya menetapkan hari libur keagamaan yang berlaku secara
nasional, memberikan pengakuan terhadap keberadaan suatu agama, menetapkan
kebijakan dalam penyelenggaraan kehidupan keagamaan dan sebagainya; dan bagian
tertentu urusan pemerintah lainnya yang berskala nasional, tidak diserahkan
kepada daerah.
Khusus di bidang
keagamaan sebagian kegiatannya dapat ditugaskan oleh Pemerintah kepada Daerah
sebagai upaya meningkatkan keikutsertaan Daerah dalam menumbuhkembangkan
kehidupan beragama.
Ayat
(4)
Yang dimaksud dengan
“perangkat Pemerintah atau wakil Pemerintah di daerah” dalam ketentuan ini
adalah berupa perangkat Pemerintah atau dalam rangka dekonsentrasi kepada
Gubernur.
Ayat
(5)
Yang
dimaksud dengan “di luar urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat
(5)” dalam ketentuan ini adalah urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
Pemerintah di luar ayat (3) sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.
Pasal
11
Ayat
(1)
Yang dimaksud dengan
“kriteria eksternalitas” dalam
ketentuan ini adalah
penyelenggara ...
penyelenggara suatu urusan
pemerintahan ditentukan berdasarkan luas, besaran, dan jangkauan dampak yang
timbul akibat penyelenggaraan suatu urusan pemerintahan.
Yang dimaksud dengan “kriteria
akuntabilitas” dalam ketentuan ini adalah penanggungjawab penyelenggaraan suatu
urusan pemerintahan ditentukan berdasarkan kedekatannya dengan luas, besaran,
dan jangkauan dampak yang ditimbulkan oleh penyelenggaraan suatu urusan
pemerintahan.
Yang dimaksud dengan “kriteria
efisiensi” dalam ketentuan ini adalah penyelenggara suatu urusan pemerintahan
ditentukan berdasarkan perbandingan tingkat daya guna yang paling tinggi yang
dapat diperoleh.
Ayat (2)
Yang
dimaksud dengan “antar pemerintahan daerah” dalam ketentuan ini adalah hubungan
antar provinsi dengan provinsi, kabupaten/kota dengan kabupaten/kota, atau
provinsi dengan kabupaten/kota.
Ayat
(3)
Yang dimaksud dengan “urusan
wajib” dalam ketentuan ini adalah urusan yang sangat mendasar yang berkaitan
dengan hak dan pelayanan dasar warga negara antara lain:
a. perlindungan hak konstitusional;
b. perlindungan kepentingan nasional, kesejahteraan masyarakat, ketentraman dan ketertiban umum dalam kerangka menjaga keutuhan NKRI; dan
c. pemenuhan komitmen nasional yang berhubungan dengan perjanjian dan konvensi internasional.
Yang dimaksud dengan “urusan pilihan” dalam ketentuan ini adalah urusan yang secara nyata ada di Daerah dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan dan potensi unggulan daerah.
Ayat (4) ...
Ayat
(4)
Cukup jelas
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Yang dimaksud dengan ketertiban umum dan ketentraman umum dan ketentraman masyarakat pada ketentuan ini termasuk penyelenggaraan perlindungan masyarakat.
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Cukup jelas
Huruf j ...
Huruf j
Cukup jelas
Huruf k
Cukup jelas
Huruf l
Cukup jelas
Huruf m
Cukup jelas
Huruf n
Cukup jelas
Huruf o
Cukup jelas
Huruf p
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “urusan pemerintahan yang secara nyata ada” dalam ketentuan ini sesuai dengan kondisi, kekhasan dan potensi yang dimiliki antara lain pertambangan, perikanan, pertanian, perkebunan, kehutanan, pariwisata.
Pasal 14
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Lihat penjelasan Pasal 13 ayat (1) huruf c.
Huruf d ...
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Cukup jelas
Huruf j
Cukup jelas
Huruf k
Cukup jelas
Huruf l
Cukup jelas
Huruf m
Cukup jelas
Huruf n
Cukup jelas
Huruf o
Cukup jelas
Huruf p
Cukup jelas
Ayat (2) ...
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “urusan pemerintahan yang secara nyata ada” dalam ketentuan ini sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi yang dimiliki antara lain pertambangan, perikanan, pertanian, perkebunan, kehutanan, dan pariwisata.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 15
Cukup jelas
Pasal
16
Cukup jelas
Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Ayat
(1)
Cukup
jelas
Ayat
(2)
Cukup
jelas
Ayat
(3)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Yang dimaksud dengan “pengaturan administratif” dalam ketentuan ini antara lain perizinan, kelaikan dan keselamatan.
Huruf c ...
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup
jelas
Ayat
(4)
Yang dimaksud dengan
“garis pantai” dalam ketentuan ini adalah perpotongan garis air rendah dengan
daratan.
Ayat
(5)
Cukup jelas
Ayat
(6)
Yang dimaksud dengan
“nelayan kecil” adalah nelayan masyarakat tradisional Indonesia yang
menggunakan bahan dan alat penangkapan ikan secara tradisional, dan terhadapnya
tidak dikenakan surat izin usaha dan bebas dari pajak, serta bebas menangkap
ikan di seluruh pengelolaan perikanan dalam wilayah Republik Indonesia.
Ayat
(7)
Cukup
jelas
Pasal
19
Cukup
jelas
Pasal 20 ...
Pasal 20
Ayat (1)
Asas Umum Penyelenggaraan Negara dalam ketentuan ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme, ditambah asas efisiensi dan asas efektivitas.
Ayat
(2)
Cukup jelas
Ayat
(3)
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup
jelas
Pasal
22
Cukup
jelas
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Cukup
jelas
Pasal 25
Cukup
jelas
Pasal 26
...
Pasal 26
Ayat (1)
Huruf
a
Cukup
jelas
Huruf
b
Yang dimaksud dengan
instansi vertikal di daerah dalam huruf b ini adalah perangkat departemen
dan/atau lembaga pemerintah non departemen yang mengurus urusan pemerintahan
yang tidak diserahkan kepada daerah dalam wilayah tertentu dalam rangka
dekonsentrasi.
Huruf
c
Cukup
jelas
Huruf
d
Cukup
jelas
Huruf
e
Cukup
jelas
Huruf
f
Cukup
jelas
Huruf
g
Cukup
jelas
Ayat
(2)
Cukup
jelas
Ayat
(3)
Cukup
jelas
Pasal 27
Ayat
(1)
Huruf
a
Cukup
jelas
Huruf b ...
Huruf
b
Cukup
jelas
Huruf
c
Cukup
jelas
Huruf
d
Yang dimaksud dengan
“kehidupan demokrasi” dalam ketentuan ini antara lain penyerapan aspirasi, peningkatan partisipasi, serta
menindaklanjuti pengaduan masyarakat.
Huruf
e
Cukup
jelas
Huruf
f
Cukup
jelas
Huruf
g
Cukup
jelas
Huruf
h
Cukup
jelas
Huruf
i
Cukup
jelas
Huruf
j
Cukup
jelas
Huruf
k
Yang dimaksud dengan
rapat Paripurna DPRD dalam ketentuan ini adalah rapat Paripurna yang
diselenggarakan setelah 3 (tiga) bulan terpilihnya pasangan calon kepala daerah
dan wakil kepala daerah.
Ayat (2)
...
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan
“menginformasikan” dalam ketentuan ini dilakukan melalui media yang tersedia di
daerah dan dapat diakses oleh publik sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Ayat (3)
Ketentuan tentang laporan
penyelenggaraan pemerintahan daerah ini tidak menutup adanya laporan lain baik
atas kehendak kepala daerah atau atas
permintaan Pemerintah.
Ayat
(4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 28
Huruf
a
Cukup
jelas
Huruf
b
Yang dimaksud dengan turut
serta adalah menjadi direksi atau komisaris suatu perusahaan.
Huruf
c
Cukup
jelas
Huruf
d
Cukup
jelas
Huruf
e
Cukup
jelas
Huruf
f
Cukup
jelas
Huruf g ...
Huruf
g
Cukup
jelas
Ayat
(1)
Cukup
jelas
Ayat
(2)
Huruf
a
Cukup
jelas
Huruf
b
Yang dimaksud dengan tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap adalah menderita sakit yang mengakibatkan baik fisik maupun mental tidak berfungsi secara normal yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter yang berwenang dan/atau tidak diketahui keberadaannya.
Huruf
c
Cukup
jelas
Huruf
d
Cukup
jelas
Huruf
e
Cukup
jelas
Huruf
f
Cukup
jelas
Pemberhentian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak menghapuskan tanggung jawab
yang bersangkutan selama memangku jabatannya.
Ayat (4) ...
Ayat
(4)
Cukup
jelas
Huruf
a
Cukup
jelas
Huruf
b
Cukup
jelas
Huruf
c
Yang
dimaksud dengan putusan “bersifat final” dalam ketentuan ini adalah putusan
Mahkamah Agung tidak dapat ditempuh upaya hukum lainnya.
Huruf
d
Cukup
jelas
Huruf
e
Cukup
jelas
Yang
dimaksud dengan “putusan pengadilan” dalam ketentuan ini adalah putusan
pengadilan tingkat pertama atau pada pengadilan negeri.
Ayat (2)
Cukup
jelas
Pasal
31
Ayat
(2)
Cukup
jelas
Pasal 32 ...
Pasal 32
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “krisis kepercayaan publik yang meluas” dalam
ketentuan ini adalah suatu situasi kehidupan di masyarakat yang sudah
mengganggu berjalannya penyelenggaraan fungsi-fungsi pemerintahan daerah.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Pasal
33
Cukup
jelas
Pasal
35
Cukup
jelas
Pasal 36 ...
Pasal
36
Ayat
(1)
Cukup
jelas
Ayat
(2)
Penyampaian
permohonan penyelidikan dan penyidikan dimaksud disertai uraian jelas
tentang tindak pidana yang diduga telah
dilakukan.
Ayat
(3)
Penyampaian
permohonan penyelidikan dan penyidikan dimaksud disertai uraian jelas
tentang tindak pidana yang diduga telah
dilakukan.
Ayat
(4)
Cukup
jelas
Ayat
(5)
Cukup
jelas
Ayat
(1)
Yang
dimaksud dengan “wilayah provinsi” dalam ketentuan ini adalah wilayah
administrasi yang menjadi wilayah kerja Gubernur.
Ayat
(2)
Cukup
jelas
Pasal
38
Cukup
jelas
Pasal
39
Cukup
jelas
Pasal
40
Cukup
jelas
Pasal 41
...
Pasal
41
Cukup
jelas
Pasal
42
Ayat (1)
Huruf a
Yang
dimaksud dengan “membentuk” dalam ketentuan ini adalah termasuk pengajuan
Rancangan Perda sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Yang dimaksud dengan “kekosongan jabatan
wakil kepala daerah” dalam ketentuan ini adalah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 35 ayat (2).
Huruf f
Yang
dimaksud dengan ”perjanjian internasional” dalam ketentuan ini adalah perjanjian antar Pemerintah dengan pihak luar negeri
yang terkait dengan kepentingan daerah.
Huruf
g
Yang
dimaksud dengan ”kerjasama internasional” dalam ketentuan ini adalah kerjasama
daerah dengan pihak luar negeri yang meliputi kerjasama Kabupaten/Kota
”kembar”, kerjasama teknik termasuk bantuan kemanusiaan, kerjasama penerusan
pinjaman/hibah, kerjasama penyertaan modal dan kerjasama lainnya sesuai dengan
peraturan perundangan
.
Huruf
h ...
Huruf h
Yang
dimaksud dengan ”laporan keterangan pertanggungjawaban” dalam ketentuan ini
adalah laporan yang disampaikan oleh
kepala daerah setiap tahun dalam sidang Paripurna DPRD yang berkaitan
dengan penyelenggaraan tugas otonomi dan tugas pembantuan.
Huruf i
Cukup jelas
Huruf j
Cukup jelas
Huruf k
Cukup jelas
Ayat
(2)
Yang
dimaksud dengan ”tugas dan wewenang” sebagaimana yang diatur pada ayat (2) antara lain Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004
tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.
Pasal
43
Ayat
(1)
Huruf a
Yang
dimaksud dengan “hak Interpelasi” dalam ketentuan ini adalah hak DPRD untuk
meminta keterangan kepada kepala daerah mengenai kebijakan pemerintah daerah
yang penting dan strategis yang berdampak luas pada kehidupan masyarakat,
daerah dan negara.
Huruf b
...
Huruf b
Yang
dimaksud dengan “hak Angket” dalam ketentuan ini adalah pelaksanaan fungsi
pengawasan DPRD untuk melakukan penyelidikan terhadap suatu kebijakan
tertentu kepala daerah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada
kehidupan masyarakat, daerah dan negara yang diduga bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan.
Huruf
c
Yang
dimaksud dengan “hak menyatakan pendapat” dalam ketentuan ini adalah hak DPRD
untuk menyatakan pendapat terhadap
kebijakan kepala daerah atau
mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di daerah disertai dengan rekomendasi
penyelesaiannya atau sebagai tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak
angket.
Ayat
(2)
Cukup
jelas
Ayat
(3)
Cukup
jelas
Ayat
(4)
Cukup
jelas
Ayat
(5)
Cukup
jelas
Ayat
(6)
Cukup
jelas
Ayat
(7)
Cukup
jelas
Ayat
(8)
Cukup
jelas
Pasal
44 ...
Pasal
44
Cukup
jelas
Pasal
45
Cukup jelas
Pasal 46
Cukup jelas
Pasal
47
Cukup jelas
Pasal
48
Huruf
a
Cukup
jelas
Huruf
b
Cukup
jelas
Huruf
c
Cukup
jelas
Huruf
d
Yang
dimaksud dengan “tindak lanjut” dalam ketentuan ini adalah pemberian sanksi apabila terbukti
adanya pelanggaran atau rehabilitasi nama baik apabila tidak terbukti adanya
pelanggaran.
Pasal
49
Ayat (1)
Yang
dimaksud dengan “menjaga martabat dan kehormatan anggota DPRD” dalam ketentuan
ini termasuk menjaga martabat dan kehormatan DPRD.
Ayat (2)
...
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal
50
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang
dimaksud dengan “jumlah komisi” dalam ketentuan ini adalah komisi sebagai alat
kelengkapan DPRD.
Ayat
(3)
Yang
dimaksud dengan “fraksi gabungan” adalah gabungan dari partai politik untuk
membentuk satu fraksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Ayat (4)
Yang
dimaksud dengan “anggota DPRD dari partai politik lain” dalam ketentuan ini
adalah keseluruhan anggota partai politik dimaksud untuk bergabung ke satu
fraksi lainnya.
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Pasal
51
Cukup jelas
Pasal 52
...
Pasal
52
Ayat
(1)
Dalam
hal anggota yang bersangkutan menyampaikan hal yang sama di luar rapat
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini, maka ketentuan tersebut tidak
berlaku.
Ayat
(2)
Cukup
jelas
Ayat
(3)
Cukup
jelas
Pasal
53
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Penyampaian
permohonan penyidikan dimaksud disertai uraian jelas tentang tindak pidana yang diduga telah dilakukan.
Pejabat
yang memberi ijin tidak dapat diwakilkan.
Ayat (4)
Huruf
a
Cukup
jelas
Huruf
b
Yang
dimaksud dengan “tindak pidana kejahatan terhadap keamanan negara” termasuk
terorisme, separatisme, dan makar.
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 54
...
Pasal
54
Cukup
jelas
Pasal
55
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf
a
Yang
dimaksud dengan tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau
berhalangan tetap adalah menderita sakit yang mengakibatkan baik fisik maupun
mental tidak berfungsi secara normal yang dibuktikan dengan surat keterangan
dokter yang berwenang dan/atau tidak diketahui keberadaannya.
Huruf
b
Cukup
jelas
Huruf
c
Cukup
jelas
Huruf
d
Cukup
jelas
Huruf
e
Cukup
jelas
Huruf
f
Cukup
jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
...
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal
56
Cukup
jelas
Pasal
57
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup
jelas
Ayat (3)
Cukup
jelas
Ayat (4)
Cukup
jelas
Ayat (5)
Jumlah
yang diusulkan sebanyak-banyaknya 2 (dua) kali jumlah anggota panitia pengawas
kecamatan.
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup
jelas
Pasal 58
Huruf
a
Yang
dimaksud dengan “bertakwa” dalam ketentuan ini dalam arti taat menjalankan
kewajiban agamanya.
Huruf b.
...
Huruf
b
- Yang dimaksud dengan “setia” dalam
ketentuan ini adalah tidak pernah terlibat gerakan separatis, tidak pernah
melakukan gerakan secara inkonstitusional atau dengan kekerasan untuk mengubah
Dasar Negara serta tidak pernah melanggar Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
- Yang dimaksud dengan “setia kepada
pemerintah” dalam ketentuan ini adalah yang mengakui pemerintah yang sah menurut Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
Huruf
c
Yang dimaksud dengan “sekolah
lanjutan tingkat atas dan/atau sederajat” dalam ketentuan ini dibuktikan dengan
surat tanda tamat belajar yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang.
Huruf
d
Cukup
jelas
Huruf
e
Cukup
jelas
Huruf
f
Cukup
jelas
Huruf
g
Cukup
jelas
Huruf
h
Ketentuan
ini tidak dimaksudkan harus dengan memiliki Kartu Tanda Penduduk daerah yang
bersangkutan.
Huruf
i
Cukup
jelas
Huruf
j
Cukup
jelas
Huruf k
...
Huruf
k
Cukup
jelas
Huruf
l
Yang dimaksud dengan “tidak pernah
melakukan perbuatan tercela” dalam
ketentuan ini adalah tidak pernah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan
norma agama, norma kesusilaan, dan norma adat antara lain seperti judi, mabuk,
pecandu narkoba, dan zina.
Huruf
m
Cukup
jelas
Huruf
n
Cukup
jelas
Huruf
o
Cukup
jelas
Huruf
p
Cukup
jelas
Pasal 59
Ayat (1)
Partai politik atau gabungan
partai politik dalam ketentuan ini adalah partai politik atau gabungan partai
politik yang memiliki kursi di DPRD.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang
dimaksud dengan “mekanisme yang demokratis dan transparan” dalam ketentuan ini
adalah mekanisme yang berlaku dalam partai politik atau gabungan partai politik
yang mencalonkan dan proses penyelenggaraan serta keputusannya dapat diakses
oleh publik.
Huruf a
Yang
dimaksud dengan “pimpinan partai politik” adalah ketua dan sekretaris partai
politik atau sebutan pimpinan lainnya sesuai dengan kewenangan berdasarkan
anggaran dasar/anggaran rumah tangga partai politik yang bersangkutan, sesuai
dengan tingkat daerah pencalonannya.
Huruf b
Cukup
jelas
Huruf c
Cukup
jelas
Huruf d
Cukup
jelas
Huruf e
Cukup
jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Yang dimaksud dengan “jabatan negeri” dalam
ketentuan ini adalah jabatan struktural dan jabatan fungsional.
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Cukup jelas
Huruf j
Cukup jelas
Huruf k
...
Huruf k
Cukup jelas
Ayat
(6)
Cukup
jelas
Ayat
(7)
Cukup
jelas
Pasal 60
Cukup
jelas
Ayat
(1)
Cukup
jelas
Ayat
(2)
Cukup
jelas
Ayat
(3)
Yang
dimaksud dengan “terbuka” dalam ketentuan ini wajib dihadiri oleh pasangan
calon, wakil partai politik atau
gabungan partai politik yang mengusulkan, pers dan wakil masyarakat.
Ayat
(4)
Cukup
jelas
Pasal
62
Cukup
jelas
Pasal
63
Cukup
jelas
Pasal 64
...
Pasal
64
Cukup
jelas
Pasal 65
Cukup
jelas
Ayat
(1)
Cukup
jelas
Ayat
(2)
Cukup
jelas
Ayat
(3)
Huruf
a
Cukup
jelas
Huruf
b
Cukup
jelas
Huruf
c
Yang
dimaksud dengan “pengawasan” dalam ketentuan ini adalah pengawasan yang
dilakukan melalui rapat DPRD dengan agenda laporan KPUD tentang penyelenggaraan
pemilihan kepala daerah dan wakil kepala
daerah.
Huruf
d
Cukup
jelas
Huruf
e
Cukup
jelas
Huruf f ...
Huruf
f
Yang
dimaksud dengan “rapat paripurna” dalam ketentuan ini adalah rapat paripurna
DPRD yang tidak memerlukan korum, dihadiri oleh
wakil masyarakat dan terbuka untuk umum.
Ayat
(4)
Huruf
a
Cukup
jelas
Huruf
b
Yang
dimaksud dengan “laporan pelanggaran” dalam ketentuan ini adalah laporan yang
disampaikan oleh pemantau dan masyarakat.
Huruf
c
Cukup
jelas
Huruf
d
Cukup
jelas
Huruf
e
Cukup
jelas
Cukup
jelas
Pasal 68
Cukup
jelas
Pasal
69
Cukup jelas
Pasal
70
Cukup
jelas
Pasal 71
...
Pasal
71
Cukup
jelas
Pasal
72
Cukup
jelas
Pasal
73
Cukup
jelas
Pasal
74
Cukup
jelas
Pasal
75
Cukup
jelas
Pasal
76
Cukup
jelas
Pasal 77
Cukup
jelas
Pasal 78
Cukup jelas
Pasal 79
Cukup
jelas
Pasal 80 ...
Pasal 80
Cukup
jelas
Pasal
81
Cukup
jelas
Pasal
82
Cukup
jelas
Pasal
83
Cukup
jelas
Pasal
84
Cukup
jelas
Pasal
85
Cukup
jelas
Pasal 86
Cukup
jelas
Pasal
87
Cukup
jelas
Pasal
88
Cukup
jelas
Pasal
89 ...
Pasal 89
Cukup
jelas
Pasal 90
Cukup
jelas
Pasal 91
Cukup
jelas
Pasal
92
Cukup
jelas
Pasal
93
Cukup
jelas
Pasal 94
Cukup
jelas
Pasal 95
Cukup
jelas
Pasal 96
Cukup
jelas
Pasal
97
Cukup
jelas
Pasal 98 ...
Pasal
98
Cukup
jelas
Pasal 99
Cukup
jelas
Pasal
100
Cukup
jelas
Pasal
101
Cukup
jelas
Pasal
102
Cukup
jelas
Pasal 103
Cukup
jelas
Pasal
104
Cukup
jelas
Pasal 105
Cukup
jelas
Pasal 106
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3) ...
Ayat (3)
Dalam hal daerah tersebut
belum terdapat pengadilan negeri, pengajuan keberatan dapat disampaikan ke
DPRD.
Ayat
(4)
Cukup
jelas
Ayat
(5)
Cukup
jelas
Ayat
(6)
Cukup
jelas
Putusan
pengadilan tinggi yang bersifat final dalam ketentuan ini adalah putusan
pengadilan tinggi yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan tidak bisa
lagi ditempuh upaya hukum.
Pasal
107
Ayat
(1)
Cukup
jelas
Ayat
(2)
Cukup
jelas
Ayat
(3)
-
Yang dimaksud dengan peroleh suara yang lebih luas adalah pasangan calon
yang unggul di lebih banyak jumlah kabupaten/kota untuk calon Gubernur dan
wakil Gubernur, pasangan calon yang unggul di lebih banyak jumlah kecamatan
untuk calon Bupati dan wakil Bupati, Walikota dan wakil Walikota.
- Apabila ...
-
Apabila diperoleh persebaran yang sama
pada tingkat kabupaten/kota untuk Gubernur dan wakil Gubernur, pasangan calon
terpilih ditentukan berdasarkan persebaran tingkat kecamatan, kelurahan/desa,
dan seterusnya. Hal yang sama berlaku untuk penetapan pasangan calon Bupati dan
wakil Bupati, Walikota dan wakil Walikota.
Ayat
(4)
Cukup
jelas
Ayat
(5)
Cukup
jelas
Ayat
(6)
Cukup
jelas
Ayat
(7)
Cukup
jelas
Ayat
(8)
Cukup
jelas
Pasal 108
Ayat
(1)
Cukup
jelas
Ayat
(2)
Cukup
jelas
Ayat
(3)
Cukup
jelas
Ayat
(4)
Cukup
jelas
Ayat
(5)
Calon yang diajukan untuk dipilih oleh
DPRD dalam ketentuan ini harus memenuhi persyaratan yang diatur dalam
undang-undang ini.
Ayat (6) ...
Ayat
(6)
Cukup
jelas
Ayat (1)
Yang
dimaksud dengan 30 (tiga puluh) hari dalam ketentuan ini dihitung sejak
diterimanya usulan pengesahan.
Ayat (2)
Yang
dimaksud dengan 30 (tiga puluh) hari dalam ketentuan ini dihitung sejak
diterimanya usulan pengesahan.
Ayat
(3)
Cukup
jelas
Ayat (4)
Yang
dimaksud dengan 3 (tiga) hari dalam ketentuan ini dihitung sejak diterimanya
penetapan berita acara dari KPUD.
Pasal 110
Ayat
(1)
Cukup
jelas
Ayat
(2)
Ayat
(3)
Cukup jelas
Pasal 111 ...
Ayat
(1)
Cukup
jelas
Ayat
(2)
Cukup
jelas
Ayat
(3)
Yang
dimaksud dengan rapat paripurna dalam ketentuan ini dapat dilaksanakan di
gedung DPRD atau di tempat lain yang dipandang layak untuk itu.
Ayat
(4)
Cukup
jelas
Cukup
jelas
Pasal 113
Cukup
jelas
Pasal
114
Cukup
jelas
Pasal 115
Cukup
jelas
Pasal
116
Cukup
jelas
Pasal
117
Cukup
jelas
Pasal 118 ...
Pasal 118
Cukup
jelas
Pasal 119
Cukup
jelas
Pasal 120
Cukup
jelas
Pasal
121
Cukup
jelas
Pasal
122
Ayat
(1)
Cukup
jelas
Ayat
(2)
Dalam
pengisian Sekretaris Daerah Provinsi, Gubernur mengajukan 3 (tiga) calon yang
memenuhi persyaratan kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri. Selanjutnya
Menteri Dalam Negeri memberikan penilaian terhadap calon-calon serta
mengusulkan kepada Presiden terhadap salah satu calon yang paling memenuhi
persyaratan untuk diangkat oleh Presiden.
Ayat
(3)
Dalam pengisian Sekretaris
Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota mengajukan 3 (tiga) calon yang memenuhi
persyaratan kepada Gubernur. Selanjutnya atas dasar usulan itu Gubernur
berkonsultasi kepada Menteri Dalam Negeri untuk memberikan penilaian terhadap
calon-calon serta memberikan persetujuan terhadap salah satu calon yang paling
memenuhi persyaratan untuk diangkat oleh Gubernur.
Ayat (4) ...
Ayat
(4)
Yang dimaksud dengan “pembina“
pegawai negeri sipil dalam ketentuan ini adalah pelaksanaan pengembangan
profesionalisme dan karier pegawai negeri sipil di daerah dalam rangka peningkatan kinerja.
Pasal
123
Ayat
(1)
Cukup
jelas
Ayat
(2)
Cukup
jelas
Ayat
(3)
Cukup
jelas
Ayat
(4)
Cukup
jelas
Ayat
(5)
Sekretariat
DPRD dalam menyampaikan pertanggungjawaban kepada Kepala Daerah harus melalui
Sekretaris Daerah agar tercipta kinerja perangkat daerah secara optimal.
Ayat
(6)
Cukup
jelas
Pasal 124
Ayat
(1)
Cukup
jelas
Ayat
(2)
Cukup
jelas
Ayat (3) ...
Ayat
(3)
Kepala
Dinas dalam menyampaikan pertanggungjawaban kepada Kepala Daerah harus melalui
Sekretaris Daerah agar tercipta kinerja perangkat daerah secara optimal.
Pasal 125
Ayat
(1)
Cukup
jelas
Ayat
(2)
Cukup
jelas
Ayat
(3)
Cukup
jelas
Pasal 126
Ayat
(1)
Kecamatan
adalah wilayah kerja camat sebagai perangkat daerah kabupaten dan daerah kota.
Ayat
(2)
Cukup
jelas
Ayat
(3)
Yang
dimaksud dengan “mengkoordinasikan” pada ayat (3) bertujuan untuk mendorong
kelancaran berbagai kegiatan ditingkat kecamatan kearah peningkatan
kesejahteraan masyarakat.
Yang
dimaksud dengan “membina“ pada ayat (3) ini antara lain dalam bentuk fasilitasi
pembuatan peraturan desa, terwujudnya administrasi tata pemerintahan desa yang
baik.
Ayat
(4)
Cukup
jelas
Ayat (5) ...
Ayat
(5)
Cukup
jelas
Ayat
(6)
Cukup
jelas
Ayat
(7)
Cukup
jelas
Pasal 127
Ayat
(1)
Kelurahan
adalah wilayah kerja Lurah sebagai perangkat daerah kabupaten/kota dalam
wilayah kerja kecamatan.
Ayat
(2)
Cukup
jelas
Ayat
(3)
Cukup
jelas
Ayat
(4)
Cukup
jelas
Ayat
(5)
Cukup
jelas
Ayat
(6)
Cukup
jelas
Ayat
(7)
Cukup
jelas
Ayat
(8)
Yang
dimaksud dengan lembaga lain dalam ayat ini adalah lembaga kemasyarakatan
seperti Rukun Tetangga, Rukun Warga, PKK, Karang Taruna, dan Lembaga
Pemberdayaan Masyarakat.
Ayat (9) ...
Ayat
(9)
Cukup
jelas
Pasal
128
Ayat
(1)
Yang dimaksud dengan “
faktor-faktor tertentu “ dalam ketentuan ini adalah beban tugas, cakupan
wilayah, jumlah penduduk.
Ayat
(2)
Yang dimaksud dengan “
pengendalian “ dalam ketentuan ini adalah penerapan prinsip koordinasi,
integrasi, sinkronisasi dan simplifikasi dalam melakukan penataan organisasi
perangkat daerah.
Ayat
(3)
Cukup
jelas
Pasal
129
Ayat
(1)
Yang
dimaksud dengan “Pegawai Negeri Sipil Daerah” dalam ketentuan pada ayat (1)
adalah pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun
1999 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang
Pokok-pokok Kepegawaian.
Ayat
(2)
Cukup
jelas
Pasal 130
Cukup
jelas
Pasal 131
...
Pasal 131
Ayat
(1)
Yang
dimaksud dengan Badan Kepegawaian Negara dalam ketentuan ini adalah Badan
Kepegawaian Negara dan dalam hal tertentu dilakukan oleh kantor regional BKN.
Ayat
(2)
Cukup
jelas
Ayat
(3)
Cukup
jelas
Pasal
132
Cukup
jelas
Pasal
133
Cukup
jelas
Pasal
134
Cukup
jelas
Pasal
135
Cukup
jelas
Pasal 136
Ayat
(1)
Cukup
jelas
Ayat
(2)
Cukup
jelas
Ayat (3) ...
Ayat
(3)
Cukup
jelas
Ayat
(4)
Yang
dimaksud dengan “bertentangan dengan kepentingan umum” dalam ketentuan ini
adalah kebijakan yang berakibat terganggunya kerukunan antar warga masyarakat,
terganggunya pelayanan umum, dan terganggunya ketenteraman/ketertiban umum serta kebijakan yang bersifat diskriminatif.
Ayat
(5)
Cukup
jelas
Pasal
137
Cukup
jelas
Pasal
138
Cukup
jelas
Pasal 139
Ayat
(1)
Hak
masyarakat dalam ketentuan ini dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Tata Tertib
DPRD.
Ayat
(2)
Cukup
jelas
Pasal
140
Cukup
jelas
Pasal 141
Cukup
jelas
Pasal 142 ...
Pasal 142
Cukup
jelas
Pasal 143
Ayat
(1)
Yang
dimaksud dengan “biaya paksaan penegakan hukum” dalam ketentuan ini merupakan
sanksi tambahan dalam bentuk pembebanan biaya kepada pelanggar Perda di luar
ketentuan yang diatur dalam ketentuan pidana.
Ayat
(2)
Cukup
jelas
Ayat
(3)
Cukup
jelas
Pasal
144
Cukup
jelas
Pasal
145
Ayat
(1)
Cukup
jelas
Ayat
(2)
Cukup
jelas
Ayat
(3)
Cukup
jelas
Ayat
(4)
Yang
dimaksud dengan “DPRD bersama kepala mencabut Perda” dalam ketentuan ini adalah
dalam bentuk Perda tentang pencabutan Perda.
Ayat
(5)
Cukup
jelas
Ayat
(6) ...
Ayat
(6)
Cukup
jelas
Ayat
(7)
Cukup
jelas
Pasal
146
Cukup
jelas
Cukup
jelas
Pasal 148
Cukup
jelas
Cukup
jelas
Pasal 150
Cukup jelas
Pasal 151
Cukup
jelas
Pasal 152
Ayat
(1)
Cukup
jelas
Ayat
(2)
Huruf a ...
Huruf a
Cukup
jelas
Huruf b
Yang
dimaksud dengan organisasi dan tata laksana dalam ketentuan ini termasuk kecamatan, kelurahan, dan desa.
Huruf c
Cukup
jelas
Huruf d
Cukup
jelas
Huruf e
Cukup
jelas
Huruf f
Cukup
jelas
Huruf g
Cukup
jelas
Huruf h
Yang
dimaksud dengan informasi dasar kewilayahan dalam ketentuan ini termasuk batas
wilayah dan lain-lain.
Huruf i
Cukup
jelas
Ayat
(3)
Cukup
jelas
Pasal
153
Cukup
jelas
Pasal
154
Cukup
jelas
Pasal 155 ...
Pasal
155
Cukup
jelas
Pasal
156
Ayat
(1)
Keuangan
daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah yang dapat dinilai dengan uang dan
segala sesuatu berupa uang dan barang yang dapat dijadikan milik daerah yang
berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.
Ayat
(2)
Cukup
jelas
Ayat
(3)
Cukup
jelas
Pasal 157
Huruf
a
Angka
(1)
Cukup
jelas
Angka
(2)
Cukup
jelas
Angka
(3)
Yang
dimaksud dengan “hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan” antara lain
bagian laba dari BUMD, hasil kerjasama dengan pihak ketiga.
Angka
(4)
Yang
dimaksud dengan “lain-lain PAD yang sah” antara lain penerimaan daerah di luar
pajak dan retribusi daerah seperti jasa giro, hasil penjualan aset daerah.
Huruf b ...
Huruf
b
Dana
perimbangan adalah dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada
daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi.
Huruf
c
Yang
dimaksud dengan ”lain-lain pendapatan Daerah yang sah” antara lain hibah atau
dana darurat dari Pemerintah.
Cukup
jelas
Pasal
159
Cukup
jelas
Pasal
160
Ayat
(1)
Cukup
jelas
Ayat
(2)
Cukup
jelas
Ayat
(3)
Cukup
jelas
Ayat
(4)
Yang
dimaksud dengan “Daerah
penghasil sumber daya alam” dalam ketentuan ini adalah daerah dimana sumber
daya alam yang tersedia berada pada wilayah yang berbatasan atau berada pada
lebih dari satu daerah.
Ayat
(5)
Cukup
jelas
Ayat (6) ...
Ayat
(6)
Cukup
jelas
Pasal
161
Cukup
jelas
Pasal
162
Cukup
jelas
Pasal 163
Yang
dimaksud dengan penggunaan dalam ketentuan ini adalah pengalokasian belanja
daerah yang sesuai dengan kewajiban daerah sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang ini.
Pasal
164
Ayat
(1)
Cukup
jelas
Ayat
(2)
Cukup
jelas
Ayat
(3)
Yang
dimaksud dengan “peristiwa tertentu” antara lain bencana alam.
Pasal
165
Cukup
jelas
Pasal 166 ...
Pasal
166
Ayat
(1)
Yang
dimaksud dengan “krisis keuangan daerah” dalam ketentuan ini adalah krisis
solvabilitas yang dialami oleh daerah tersebut.
Ayat
(2)
Cukup
jelas
Pasal
167
Ayat
(1)
Cukup
jelas
Ayat
(2)
Yang
dimaksud dengan peningkatan pelayanan dasar pendidikan dalam ketentuan ini
sekurang-kurangnya 20%.
Ayat
(3)
- Yang dimaksud dengan Analisa Standar
Belanja (ASB) adalah penilaian kewajaran atas beban kerja dan biaya yang
digunakan untuk melaksanakan suatu kegiatan.
- Yang dimaksud dengan Standar harga adalah
harga satuan setiap unit barang yang berlaku di suatu Daerah.
- Yang dimaksud dengan tolok ukur kinerja
adalah ukuran keberhasilan yang dicapai pada setiap satuan kerja perangkat
daerah.
- Yang dimaksud dengan Standar Pelayanan
Minimal (SPM) adalah standar suatu pelayanan yang memenuhi persyaratan minimal
kelayakan.
- Termasuk dalam peraturan perundangan antara
lain pedoman penyusunan analisa standar belanja, standar harga, tolok ukur
kinerja, dan standar pelayanan minimal yang ditetapkan oleh Menteri Dalam
Negeri.
Pasal 168 ...
Pasal
168
Ayat
(1)
Cukup
jelas
Ayat
(2)
Yang
dimaksud dengan “Belanja Pimpinan dan Anggota DPRD” dalam ketentuan ini
termasuk belanja Sekretariat DPRD.
Pasal
169
Cukup
jelas
Pasal
170
Cukup
jelas
Pasal
171
Cukup
jelas
Pasal 172
Cukup
jelas
Pasal
173
Cukup
jelas
Pasal 174
Cukup
jelas
Pasal
175
Cukup
jelas
Pasal
176 ...
Yang
dimaksud insentif dan/atau kemudahan dalam ayat ini adalah pemberian dari
Pemerintah Daerah antara lain dalam bentuk penyediaan sarana, prasarana, dana
stimulan, pemberian modal usaha, pemberian bantuan teknis, keringanan biaya dan
percepatan pemberian ijin.
Pasal
177
Cukup
jelas
Pasal
178
Cukup
jelas
Pasal
179
Cukup
jelas
Pasal
180
Ayat
(1)
Cukup
jelas
Ayat
(2)
Cukup
jelas
Ayat
(3)
Yang
dimaksud dengan “Pejabat Pengelola Keuangan Daerah” dalam ketentuan ini yaitu
Pejabat yang diberi kuasa oleh Kepala Daerah mengelola Keuangan Daerah yang
mempunyai tugas meliputi menyusun dan melaksanakan kebijakan pengelolaan APBD,
menyusun rancangan APBD dan rancangan Perubahan APBD, mengelola akuntansi,
menyusun laporan keuangan daerah dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan
APBD.
Pasal 181 ...
Pasal
181
Cukup
jelas
Pasal 182
Cukup
jelas
Pasal 183
Cukup
jelas
Pasal
184
Ayat
(1)
Cukup
jelas
Ayat
(2)
Cukup
jelas
Ayat
(3)
Standar
Akuntansi Pemerintahan disusun oleh Komite Standar Akuntansi Pemerintahan dan
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal
185
Ayat
(1)
Yang
dimaksud dengan evaluasi dalam ayat ini adalah bertujuan untuk tercapainya
keserasian antara kebijakan Daerah dan kebijakan nasional, keserasian antara
kepentingan publik dan kepentingan aparatur, serta untuk meneliti sejauh mana
APBD Provinsi tidak bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan yang lebih
tinggi, dan Perda lainnya.
Ayat
(2)
Cukup
jelas
Ayat (3) ...
Ayat
(3)
Cukup
jelas
Ayat
(4)
Cukup
jelas
Ayat
(5)
Cukup
jelas
Pasal
186
Ayat
(1)
Yang
dimaksud dengan evaluasi dalam ayat ini adalah bertujuan untuk tercapainya
keserasian antara kebijakan Daerah dan kebijakan nasional, keserasian antara
kepentingan publik dan kepentingan aparatur, serta untuk meneliti sejauh mana
APBD Kabupaten/Kota tidak bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan yang
lebih tinggi, dan Perda lainnya.
Ayat
(2)
Cukup
jelas
Ayat
(3)
Cukup
jelas
Ayat
(4)
Cukup
jelas
Ayat
(5)
Cukup
jelas
Ayat
(6)
Menteri
Dalam Negeri segera menindaklanjuti hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan ini sebelum Rancangan Perda dan Rancangan Peraturan Kepala Daerah
disahkan.
Pasal
187
Ayat (1) ...
Ayat
(1)
Cukup
jelas
Ayat
(2)
Cukup
jelas
Ayat
(3)
Pengesahan
yang dimaksud dalam ketentuan ini dimuat dalam rancangan peraturan kepala
daerah pada bagian bawah halaman akhir disertai kata-kata “telah disahkan oleh
Menteri Dalam Negeri/Gubernur dengan Surat .... tanggal ....nomor.. .....”
Ayat
(4)
Pengesahan
yang dimaksud dalam ketentuan ini dimuat dalam rancangan peraturan kepala
daerah pada bagian bawah halaman akhir disertai kata-kata “telah
disampaikan kepada Menteri Dalam
Negeri/Gubernur dengan Surat ...... tanggal .....nomor.. .......” dan telah
melewati batas waktu 30 (tiga puluh) hari.
Pasal
188
Cukup
jelas
Pasal
189
Cukup
jelas
Pasal
190
Cukup
jelas
Pasal
191
Cukup
jelas
Pasal 192 ...
Pasal 192
Ayat
(1)
Cukup
jelas
Ayat
(2)
Yang
dimaksud dengan “surat keputusan lain” dalam ketentuan ini antara lain surat
keputusan pengangkatan pegawai negeri sipil, surat pengangkatan dalam jabatan.
Ayat
(3)
Cukup
jelas
Ayat
(4)
Cukup
jelas
Pasal
193
Ayat
(1)
Penempatan deposito hanya dapat dilakukan pada bank
Pemerintah dan investasi jangka pendek hanya dapat dilakukan pada kegiatan yang
mengandung resiko rendah.
Ayat
(2)
Yang
dimaksud dengan “bunga” dalam ketentuan ini termasuk perolehan bagi hasil pada
bank Syari’ah.
Ayat
(3)
Yang
dimaksud dengan “masalah perdata” dalam ketentuan ini kemungkinan adanya
persoalan mengenai perdata seperti utang piutang, tagihan pajak dan denda yang diupayakan penyelesaiannya di luar
proses pengadilan.
Pasal
194
Cukup
jelas
Pasal 195 ...
Pasal 195
Cukup
jelas
Pasal 196
Ayat
(1)
Cukup
jelas
Ayat
(2)
Cukup
jelas
Ayat
(3)
Cukup
jelas
Ayat
(4)
Yang
dimaksud dengan “dapat dilaksanakan oleh Pemerintah” dalam ketentuan ini
didahului dengan upaya fasilitasi oleh Pemerintah.
Pasal 197
Cukup
jelas
Pasal
198
Ayat
(1)
Gubernur
dalam menyelesaikan perselisihan tersebut dapat berkonsultasi dengan
Pemerintah.
Ayat
(2)
Menteri
Dalam Negeri dalam menyelesaikan perselisihan dapat berkonsultasi dengan
Presiden.
Ayat
(3)
Cukup
jelas
Pasal 199 ...
Pasal 199
Ayat
(1)
Cukup
jelas
Ayat
(2)
Cukup
jelas
Ayat
(3)
Cukup
jelas
Ayat
(4)
Cukup
jelas
Ayat
(5)
Kawasan
perdesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk
pengelolaan sumber daya alam, dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat
pemukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan
kegiatan ekonomi.
Ayat
(6)
Cukup
jelas
Ayat
(7)
Cukup
jelas
Pasal 200
Ayat
(1)
Cukup
jelas
Ayat
(2)
Cukup
jelas
Ayat (3) ...
Ayat
(3)
Desa
yang menjadi kelurahan dalam ketentuan ini tidak seketika berubah dengan adanya
pembentukan pemerintahan kota, begitu pula desa yang berada di perkotaan dalam
pemerintahan kabupaten.
Pasal
201
Cukup
jelas
Ayat
(1)
Desa
yang dimaksud dalam ketentuan ini termasuk antara lain Nagari di Sumatera
Barat, Gampong di provinsi NAD, Lembang di Sulawesi Selatan, Kampung di
Kalimantan Selatan dan Papua, Negeri di Maluku.
Ayat
(2)
Yang
dimaksud dengan “Perangkat Desa lainnya” dalam ketentuan ini adalah perangkat
pembantu Kepala Desa yang terdiri dari Sekretariat Desa, pelaksana teknis
lapangan seperti kepala urusan, dan unsur kewilayahan seperti kepala dusun atau
dengan sebutan lain.
Ayat
(3)
Sekretaris
desa yang ada selama ini yang bukan Pegawai Negeri Sipil secara bertahap
diangkat menjadi pegawai negeri sipil sesuai peraturan perundang-undangan.
Pasal
203
Cukup
jelas
Pasal 204 ...
Pasal 204
Masa
jabatan kepala desa dalam ketentuan ini dapat dikecualikan bagi kesatuan
masyarakat hukum adat yang keberadaannya masih hidup dan diakui yang ditetapkan dengan Perda.
Cukup
jelas
Cukup
jelas
Cukup
jelas
Cukup
jelas
Pasal 209
Yang
dimaksud dengan Badan Permusyawaratan Desa dalam ketentuan ini adalah sebutan
nama Badan Perwakilan Desa sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 10
Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Ayat
(1)
Yang
dimaksud dengan “ wakil ” dalam ketentuan ini adalah penduduk desa yang
memangku jabatan seperti ketua rukun warga,
pemangku adat, dan tokoh masyarakat lainnya.
Ayat (2) ...
Ayat
(2)
Cukup
jelas
Ayat
(3)
Cukup
jelas
Ayat
(4)
Cukup
jelas
Ayat
(1)
Cukup
jelas
Ayat
(2)
Yang
dimaksud dengan lembaga kemasyarakatan desa dalam ketentuan ini seperti: Rukun
Tetangga, Rukun Warga, PKK, karang taruna, lembaga pemberdayaan masyarakat.
Ayat
(1)
Cukup
jelas
Ayat
(2)
Cukup
jelas
Ayat
(3)
Huruf
a
Pendapatan
asli desa meliputi; hasil usaha desa, hasil kekayaan desa, hasil swadaya dan
partisipasi, hasil gotong royong dan lain-lain pendapatan asli desa yang sah.
Huruf
b
Cukup
jelas
Huruf c ...
Huruf
c
Cukup
jelas
Huruf
d
Bantuan
keuangan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota adalah bantuan
yang bersumber dari APBN, APBD Provinsi, APBD Kabupaten/Kota yang disalurkan
melalui kas Desa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan Desa.
Huruf
e
Yang
dimaksud dengan “Sumbangan dari pihak ketiga” dalam ketentuan ini dapat berbentuk hadiah, donasi, wakaf dan
atau lain-lain sumbangan serta pemberian sumbangan dimaksud tidak mengurangi
kewajiban-kewajiban pihak penyumbang.
Ayat
(4)
Cukup
jelas
Ayat
(5)
Cukup
jelas
Ayat
(6)
Cukup
jelas
Ayat
(1)
Cukup
jelas
Ayat
(2)
Badan
Usaha Milik Desa adalah badan hukum sebagaimana diatur dalam peraturan
perundang-undangan.
Ayat
(3)
Cukup
jelas
Pasal
214 ...
Cukup
jelas
Pasal
215
Cukup
jelas
Pasal
216
Cukup
jelas
Pasal
217
Ayat
(1)
Cukup
jelas
Ayat
(2)
Yang
dimaksud dengan “regional” dalam ketentuan ini adalah koordinasi lintas
provinsi dalam wilayah tertentu.
Ayat
(3)
Cukup
jelas
Ayat
(4)
Yang
dimaksud dengan “pemberian bimbingan, supervisi dan konsultasi” kepada seluruh
daerah dalam pelaksanaannya hingga pemerintahan desa.
Ayat
(5)
Cukup
jelas
Ayat
(6)
Cukup
jelas
Ayat
(7)
Cukup
jelas
Pasal 218 ...
Pasal
218
Ayat
(1)
Huruf
a
Pengawasan
yang dimaksud dalam ketentuan ini dimaksudkan agar pelaksanaan berbagai urusan
pemerintahan di daerah tetap dapat berjalan sesuai dengan standar dan kebijakan
Pemerintah berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Huruf
b
Yang
dimaksud dengan “Perda dan peraturan kepala daerah” dalam ketentuan ini
meliputi Perda provinsi dan peraturan Gubernur, Perda kabupaten/kota dan
peraturan Bupati/Walikota dan peraturan desa dan peraturan kepala desa.
Ayat
(2)
Cukup
jelas
Pasal
219
Ayat
(1)
Yang dimaksud dengan “
penghargaan “ dalam ketentuan ini adalah salah satu wujud pembinaan dalam
rangka pembinaan penyelenggaraan pemerintahan.
Ayat
(2)
Cukup
jelas
Pasal
220
Cukup
jelas
Pasal
221
Cukup
jelas
Pasal 222 ...
Pasal
222
Cukup
jelas
Pasal
223
Cukup
jelas
Pasal
224
Cukup
jelas
Pasal
225
Cukup
jelas
Pasal
226
Ayat
(1)
Yang
dimaksud dengan Undang-Undang tersendiri adalah Undang-Undang Nomor 34 Tahun
1999 tentang Daerah Khusus Ibu kota Jakarta, Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999
tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh, jo
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah
Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Undang-Undang Nomor 21
Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua.
Ayat
(2)
Cukup
jelas
Ayat
(3)
Pelaksanaan
pemilihan kepala daerah dilakukan lebih awal dari ketentuan Undang-Undang ini
karena terdapat beberapa kepala daerah yang dipenjabatkan lebih dari satu kali.
Karenanya diperlukan penetapan kepala daerah definitif melalui pemilihan
langsung. Dalam menetapkan daerah yang
akan
...
akan
melaksanakan pemilihan kepala daerah secara langsung dilakukan dengan terlebih
dahulu Komisi Independen Pemilihan dan DPRD Kabupaten/Kota berkonsultasi dengan
Penguasa Darurat Sipil Pusat melalui Penguasa Darurat Sipil Daerah dan aparat
keamanan setempat. Untuk pelaksanaan pemilihan kepala daerah, maka sesuai
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah
Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dibentuk Komisi
Independen Pemilihan dengan 9 (sembilan) orang anggota. Anggota Komisi
Independen Pemilihan dari unsur KPU diisi oleh ketua dan anggota KPUD provinsi.
Hal ini dimaksudkan, karena pada saat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001
diundangkan belum ada ketentuan tentang KPUD yang bersifat tetap dan independen
sesuai dengan konstitusi.
Pasal
227
Ayat
(1)
Cukup
jelas
Ayat
(2)
Otonomi
daerah di Provinsi DKI Jakarta bersifat tunggal sehingga wilayah kota dan
kabupaten di Provinsi DKI Jakarta tidak bersifat otonom.
Ayat
(3)
Huruf
a
Provinsi
DKI Jakarta dalam kedudukan sebagai ibukota negara memiliki tugas, hak,
kewajiban, dan tanggung jawab tertentu yang berbeda dengan daerah lain.
Huruf
b
Huruf c ...
Huruf
c
Huruf
d
Pasal 228
Cukup
jelas
Pasal
229
Yang dimaksud
dengan batas daerah provinsi atau kabupaten/kota dalam ketentuan ini meliputi :
b.
Daerah yang berbatas laut dengan negara
tetangga dan jaraknya kurang dari 24 mil laut, garis batas kewenangan lautnya
sama dengan batas wilayah NKRI dengan negara tetangga yang diukur berdasarkan
prinsip sama jarak (garis tengah/middle line).
Pasal
230
Cukup
jelas
Cukup
jelas
Pasal 232 ...
Cukup
jelas
Pasal 233
Cukup
jelas
Pasal
234
Cukup
jelas
Pasal
235
Cukup
jelas
Pasal
236
Cukup
jelas
Pasal
237
Yang
dimaksud dengan peraturan perundang-undangan dalam ketentuan ini antara lain
peraturan perundang-undangan sektoral seperti Undang-Undang Kehutanan,
Undang-Undang Pengairan, Undang-Undang Perikanan, Undang-Undang Pertanian,
Undang-Undang Kesehatan, Undang-Undang Pertanahan dan Undang-Undang Perkebunan.
Pasal
238
Cukup
jelas
Pasal 239
Cukup
jelas
Pasal
240 ...
Pasal 240
Cukup
jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 4437